Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bongkar-Pasang Koalisi demi Pilkada

Koalisi partai politik saat pemilihan presiden bisa berubah saat pemilihan kepala daerah. Daerah punya agenda politik sendiri.

16 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas membawa bendera partai-partai politik peserta Pemilu 2024 dalam kirab Kampanye Pemilu Damai di Jalan Imam Bonjol, Jakarta, 27 November 2023. ANTARA/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Koalisi partai politik saat pilkada tidak selalu saklek sejalan dengan koalisi di tingkat nasional.

  • Pilkada serentak bakal digelar pada 27 November 2024.

  • Dukung-mendukung koalisi berbasis pada kepentingan partai politik di daerah.

SEJUMLAH pengamat politik menilai koalisi partai politik di daerah tidak selalu saklek sejalan dengan koalisi di tingkat nasional. Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, partai politik yang bersaing di tingkat nasional saat perhelatan pemilihan presiden bisa saja berkoalisi saat pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau pilkada. “Pilkada berbeda dengan pemilihan tingkat nasional. Partai bisa bersikap keras berseberangan di tingkat nasional. Namun, saat di tingkat bawah, ya, berkoalisi,” ujar Ray saat dihubungi Tempo pada Senin, 15 April lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengurus partai politik menandatangani Deklarasi Pemilu Damai Tahun 2024 di Polresta Bogor Kota, Jalan Kapten Muslihat, Kota Bogor, Jawa Barat, 15 Agustus 2023. ANTARA/Arif Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ray mencontohkan pilkada DKI Jakarta pada 2017. Partai Keadilan Sejahtera bersama Partai Gerindra saat itu mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Adapun Partai NasDem mengusung pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Hanura.

Dalam pilpres 2024, NasDem bersama PKS dan Partai Kebangkitan Bangsa bergabung membentuk Koalisi Perubahan. Koalisi ini mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Terdapat dua koalisi lain. Koalisi Indonesia Maju, yang terdiri atas Gerindra, Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Demokrat, mengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Gabungan partai PDIP dan Partai Persatuan Pembangunan mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud Md. 

Ray menegaskan, berbagai kemungkinan koalisi partai politik bisa terjadi dalam pilkada dan tak melulu sejalan dengan koalisi tingkat nasional. Bahkan, kata dia, koalisi di tingkat nasional yang sudah diteken hitam di atas putih pun, begitu sampai ke tingkat pilkada, bisa berubah atau berhenti di tengah jalan. “Daerah memiliki kepentingan politik yang berbeda dengan desain koalisi tingkat nasional,” ujar Ray.

Pilkada serentak bakal digelar pada 27 November 2024. Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan jadwal pelaksanaan pilkada. Salah satu jadwal tersebut adalah pengumuman pendaftaran pasangan calon ditetapkan pada 24-26 Agustus 2024. Adapun pendaftaran pasangan calon digelar pada 27-29 Agustus 2024. Total daerah yang akan menggelar pilkada serentak 2024 sebanyak 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. 

Ray menuturkan koalisi partai politik bisa cair terjadi di daerah dengan basis pemilih yang kental, misalnya di Jawa Tengah. Dia mengatakan Jawa Tengah, yang disebut sebagai “kandang banteng” atau basis PDIP, diprediksi tidak terpengaruh oleh sentimen politik yang terjadi selama pilpres 2024.

Dalam pilkada Jawa Tengah nantinya, kata Ray, bisa saja PDIP berkoalisi dengan Gerindra atau Golkar. Menurut dia, tidak relevan membaca koalisi tingkat nasional dengan koalisi tingkat lokal. Selain itu, tidak akan ada efek antara koalisi di tingkat nasional dan koalisi di tingkat daerah. 

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, mengatakan selalu ada kemungkinan koalisi nasional bisa berlanjut atau tidak dalam pilkada serentak nantinya. Dia menilai semua itu bergantung pada peta politik di tiap daerah sehingga koalisi dalam pilkada akan berjalan pragmatis.

Dia mengatakan kawan dan lawan partai politik dalam pilpres bisa jadi berbeda dengan kawan atau lawan politik saat pilkada. “Sifatnya pragmatis saja. Dukung-mendukung koalisi berbasis pada kepentingan di daerah itu,” ujar Ujang saat dihubungi, kemarin.

Menurut Ujang, partai politik tentu akan rugi apabila memaksakan koalisi tingkat nasional pada koalisi daerah. Sebab, kata dia, kondisi politik di tiap daerah berbeda. Dengan begitu, langkah pragmatis partai akan menentukan peta politik dalam pilkada nanti.

Namun organisasi relawan Pro-Jokowi atau Projo mengklaim pilkada 2024, terutama di DKI Jakarta, bakal menjadi ajang konsolidasi bagi Koalisi Indonesia Maju. Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat Projo Panel Barus yakin partai politik yang menjadi rival Koalisi Indonesia Maju, seperti PDIP, PKS, dan NasDem, diprediksi mengusung nama calon kepala daerah yang menentang pemerintahan Prabowo-Gibran. “Apakah PKS, PDIP, dan NasDem akan menciptakan sikap politik yang berbeda terhadap pemerintah pusat dalam pilkada Jakarta? Kita lihat saja nanti,” kata Panel lewat keterangan tertulisnya, Senin, 15 April lalu.

Pasangan Prabowo-Gibran, berdasarkan hasil penghitungan KPU, memenangi pilpres 2024 dengan raihan 58 persen suara. Kendati begitu, pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengajukan sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Sidang sengketa tersebut akan diputus pada 22 April mendatang. 

Penghitungan suara pilkada Kota Depok di TPS 69, Depok, Jawa Barat, 2020. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

Partai Mencari Mitra Koalisi 

Hingga kini, partai politik tampaknya masih meraba-raba mencari mitra koalisi dalam pilkada serentak. PKS, misalnya, tidak menutup pintu untuk membuka kerja sama politik dengan partai di luar Koalisi Perubahan yang mengusung Anies-Muhaimin dalam pilpres. Juru bicara PKS, Ahmad Mabruri, mengatakan partainya masih terus menjalin komunikasi dengan partai lain secara informal. “Komunikasi dengan semua partai terus dijajaki,” ujar Mabruri saat dihubungi, kemarin.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKS DKI Jakarta Khoirudin membenarkan bahwa partainya menjalin komunikasi dengan partai di luar Koalisi Perubahan untuk pilkada DKI Jakarta. Namun dia enggan menyebutkan partai mana yang sudah didekati PKS. “Masih tahap awal, baru sekadar silaturahmi,” kata Khoirudin. 

Pada Maret lalu, pengurus wilayah DKI Jakarta dari tiga partai, yakni PKS, NasDem, dan PKB, sepakat melanjutkan Koalisi Perubahan ke tingkat daerah. Mereka menyatakan bersepakat dalam pertemuan pada 15 Maret lalu di NasDem Tower, Jakarta Pusat. Saat itu Khoirudin mengatakan ketiga partai tersebut bersepakat tetap berkoalisi untuk pilkada DKI Jakarta 2024. 

Dalam perkembangannya, Khoirudin mengatakan, kelanjutan kesepakatan tersebut masih sangat dinamis dan bisa dikomunikasikan. Dia mengklaim semangat Koalisi Perubahan masih kokoh. PKS baru memasukkan dua usulan nama untuk kandidat calon Gubernur DKI Jakarta, yakni mantan Presiden PKS, Sohibul Iman, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Mardani Ali Sera.

Setali tiga uang dengan PKS, Golkar membuka kesempatan bagi partai lain di luar Koalisi Indonesia Maju dalam pilkada serentak nanti. Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono mengatakan partai berlambang pohon beringin ini akan berkomunikasi dengan semua partai dalam pilkada DKI Jakarta 2024. “Nanti pada waktunya akan ada penjajakan dengan partai lain,” kata Dave saat dihubungi pada Kamis lalu.

Golkar saat ini memberikan surat tugas kepada tiga nama untuk maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2024. Ketiga nama itu adalah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil; mantan Bupati Tangerang, Ahmad Zaki; dan pengusaha Erwin Aksa. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan Gerindra juga memberikan surat rekomendasi kepada Ridwan Kamil untuk maju dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta.

Tak hanya untuk pilkada DKI Jakarta. Golkar, dalam pilkada Jawa Barat, membuka peluang kerja sama dengan partai non-koalisi pilpres 2024. Ketua DPP Golkar Jawa Barat Ace Hasan Syadzily mengatakan peluang kerja sama dengan PDIP bisa saja terjadi. “Semua bergantung pada pendekatan yang dilakukan partai menjelang pelaksanaan pilkada,” kata Ace dalam keterangannya kepada Tempo seusai acara pengarahan calon kepala daerah di kantor DPP Golkar, Jakarta, pada Sabtu lalu.

Ace menegaskan, Golkar akan berfokus melakukan survei lebih dulu. Survei tersebut bertujuan mengetahui elektabilitas dan kekuatan calon di daerah. Setelah survei, Golkar baru akan menetapkan calon yang akan diusung beserta partai yang bakal diajak berkoalisi.

Dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan partainya juga membuka opsi berkoalisi dengan Gerindra dan Golkar dalam pilkada 2024. Menurut Hasto, dinamika politik yang berbeda di tingkat nasional dengan di daerah membuka peluang kerja sama politik dengan partai di luar koalisi. “Pilkada itu perspektifnya lebih ke lokal sehingga kerja sama memang dimungkinkan dengan Gerindra, dengan Golkar,” kata Hasto pada akhir Maret lalu.

PKB pun membuka penjajakan dengan partai di luar Koalisi Perubahan untuk pilkada Jawa Tengah. Ketua DPP PKB Yanuar Prihatin memastikan komunikasi politik terus dilakukan dengan partai-partai lain untuk mencapai kesepahaman. Ia menuturkan PKB terbuka dengan semua partai, termasuk Golkar dan Gerindra yang menempati urutan ketiga dalam pemilihan legislatif untuk daerah Jawa Tengah. “Pada waktunya pasti akan diumumkan siapa mitra koalisi PKB untuk pilkada Jawa Tengah 2024. Semuanya sangat mungkin berkoalisi,” ujar Yanuar.

PKB mengusung Yusuf Chudlori alias Gus Yusuf dalam pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2024. Yanuar menilai Gus Yusuf sebagai figur yang cukup dikenal masyarakat luas di Jawa Tengah, khususnya di kalangan nahdliyin, serta dianggap memiliki jaringan yang luas, tak hanya terbatas di kalangan santri.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Andi Adam Faturahman, Hendrik Yaputra, Sultan Abdurrahman, dan Yohanes Maharso Joharsoyo berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus