NASKAH pidato sudah habis dibaca, tapi Menlu Mochtar
Kusumaatmadja terus berbicara tanpa teks. Acaranya serah terima
jabatan Dirjen Politik Deplu dari Suryono Darusman (60 tahun)
kepada Chaidir Anwar Sani (61 tahun) Sabtu pagi lalu. "Mungkin
ada yang bertanya, kenapa orang tua itu yang diangkat," kata
Menlu. Jawabnya kemudian menjelaskan: peremajaan memang
direncanakan akan dijalankan di Deplu. Ada orang yang lebih muda
yang sudah dicalonkan, tapi ternyata ia diperlukan di tempat
lain. Hingga untuk sementara tidak ada pilihan lain kecuali
mengangkat seorang yang sudah berpengalaman seperti Anwar Sani.
Jabatan Dirjen Politik memang bukan hal baru buat Anwar Sani. Ia
pernah memegang jabatan ini sekitar 10 tahun lalu. Dikenal
sebagai diplomat kawakan yang pintar, jabatan terakhir Sani
adalah di New York sebagai Kepala Perwakilan Indonesia di PBB.
"Saat ini tidak ada orang yang lebih tepat dari dia sebagai
Dirjen Politik," kata Suryono mengenai orang yang
menggantikannya.
Suryono sendiri yang 3 tahun menjabat Dirjen Politik sempat
mewariskan "Memorandum Serah Terima Jabatan" setebal sekitar 200
halaman untuk Sani. Isinya hal-hal yang sedang ditangani dan
berbagai keadaan dunia hingga bisa dilanjutkan oleh pejabat yang
baru. Memorandum semacam ini memang sebelumnya belum pernah ada
dan Suryono ingin ini dikembangkan menjadi kebiasaan.
Mencari orang yang tepat untuk menjabat Dirjen Politik ternyata
bukan hal yang gampang. Diren Politik secara tidak resmi
dianggap sebagai Wakil Menlu di bidang politik. Alex Alatas,
yang kabarnya dicalonkan untuk jabatan ini tahun lalu ditarik
Wapres Adam Malik sebagai Sekretarisnya. Mungkin sekali dialah
dimaksud Mochtar "orang muda yang ternyata diperlukan di tempat
lain." Hingga konon di Deplu sempat terjadi "klik-klikan" untuk
mendukung calon masing-masing. Mungkin itu alasannya hingga
Menlu Mochtar dalam upacara itu memperingatkan: "Saya tidak
ingin terjadi macam-macamlah di Deplu."
Menlu yang menyebut dirinya "orang luar yang ditempatkan di
sini," sempat juga bercerita bahwa sejak menjabat profesor di
Universitas Pajajaran juga sebagai Menteri Kehakiman, ia dikenal
sebagai orang yang lebih keras bersikap pada orang yang dekat
dengan dirinya atau keluarganya. "Karena itu mereka tidak mau
dekat dengan saya," katanya Agaknya Prof. Mochtar yang telah
setahun menjabat Menlu merasa telah tiba waktunya untuk
menegaskan sikapnya pada para karyawan teras Deplu.
Tapi adanya "klik" di Deplu dibantah seorang pejabat tinggi.
"Saya tidak pernah mengalaminya. Atau paling tidak, saya tidak
pernah didekati untuk mendukung seseorang."
Anwar Sani sendiri ternyata sudah dihubungi sejak 6 bulan lalu.
"Mula-mula saya ragu-ragu, sebab mengingat usia yang sudah
lanjut, saya ingin istirahat," katanya Minggu petang di hotel
Sahid Jaya. "Selain itu juga karena saya menginginkan
peremajaan. Itu prinsip saya," tambahnya. Akhirnya ia bersedia,
sebab cukup banyak pendapat di Deplu yang menghendakinya.
Ia menduga, pemilihan terhadap dirinya bukan tanpa alasan.
"Barangkali karena kompleksnya masalah politik luar negeri yang
kita hadapi, Menlu akan lebih tenang bila mendapat pembantu yang
berpengalaman," katanya. Itu tak berarti ia ingin bercokol
terus. Dalam 2-3 tahun ini ia akan mempersiapkan 2 atau 3 kader
muda sebagai penggantinya kelak.
Beranak 6 orang, Sani yang berambut putih itu tampaknya
menyadari betul perlunya peremajaan. "Kita harus secara sadar
mempersiapkan kader-kader itu," ujarnya lagi. Menurutnya,
seorang Dirjen Pol harus sudah diganti bila sudah berdinas 3
sampai 4 tahun. "Lebih dari itu, ia tidak lagi dapat memberikan
gagasan-gagasan yang segar. Padahal ide-ide segar selalu
dibutuhkan," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini