Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Peluru untuk Penggali Sumur

Susno Duadji diduga menerima suap dan melanggar kode etik. Kasus baru tengah disiapkan untuk menjeratnya. Kenapa kepolisian ragu menangkapnya?

10 Mei 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DITUNGGU di Markas Besar Kepolisian Negara, Kamis pagi pekan lalu, Komisaris Jenderal Susno Duadji hanya mengirim beberapa kuasa hukumnya. Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal ini sedianya hendak diperiksa tim yang dibentuk khusus oleh Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso Danuri buat menyelisik praktek makelar kasus di institusi itu.

Susno, yang oleh rekan-rekan seangkatannya di Akademi Kepolisian dipanggil ”Densus”, tampaknya sedang siaga satu. Kepada penyidik, Sjahril Djohan, satu dari tujuh tersangka kasus makelar perkara ini, mengaku pernah mengantar uang Rp 500 juta ke rumah Susno di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan. ”Kami tidak ingin dijebak,” kata Henry Yosodiningrat, kuasa hukum Susno. Henry curiga, jika memenuhi panggilan itu, Susno bakal langsung ditahan.

Kamis pagi itu, hanya tim pengacara yang datang ke Markas Besar Kepolisian. Mereka menemui Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi untuk mempersoalkan keganjilan surat pemanggilan yang tidak menyebutkan nama tersangka. Di situ tertulis, Susno akan diperiksa dalam kasus PT Salmah Arowana Lestari, perusahaan ternak ikan arwana di Riau.

Berkelit dari Trunojoyo, alamat Markas Besar Kepolisian, Susno pergi menemui media massa. Bersama sepuluh orang kuasa hukumnya, ia menggelar jumpa pers di Dieng Room, Hotel Kartika Chandra, Jakarta. Henry Yosodiningrat mengatakan mendapat ”bocoran dari orang dalam” yang menyebutkan Susno akan dijadikan tersangka dan langsung ditahan. ”Informasi ini A1,” kata Henry.

Sumber Tempo di kepolisian membenarkan soal itu. ”Malah surat perintah penangkapan dan surat perintah penahanan sudah diketik,” katanya.

Keputusan soal status tersangka Susno dibahas para petinggi Trunojoyo. Mereka bahkan telah membuat sejumlah skenario soal dampak penetapan Susno sebagai tersangka itu. Para petinggi kepolisian khawatir Susno bakal jadi pahlawan jika jadi tersangka.

Skenario lain disiapkan. Menurut sumber yang sama, para petinggi kepolisian memutuskan status tersangka akan ditetapkan setelah persidangan satu dari tujuh tersangka berkas perkara yang membebaskan Gayus Halomoan Tambunan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki rekening Rp 28 miliar. Tujuannya agar indikasi keterlibatan Susno dalam permainan makelar kasus di markas polisi bisa terungkap. Sebagai gantinya, ”Diputuskan untuk menggelar sidang kode etik terhadap Komisaris Polisi Arafat,” katanya.

Susno mencium bau tak sedap di balik persidangan Arafat. Katanya, sidang kode etik Komisaris Polisi M. Arafat Enanie seperti sengaja diarahkan untuk membuka sejumlah boroknya ke publik.

l l l

KOMISARIS Polisi Arafat Enanie bernyanyi nyaring. Duduk sebagai terdakwa dalam sidang perdana pelanggaran kode etik yang digelar di Gedung Transnational Crime Coordination Center, Markas Besar Kepolisian, Rabu pekan lalu, penyidik muda Direktorat II Ekonomi Khusus Kepolisian ini blakblakan menuding keterlibatan sejumlah pejabat teras kepolisian.

Berpakaian lengkap sebagai anggota Polri, Arafat duduk di kursi pesakitan. Ia didakwa menerima suap motor besar Harley-Davidson senilai Rp 400 juta dari Gayus Tambunan. Dalam sidang terbuka itu, ia menuturkan secara detail proses penyidikan yang dilakukan terhadap Gayus.

Susno, menurut Arafat, pernah memanggilnya dan meminta jangan terlalu banyak saksi yang diperiksa dalam kasus Gayus. ”Cukup tiga-empat orang saja,” ujarnya menirukan Susno.

Pemimpin sidang kode etik Brigadir Jenderal Bambang Eko menyambar pernyataan Arafat. ”Permintaan itu apa artinya?” katanya. Arafat menjawab, permintaan Susno itu bertujuan supaya pemberkasan kasus Gayus tidak sempurna. Menurut dia, permintaan itu tidak lazim karena dalam penyidikan kejahatan pencucian uang biasanya banyak saksi yang dilibatkan.

Arafat juga menuding tiga jenderal yang pernah menjadi komandannya. Bukan hanya bekas Direktur II Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Brigadir Jenderal Edmon Ilyas dan Direktur II Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Raja Erizman, Ito Sumardi juga dituding Arafat telah kecipratan uang Gayus.

Bantahan atas pernyataan Arafat datang dari pelbagai penjuru. Edmon mengaku tidak pernah mengenal Haposan, pengacara Gayus, dan tidak menerima uang suap. ”Arafat itu ngarang saja,” katanya. Demikian juga dengan Raja, yang mengaku bingung soal namanya yang ikut disebut Arafat. ”Saya tidak mengerti apa maksudnya.”

Susno menilai Arafat sedang ketakutan sehingga berusaha menarik banyak orang agar bisa terlibat dalam perkara yang membelitnya. ”Ini teori buang handuk,” katanya. Wakil Kepala Divisi Humas Polri Zainuri Lubis mengatakan instansinya tidak begitu saja percaya dengan nyanyian Arafat. ”Kami masih harus mendengar keterangan saksi yang lain,” katanya.

l l l

DUA tuduhan diarahkan kepada Susno Duadji. Lelaki kelahiran Pagar Alam, Sumatera Selatan, itu dituduh melakukan pembiaran dalam penyelewengan pada proses penyidikan kasus Gayus. Tuduhan lain: ia diduga menerima aliran dana dalam kasus Salmah Arowana.

Seorang perwira tinggi di Trunojoyo membisikkan, satu peluru lain juga siap dibidikkan ke arah Susno. ”Aliran dana dari pengacara Johnny Situwanda yang masuk ke rekening Susno sedang diusut,” katanya.

Dana dari Johnny terungkap dalam hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Johnny disebut-sebut mengirim duit ke rekening Susno. Dikirim dalam beberapa transaksi, total duit yang ditransfer Rp 6 miliar. Salah satu transaksi berjumlah Rp 1,525 miliar dari rekening Johnny di BCA. Ada pula pengiriman dari Bank Mandiri Rp 1,1 miliar. Selain itu, uang ditransfer dari beberapa bank lain (Tempo, 5-11 April 2010).

Kepada Tempo, baik Johnny maupun Susno telah berulang kali membantah soal aliran dana ini. ”Itu semua transaksi perdata,” kata Susno.

Namun perwira tinggi polisi tadi mengatakan, awal pekan lalu, empat orang penyidik dari tim khusus telah diberangkatkan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat. Mereka diminta menelusuri dua transaksi dari Johnny ke rekening Susno.

Kasus ini diduga berkaitan dengan sengketa antar-investor pembangunan kawasan wisata terpadu yang berbatasan dengan Observatorium Bosscha, Lembang, 15 kilometer sebelah utara Bandung. Budi Tosin Zakaria, dalam salinan surat tanda bukti lapor ke Kepolisian Daerah Jawa Barat, yang saat itu dipimpin Susno, pada 29 Februari 2008, menyebutkan dia selaku Direktur PT Baru Adjak telah dirugikan oleh mitra usahanya, PT Bintang Mentari Perkasa.

Budi Tosin menjelaskan, semula perusahaannya mengajukan perubahan status kepemilikan tanah seluas 62 hektare dari hak guna usaha menjadi hak guna bangunan. ”Namun, setelah menjadi sertifikat, ternyata bukan atas nama Baru Adjak, tetapi menjadi Bintang Mentari Perkasa,” katanya dalam laporan tersebut.

Tujuh bulan setelah laporannya masuk, Budi dipanggil Direktorat Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Barat. Alih-alih menjadi saksi pelapor, ia ditetapkan sebagai tersangka. Dari sinilah tersiar kabar Kho Ing Tjiok alias Sudibyo merupakan pemilik Bintang Mentari Perkasa. Ia memerintahkan pengiriman dana ke Johnny, yang belakangan masuk ke rekening Susno.

Farhat Abbas, bekas kuasa hukum Budi Tosin, membenarkan rangkaian kasus sengketa Baru Adjak dengan Bintang Mentari Perkasa. ”Benar Kho Ing Tjiok itu pemilik Bintang Mentari Perkasa,” katanya. ”Dia pengusaha besi di Semarang.”

Juru bicara Markas Besar Kepolisian, Inspektur Jenderal Edward Aritonang, membenarkan penyidik Polri sudah mengendus soal aliran dana dari Johnny. ”Yang sudah dimuat tentang Johnny akan segera muncul,” ujarnya. ”Mungkin ada makelar kasus lagi.”

Adapun Susno mengaku tidak khawatir soal aliran dana yang masuk ke rekeningnya itu. ”Silakan saja diungkap. Kenapa takut?” katanya Kamis pekan lalu. Dia malah menanggapi tudingan tersebut dengan geli. ”Saya ini pernah jadi Wakil Ketua PPATK. Masak, saya tukang gali sumur mau kecemplung ke sumur.”

Susno memang tidak berubah. ”Saya menikmati ini,” katanya. Dia mengaku berat badannya naik hingga 10 kilogram setelah kasusnya meledak. Rabu pekan lalu, dia melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atas tindakan Markas Besar Kepolisian melarang kepergiannya ke Singapura pada 12 April lalu.

Jumat pekan lalu, surat pemanggilan kedua kepada Susno sudah dilayangkan. Ia akan diperiksa Senin ini. Ia belum bisa memastikan apakah akan datang memenuhi panggilan. ”Kami masih akan melihat format surat pemanggilannya seperti apa,” kata Henry Yosodiningrat.

Markas Besar Kepolisian mengambil sikap keras. Kepala Kepolisian Bambang Hendarso Danuri menyatakan penyidik bisa menjemput paksa Susno jika kembali mangkir.

Setri Yasra, Cornila Desyana, Ratnaning Asih

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus