Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Para Eksodan di Medan Perang

Warga Ukraina mengungsi ke berbagai lokasi akibat invasi Rusia sejak akhir Februari lalu. Mereka berharap perang selesai dan secepatnya pulang kampung.

22 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengungsi beraktivitas di dalam barak pengungsi di Differ Sport Lifestyle Center, Lviv, Ukraina, 20 April 2022. TEMPO/Raymundus Rikang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sebagian pengungsi Ukraina tinggal di tempat kebugaran.

  • Pemilik pusat kebugaran mengubah sasana menjadi barak pada 25 Februari lalu.

  • Para pengungsi berharap invasi Rusia segera berakhir.

LVIV – Berbaring di atas matras busa, Visotskaya Olga bercengkerama dengan suaminya pada Rabu, 20 April 2022. Bertumpuk-tumpuk selimut dan pakaian tertata di sekitar tempat tidur mereka. Hari itu, Olga dan suaminya terhitung sudah 13 hari menjadi pengungsi di Differ Sport Lifestyle Center, pusat kebugaran di Jalan Shevchenka, Lviv. Ia mengungsi akibat invasi Rusia ke Ukraina, Februari lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olga berasal dari Kharkiv, kawasan di sebelah timur Ukraina yang menjadi palagan tentara Ukraina dan Rusia. “Distrik saya sangat hancur dan tak mungkin tinggal di sana selama konflik,” ujar perempuan berusia 55 tahun itu kepada Tempo. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tatkala artileri dan misil membombardir daerah tempat tinggalnya sejak awal Maret lalu, Olga mencari-cari barak pengungsi di Lviv. Olga, yang berprofesi sebagai guru di sekolah menengah di Kharkiv, diberi tahu para orang tua murid bahwa sebuah sasana di Lviv masih membuka aulanya untuk menampung pengungsi. Ia segera menuju ke Differ Sport dan diterima di sana. 

Di kamp pengungsi, Olga ikut menyapu dan merapikan barang-barang. Ia tinggal bersama 75 orang dari berbagai daerah yang dilanda perang, seperti Mariupol, Luhansk, dan Donetsk—kawasan sebelah timur Ukraina. Dua pekan terakhir, ia mulai aktif mengajar mata pelajaran kimia dan biologi. “Pembelajaran secara virtual,” tutur Olga. 

Olga terpaksa menggelar sekolah jarak jauh. Sebab, murid-muridnya terpencar ke berbagai wilayah di Ukraina, juga sebagai pengungsi. Dari 28 siswa di kelasnya, 13 orang pergi ke berbagai negara, seperti Jerman, Polandia, dan Republik Cek. Olga menyebutkan pembelajaran virtual belum lancar karena muridnya tak selalu komplet. 

Suasana barak pengungsi di Differ Sport Lifestyle Center, Lviv, Ukraina, 20 April 2022. TEMPO/Raymundus Rikang

Differ Sport merupakan sasana kebugaran sebelum perang berkecamuk di Ukraina. Luasnya sekitar satu kali lapangan basket. Pada pekan pertama invasi Rusia, pengelola Differ Sport menutup semua fasilitas kebugaran dan membuka seluruh aulanya untuk pengungsi. Kini sebagian alat angkat beban sudah ditata lagi di sebagian kecil ruangan. 

Bagian aula yang lebih besar masih dipenuhi dengan matras-matras busa yang berlapis selimut. Aroma di ruangan itu agak apak, yang bersumber dari tumpukan sepatu di sudut kamar. Ada salah seorang penghuni yang membawa hamster yang dikurung di kandang besi dan diletakkan di sudut ruangan bermain anak. 

Lida Rybina, administrator kamp pengungsi di Differ Sport, mengatakan pemilik pusat kebugaran mengubah sasana menjadi barak pada 25 Februari lalu. “Pemilik sasana ini ingin terlibat langsung membantu warga Ukraina yang terkena dampak perang,” kata Lida.

Menurut Lida, berbagai aktivitas bisa dikerjakan penghuni kamp dan anak-anak. Menjelang perayaan Paskah yang jatuh pada pekan ini, misalnya, Lida menggelar pelatihan menghias telur untuk anak-anak. Adapun orang tua bisa berolahraga bersama saban pagi. 

Tak mudah mengelola kamp pengungsi, terutama soal biaya. Lida bercerita, awalnya, pengelola membeli sayur dan bahan makanan sendiri lalu memasak bersama-sama pengungsi. Model ini hanya berjalan sebulan karena ongkos belanja bahan kebutuhan pokok kelewat mahal. “Sekarang kami mengandalkan bantuan relawan yang bekerja di dapur-dapur umum untuk mengirim makanan ke kamp,” kata perempuan berusia 29 tahun itu. 

Warga beraktivitas di barak pengungsi di Bronx Fitness Hub, Lviv, Ukraina, 20 April 2022. TEMPO/Raymundus Rikang

Bronx Fitness Hub, pusat kebugaran di Jalan Mykoly Pyonenka, Lviv, juga menyulap separuh bagian pusat kebugaran menjadi bilik pengungsi. Mereka tidur di ranjang susun yang berdempetan. Untuk memisahkan barak dengan sasana kebugaran, pengelola memakai kelambu berwarna biru. Seorang pengungsi membawa seekor anjing untuk tidur bersama di kasur.

Anastasiya Yumaieva, pengelola sasana itu, mengatakan Bronx menjadi kamp pengungsi sejak 26 Februari lalu atau dua hari pasca-invasi Rusia ke sejumlah kota di Ukraina. “Keputusan mengubah tempat latihan menjadi barak pengungsi merupakan sesuatu yang normal di tengah krisis,” kata Anastasiya. 

Osokina Dasha, pengungsi dari Kharkiv, mengatakan pindah ke Bronx karena ajakan kekasihnya. Di kampung halamannya, Dasha berkali-kali mendengar ledakan dan gemuruh laju tank di jalanan pada awal Maret lalu. “Saya memutuskan ke luar kota untuk menyelamatkan diri,” ujar perempuan berusia 19 tahun itu. 

Situasi itu tak membaik sampai sekarang. Dasha mendapat kabar dari tetangganya yang masih tinggal di Kharkiv bahwa ada misil yang meledak di dekat flat Dasha beberapa hari lalu. Sebagian bangunan dan jendela tempat tinggalnya rusak. 

Dasha kerasan tinggal di kamp pengungsi Bronx. Ia membantu membersihkan barak serta ikut memotong sayuran dan bahan makanan di dapur setiap hari. Pengungsi juga mendapat makanan yang enak tiga kali saban hari. Di luar itu, mereka mendapat kudapan dan sereal. Namun mereka ingin invasi Rusia ini secepatnya berakhir. “Saya ingin perang ini segera berakhir dan pulang ke rumah karena sudah rindu,” ujar Dasha.

RAYMUNDUS RIKANG (LVIV)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus