HIDUP di tengah berjuta manusia yang serbapapa seperti di Negeri Cina, ada saja akal orang untuk masuk koran. Pemantiknya adalah sebuah restoran di Guangzhou, yang memperkenalkan hidangan berbumbu emas 24 karat. Dan sejak dilansir sebulan silam, sudah 100 meja yang terjual. Tarif untuk satu meja hanya 3.980 yuan US$ 1.127 atau Rp 2 juta lebih. Dengan jumlah itu sekali makan, para tamu dapat menikmati hidangan tiram, sirip hiu, daging buaya, dan remis yang disepuh emas perada. Sebotol alkohol impor juga tersedia. Dan hebatnya, itu disebutkan cuma-cuma. Atau bisa juga melakukan pesanan a la carte, atau pesanan lepas-lepas. Misalnya, untuk hidangan golden unicorn beancurd, tarifnya cuma 168 yuan. Menurut manajer restoran itu, seperti dikutip koran setempat, Wen Hui Bao, orang Jepang telah menyantap hidangan semacam golden banquets itu selama dua atau tiga dasawarsa. Adapun tujuan restorannya menyajikan hidangan superwah tadi ialah: ''Untuk mengembangkan budaya masakan Cina, dan tidak membiarkan cuma Jepang yang memonopolinya,'' kata sang manajer yang tak disebutkan namanya. Adanya orang doyan makan emas ini di Negeri Cina segera mengundang heboh, tulis harian South China Morning Post, awal Agustus lampau. Terutama dari kalangan jelata. Mereka geregetan terhadap gaya ongas alias congkak tidak berkeruncingan dari segelintir orang kaya baru itu. Sebuah komentar dalam laporan itu menyebut kesukaan makan emas adalah sebuah fenomenon. Ini merupakan cara abnormal dalam mendapatkan kepuasan. ''Di satu pihak mereka mengguyur emas dengan alkohol. Di lain pihak banyak orang cuma kebagian jadi tukang cuci piringnya, atau sama sekali tidak punya makanan atau pakaian,'' katanya. Gawat juga rupanya menjadi orang kaya baru. Bisa mabuk. Atau bingung setelah bermandi uang. Sampai-sampai emas bukan lagi sekadar komoditi niaga atau perhiasan seperti gelang tangan, tapi juga mau dijadikan hiasan si cacing gelang di dalam perut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini