Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARA reserse kepolisian itu bernyanyi riang, wajahnya berseri-seri. Lagu Selamat Ulang Tahun dinyanyikan. Komisaris Besar M. Iriawan, Wakil Direktur I Kejahatan Transnasional Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI, yang akhir Maret itu berulang tahun, mengumbar senyum.
Bukan sekadar merayakan ulang tahun, para polisi itu gembira karena berhasil menuntaskan misi: menjemput Gayus Halomoan Tambunan. Pegawai Direktorat Pajak itu lari ke Singapura setelah rekening miliknya yang berisi Rp 28 miliar membuat heboh Tanah Air. Iriawan memimpin tim kepolisian yang memburunya ke Negeri Singa.
Perayaan ulang tahun itu merupakan penutup dari video rekaman berdurasi 53 menit. Dibuat untuk dokumentasi kepolisian dalam mengejar Gayus, potongan video itu beredar luas pekan lalu. Sebagian ditayangkan stasiun televisi. Tempo memperolehnya dari seorang polisi, dari versi yang tampak disusun secara kronologis. ”Itu rekaman yang diambil rahasia buat dokumentasi internal kepolisian,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi pekan lalu.
Di ujung video itu pula terlihat pembuat rekaman. Dia seorang pria kekar, berambut cepak, dan bermata agak sipit. Anggota tim Iriawan ini menenteng handycam. Bersamanya, lelaki kurus, berambut ikal, dan bermata sayu serta berwajah India, menenteng kamera foto.
Tim Iriawan berangkat ke Singapura setelah mengetahui Gayus ada di negara itu. Mereka lebih dulu melacak telepon seluler pegawai golongan IIIa itu. Pada saat yang sama, dua anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Denny Indrayana dan Mas Achmad Santosa, berangkat ke negara yang sama. Walhasil, tim Iriawan juga membuntuti dua orang ini.
Di pusat jajanan Lucky Plaza, 304 Orchard Road, Singapura, mereka diam-diam memotret dan merekam Denny dan Achmad Santosa. Dua anggota Satuan Tugas itu mengenakan topi, bicara dengan Gayus yang mengenakan kaus, celana pendek, dan tas selempang. Kepada pers setelah peristiwa itu, Achmad Santosa mengatakan bersama Denny tak sengaja bertemu dengan Gayus.
Kepada Tempo, pekan lalu, Achmad Santosa mengatakan tak tahu pembicaraan dengan Gayus itu direkam tim kepolisian. Ia menyebutkan, mengobrol serius dua jam dengan Gayus yang terus-menerus meminta perlindungan dan kekebalan hukum jika ia pulang. ”Memang kami merasa ada yang mengikuti,” ujarnya.
Achmad Santosa mengatakan menghubungi Komisaris Jenderal Ito Sumar-di, menyampaikan informasi telah bertemu dengan Gayus. Namun, katanya, yang muncul tak lama kemudian justru Komisaris Besar Iriawan. Akhirnya, Achmad Santosa, Denny, dan Iwan mengawal Gayus kembali ke tempatnya menginap, Hotel Meritus Mandarin. Rombongan ini tetap direkam dari kejauhan.
Lalu, tiba-tiba, rekaman pindah ke Hotel Singapore Marriott. Dalam gambar tampak Gayus berbincang-bincang santai dengan tim kepolisian. Sesekali ia tertawa lepas. Selain Iwan, Denny, dan Ahmad Santosa, tampak Ito Sumardi dan Kepala Detasemen Khusus 88 Antiteror Komisaris Besar Tito Karnavian.
Rekaman berlanjut ke pembicaraan antara Gayus dan Ito di Hotel Meritus, potongan-potongan perjalanan menuju Bandara Changi, serta perjalanan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Markas Besar Polri. Di awal video ada pula pertemuan Ito dan timnya dengan personel kepolisian Singapura dan Internal Security Department negara itu.
Pada satu bagian rekaman, terjadi percakapan.
Ito: Gayus sekarang seolah-olah sudah kayak penjahat kelas A saja.
Gayus: Padahal cuma pegawai kelas IIIa, ha-ha-ha....
Ito: Kalau mau alihkan bola isu ini harus ada lagi yang diangkat.
Gayus: Sudah banyak bola-bola saya. Kalau naikin Bakrie enggak apa-apa, ya Pak?
Ito: Ah, enggak apa-apa. Bagus.
Gayus: Ya, biar bapak-bapak, kan, lebih mantap juga.
Di hadapan Ito Sumardi, Gayus bernyanyi. Selain soal perusahaan Bakrie tempat ia mengaku menjadi perencana pajak, Gayus menyebut peran pengacara Haposan Hutagalung. Pengacara itu memakelari kasus hukumnya hingga pengadilan memberi vonis bebas.
Semua pengakuan di kamar Hotel Meritus Mandarin itu terekam handycam yang ditaruh di seberang meja tempat Gayus bicara dengan Ito dan Iwan. Agaknya Gayus tak sadar kamera itu menyala. Selama hampir setengah jam, rekaman menunjukkan perubahan suasana hati Gayus. Dari semula lesu, ia kemudian bisa tertawa lepas. Titik baliknya saat Ito memenuhi permintaan Gayus agar istrinya, Meliana Anggraeni, tidak ditahan.
Ito menceritakan, Rabu pagi, 31 Maret lalu, Gayus kembali bimbang setelah malamnya bersedia dibujuk pulang ke Indonesia oleh Denny dan Achmad Santosa. Pria berusia 30 tahun itu datang bersama istri dan anaknya ke kamar pengintaian polisi, tepat di sebelah kamarnya, untuk meminta jaminan kepada Ito.
Saat itu Ito mengiyakan permintaan Meliana untuk tinggal di rumah di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pengamanan polisi pun akan diberikan. Ito menuliskan nomor telepon selulernya di atas secarik kertas yang, menurut dia, bisa dihubungi 24 jam sembari berpesan, ”Nanti kalau ada yang telepon dari siapa pun, termasuk Satgas, Bu Gayus jangan berkomentar. Takut nanti dipolitisasi.”
Puas dengan janji itu, Meliana mencium tangan Ito dan pamit. Tapi Gayus rupanya belum sampai kata akhir. Setelah mengobrol ngalor-ngidul soal Komisaris Jenderal Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal, yang pertama kali membongkar makelar kasus ini, Gayus setengah berbisik bicara kepada Ito:
+ Pak, yang itu bagaimana, soalnya istri saya membutuhkan itu.
- Yang di Bank Mandiri?
+ Iya, Pak, itu tidak diblokir kan?
- Ya, nanti di Jakarta saya bantu. Benar, saya janji.
+Yang lain saya ikhlas seikhlas-ikhlasnya, tinggal ada buat makan anak istri saya.
- Ya, tinggalkan saja buat anak dan istri. Itu enggak usah bicara ke mana-mana.
+ Enggak.
- Ya sudah, nanti saya bicara sama Kapolri.
Sumber-sumber Tempo menceritakan, Gayus mengaku punya uang hingga Rp 50 miliar yang disimpan di delapan kotak deposit. Ia rela sebagian besar diambil, asalkan disisakan buat keluarganya.
Kuasa hukum Gayus, Pia Nasution, mengaku kliennya itu tak banyak cerita tentang kisahnya di Singapura. Ito Sumardi mengaku selama bertemu dengan Gayus tak pernah ditawari duit. Namun ia membenarkan adanya permintaan agar satu tabungan Gayus tidak diganggu dan diberikan kepada keluarganya. Menurut dia, janji-janji memang diumbar agar Gayus mau pulang ke Tanah Air. ”Janji kan bukan sumpah ke Tuhan, bisa dilanggar,” ujarnya.
Video ini tampaknya juga menggambarkan persaingan antara tim kepolisian dan Satuan Tugas. Pada satu bagian rekaman, Ito baru saja menerima telepon dari Denny Indrayana, yang berencana menggelar konferensi pers bersama begitu tiba di Bandara Soekarno-Hatta. ”Ota dan Denny atur skenario supaya mereka seperti pahlawan, berhasil bawa pulang pesakitan,” katanya kepada Iriawan.
Berbagai skenario dibahas, antara lain memisahkan pesawat Gayus dan Satuan Tugas. Ito sempat melontarkan ide agar pura-pura tak kebagian tiket. Namun langkah itu sulit dijalankan karena Denny dan Achmad Santosa tak mau pisah dari Gayus. Iriawan akhirnya mengusulkan agar tetap satu pesawat tapi tempat duduk mereka dipisah. Begitu sampai di Cengkareng, Gayus akan dibawa lewat pintu umum agar terlihat wartawan. ”Nanti tidak usah ngomong, langsung dibawa ke Mabes. Yang penting biar kelihatan polisi yang nenteng Gayus,” ujarnya dalam video itu. ”Dia mau menyalip, kita salip juga.”
Dihubungi Tempo, Iriawan menolak berkomentar tentang isi video itu. Begitu juga Achmad Santosa. Adapun Ito membantah isi percakapan. Ia pun membantah polisi sengaja membocorkan video. Ia mengatakan, ”Petugas yang merekam sudah saya tegur keras karena rekaman bisa bocor.”
Oktamandjaya Wiguna
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo