Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Advokat senior O.C. Kaligis mengatakan proses hak angket untuk memakzulkan presiden bisa berlangsung sekitar dua tahun. Proses angket tersebut bakal berlangsung panjang karena perlu pembentukan panitia, penyelidikan, hingga rapat-rapat yang memakan waktu sekitar enam bulan. “Prosesnya cukup panjang dan harus memenuhi syarat berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2014,” kata Kaligis, Kamis, 7 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun UU 17/2014 merupakan undang-undang tentang Majelis Permusyawaran Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Permohonan hak angket, kata Kaligis, harus lengkap mulai dari nama pengusul, disebut sebagai keanggotaan panitia angket hingga disertai nomor anggota dan fraksi. “Bila peserta di bawah 50 persen, maka hak angket tidak diteruskan,” tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain syarat administrasi tersebut, kata dia, yang menjadi tantangan saat hak angket bergulir adalah pembuktiannya. Pembuktian itu akan menjadi tahapan krusial, serta melibatkan saksi fakta dan analisis mendalam mengenai kelembagaan dan kewenangan.
Kaligis memahami wacana angket ini menggelinding karena adanya kekecawaan atas pencalonan Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden Prabowo Subianto. Putra sulung Presiden Joko Widodo itu bisa menjadi calon wakil presiden setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang dianggap melanggar etik, karena diputuskan oleh Ketua MK Anwar Usman yang merupakan paman Gibran.
Adapun Gibran kini berpeluang besar menjadi wakil presiden. Hasil hitung sementara Pemilihan Presiden 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum, suara pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran di atas 50 persen.
Saat hak angket ini bergulir, kata dia, partai pendukung pasangan Prabowo-Gibran mesti didengar keterangannya. Terutama soal pertimbangan mereka memilih Gibran menjadi calon wakil presiden untuk mendampingi Prabowo.
“Tapi, jika Presiden Jokowi dapat membuktikan bahwa putusan MK yang meloloskan Gibran, sama sekali di luar campur tangan beliau, maka tuduhan bahwa Presiden Jokowi mencampuri putusan MK Nomor 90, gugur,” ujarnya. “Prabowo pun pasti bisa memberi keterangan di persidangan MK, mengapa pilihannya jatuh ke Gibran, pilihan mana disetujui oleh para partai pendukung Paslon nomor dua.”
Di samping itu, Kaligis justru melihat ada upaya memakzulkan presiden lewat memobilisasi massa, yang memungkinkan terjadi keos hingga huru hara untuk menggugurkan kemenangan Prabowo. Dengan adanya demo secara terus menerus kelompok lawan Prabowo-Gibran bisa memberi label pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut dua itu curang. “Karena yang mereka harapkan dalam usaha meng-impeach (memakzulkan) Jokowi, adalah melalui pengerahan massa,” ujarnya.
Menurut dia, kelompok lawan yang tidak puas dengan kemenangan Prabowo-Gibran itu kemungkinan akan memobilisasi massa dan menguasai media untuk mencapai tujuan mereka memakzulkan presiden lewat hak angket dengan isu kecurangan pemilu.
Padahal, kata Kaligis, partai yang menggulirkan hak angket itu menjadi pemenang pemilu baik versi hitung cepat maupun real count KPU. “Apakah urutan nomor satu yang diraih PDIP untuk Pileg yang juga memakai quick and real count sama dengan Pilpres adalah murni Pilleg jujur tanpa cacat?,” ujarnya.
“Seandainya pasangan nomor 01 atau 03 keluar sebagai pemenang, maka gerakan hak angket pasti tidak terjadi.” Adapun pasangan nomor urut 01 adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Sedangkan pasangan nomor urut 03 adalah Ganjar Pranowo dan Mahfud Md. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan merupakan pengusung pasangan Ganjar-Mahfud.
Pilihan editor: Penjelasan Deddy Sitorus PDIP Soal Video Viral Hampir Baku Hantam dengan Noel Ebenezer