Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Nenek Hulda, saksi pertama

Ny. hulda panjaitan boru tobing, 76, sandera pertama yang dibebaskan dalam pembajakan pesawat garuda dc-9 "woyla". dari dia dapat diperkirakan jumlah pembajak. (nas)

4 April 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERUNTUNGLAH nasib Ompung (Nenek) Hulda Panjaitan boru Tobing. Apa jadinya jika ia masih berada di pesawat yang dibajak dan harus mengalami kejadian di Don Muang? Wanita kelahiran Tarutung 76 tahun yang silam itu baru saja menjenguk anaknya yang bekerja di Pelni, dan ditempatkan di P. Lombok. Dia diantar melihat-lihat ke pulau termashur di seberangnya -- Bali. Di sana ia membeli dua tongkat yang elok. Hari Kamis pekan lalu ia ke Jakarta. Setelah menginap dua hari di Jakarta, Sabtu itu ia ingin kembali ke Medan, dan naik pesawat No. 206 yang ternyata kemudian dibajak itu. Nenek Hulda, duduk di baris kedua dari depan di kelas ekonomi itu. Ia merasa tenteram, meskipun ia bepergian sendirian. Pesawat tidak penuh bahkan separuh kosong. Tapi beberapa menit setelah lepas landas dari Palembang, ia mendengar ribut-ribut di belakang. Tiba-tiba ia melihat empat orang pemuda menguasai pesawat bagian tengah dan ada yang menuju ke kokpit. Mereka bersenjata pistol dan pisau, serta "menggenggam sesuatu". Salah seorang menyuruh semua penumpang ke bagian belakang. Si nenek kaget melihat apa yang terjadi, dan berpikir, apakah telah terjadi "perang". Seorang dari pemuda itu berteriak bengis, "Jangan mencoba bergerak, nanti kepalamu saya hancurkan." Ompung Panjaitan boru Tobing hanya menangis, terus menangis. Sampai pesawat mendarat di Penang. Tenggorokan perempuan tua itu sudah kering. Ia agak kebingungan ketika seorang dari "orang itu" menyuruhnya ke luar, sambil mendorongnya. Pintu segera dibuka. Tangga diturunkan. Di ambang, seorang bertelanjang dada membantunya turun tangga. Sekitar sepi. Ia tiba-tiba takut mati dibunuh, sendirian. Tapi suara laki-laki bertelanjang dada itu, Inspektur Nasir Yang, menghiburnya. Ia segera diboncengkan sepeda motor, dan karena katanya sudah biasa tak sedikit pun canggung atau takut. Atau perasaannya haru biru. Di menara, ia dihibur, seraya ditanyai. Tak mudah mewawancarai wanita janda pegawai jawatan penerangan Tarutung ini: bahasa Indonesianya tak sebagus bahasa Bataknya. Dan meskipun pada dasarnya ia wanita yang kuat hati -- keesokan harinya ia, yang dikabarkan harus dirawat karena shock, masih bisa ketawa -- ia tak banyak bisa bercerita. Karena ia menangis, berdoa, dan bingung, lagi pula pengetahuannya tentang kekerasan dunia modern hampir nihil, ia tak memperhatikan banyak hal. Tapi dari dia agaknya dapat diperkirakan jumlah pembajak. Juga kebangsaannya. Kebanyakan orang Indonesia, bukan Batak, katanya, dan hanya seorang yang berkulit putih. Ompung menunjukkan sebuah gambar orang bermata ceruk, berkumis dan berjenggot kecil. Ia juga bercerita, bahwa ketika semua penumpang bersembahyang -- menurut keyakinan masing-masing -- seorang dari pembajak berkata, kurang-lebih, bahwa doa orang-orang itu tak akan berhasil, sebab para pembajak "di jalan yang benar". Ketika dia selamat, dan kemudian menginap di rumah pejabat Garuda Supangat, ia tetap berdoa. Tapi dengan rasa syukur. Hanya ia mengatakan, ia tak akan naik pesawat terbang lagi. Benarkah? Garuda, untuk menghiburnya, menyeberangkannya dari Penang ke Medan hari Minggu yang lalu -- dengan perlakuan kelas satu. Sepanjang jalan ia melihat ke luar, ke angkasa. Ia ingat tongkat Balinya. Tapi ia ingat juga orang-orang yang dibawa para pembajak, entah ke mana. "Mudah-mudahan mereka selamat," katanya. Doanya terkabul. Pasukan Thai dan Indonesia bersama-sama berhasil membebaskan para sandera -- tanpa korban seorang pun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus