PANGAB Jenderal L.B. Moerdani tampak kaget, tatkala Senin pagi pekan ini mendapat pertanyaan dari Rusli Desa, Wakil Ketua Komisi I DPR, di saat rapat kerja komisi itu dengan Pangab/Pangkopkamtib. Pertanyaan itu menyangkut pergantian nama Industri Pesawat Terbang Nurtanio menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara. "Apakah itu tidak akan menjadi contoh yang tidak baik kelak, setelah selama ini kita menghargai Nurtanio sebagai pahlawan?" tanya Rusli. Pangab rupanya menganggap pertanyaan itu di luar wewenangnya. "Nanti pertanyaan ini akan kami teruskan kepada yang berwenang," jawabnya. Yang berwenang menjawab, rupanya, Menteri Riset dan Teknologi B.J. Habibie. Dan itu dilakukannya Senin pagi pekan ini juga di depan sidang Komisi X yang dipimpin H.A. Wahid Qasimi. "Setelah mendengarkan penjelasan panjang lebar itu, kami menganggap soal pergantian nama Nurtanio menjadi Nusantara itu telah selesai," kata Wahid Qasimi menyampaikan kesimpulannya. Masalah pergantian nama itu belakangan memang menjadi omongan masyarakat setelah Menristek Habibie pekan lalu mengungkapkan, Presiden Soeharto menyetujui pergantian nama itu. Alasan pergantian, menurut Habibie, karena pengertian Nusantara mempunyai cakrawala yang luas. Industri Pesawat Terbang Nusantara mencerminkan hasil karya putra Indonesia sepanjang masa. "Bukan terhenti pada Nurtanio atau Habibie," kata Menristek. Pada TEMPO, Habibie juga menjelaskan "Nama pahlawan itu seharusnya dijadikan monumen, bukan untuk sebuah perusahaan multinasional ini," katanya. Pergantian nama ini agaknya membuat kaget banyak orang. Sejumlah orang, terutama dari kalangan TNI--AU, kabarnya kurang enak atas pergantian itu. "Alasan penggantian karena nama Nurtanio lebih tepat dipakai sebagai monumen, itu tidak kena. Di luar negeri banyak perusahaan sejenis yang menggunakan nama pahlawan, McDouglas misalnya," kata seorang tokoh TNI-AU. Lalu, apa sebenarnya alasan menghapus nama Nurtanio itu? Sebuah sumber mengatakan, alasannya "untuk menghindari kemungkinan adanya tuntutan -- berupa saham atau bentuk lainnya -- dari keluarga Almarhum Nurtanio." Di luar, memang ada desas-desus, entah dari mana asalnya, bahwa keluarga Nurtanio pernah meminta saham PT Nurtanio. Mengenai ini, Menristek Habibie menjawab, "Saya memang pernah dengar bahwa keluarga Nurtanio ingin minta saham. Tapi itu suara di luaran yang tidak pernah saya dapatkan secara resmi". Pada Komisi X DPR, Habibie mengungkapkan adanya surat dari Ny. Nurtanio tertanggal 18 Februari 1985 yang meminta tambahan tunjangan buat kedua anaknya. "Sebenarnya surat ini biasa saja. Hanya yang mengagetkan saya, surat ini berkop surat Nurtanio lengkap dengan simbolnya. Yang membedakannya hanya dalam kop surat itu tidak ada PT-nya. Ini yang membuat saya berpikir hampir tiga bulan, dan kemudian baru menyerahkannya kepada Presiden," tutur Habibie. Menurut dia, "Ini 'kan tidak enak, sebab IPTN ini sendiri punya negara, punya Anda-Anda. Ini akan punya dampak di kemudian hari." Habibie menjelaskan, waktu menyampaikan surat itu pada Presiden, "Saya sendiri tidak mengajukan permohonan kepada Presiden." Tapi kemudian muncul Keppres Nomor 5/1986 tertanggal 4 Februari 1986 yang mengubah IPT Nurtanio menjadi IPT Nusantara. Habibie mengakui, di samping untuk memberikan gambaran yang lebih luas industri pesawat terbang, nama baru itu juga untuk "pengamanan", karena 100 persen saham IPTN milik pemerintah. Kini perubahan nama itu sedang diproses aktanya. Habibie juga membantah kesangsian Rusli Desa, yang diajukannya lewat pertanyaan pada Pangab. "Ini bukan menyangsikan masalah kepahlawanannya. Dan sebenarnya Nurtanio sendiri masih di bawah Wiweko dalam soal keahlian penerbangan," katanya pada TEMPO. Dijelaskannya, IPTN tidak akan secara drastis mengubah logo yang selama ini dipakai. "Saya juga tidak akan mengiklankan pergantian nama ini atau membesarkannya," katanya. Benarkah keluarga Nurtanio pernah meminta saham? Keluarga Nurtanio ternyata menutup mulut. "Berdasarkan kesepakatan keluarga, untuk sementara kami belum dapat memberikan keterangan sampai pada waktu yang khusus kami tentukan kemudian," kata Bambang Aviantoro Nurtanio, putra pertama dari tiga anak Nurtanio. Namun, sebuah sumber menyangsikan adanya permintaan saham itu. "Permintaan semacam itu tidak pernah ada. Keluarga Nurtanio tidak sempat memikirkan hal itu. Malah sebetulnya mereka merasa bangga dan hormat karena dipakainya nama Nurtanio untuk industri pesawat terbang pertama di Indonesia". Sumber yang sama juga membantah keras adanya permintaan tambahan tunjangan, atau permintaan mobil dan sebagainya. "Yang selama ini diterima keluarga itu hanya tunjangan senilai tunjangan pensiun berdasar jabatan yang terakhir dipegang Almarhum Nurtanio. Lebih dari itu tidak. Artinya, tambahan khusus, seperti hadiah tidak ada." Sebuah sumber lain, yang mengenal dekat keluarga Nurtanio, juga menyangsikan. "Setahu saya mereka keluarga sederhana yang tanpa pamrih. Saya yakin permintaan saham dan sebagainya itu tidak pernah ada," katanya. Apakah dicabutnya nama Nurtanio akan mengecewakan keluarganya? "Kebanggaan keluarga tidak akan luntur walaupun namanya berganti. Karena nama baru itu 'kan juga kebanggaan bangsa Indonesia," kata sumber pertama tersebut. Bagaimanapun, pergantian nama itu sudah disahkan. Meski namanya sudah tidak dipakai dalam IPTN, jasa Nurtanio yang memang diakui sebagai salah satu perintis pembuatan pesawat terbang kita, tidak akan terhapus. Bisakah dengan nama baru pesawat buatan IPTN bisa lebih laku? Susanto Pudjomartono Laporan Musthafa Helmy & Moebanoe Moera (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini