Darab muda
darahna para remaja
Yang selalu merasa gagah
tak pernah mau mengalah . . .
-- Oma Irama, "Darah Muda".
PENYANYI dangdut itu benar. Kalau ia, meski baru berusia 31
tahun, menempatkan diri sebagai orangtua. Dan Menteri Muda
Urusan Pemuda, Abdul Gafur, meski kurang suka berdendang,
tampaknya sejalan dengan Oma. Berusia 40 tahun, Gafur kini mulai
melangkah. Tapi jalan ternyata tak serata yang ia duga semula.
Tak lama setelah ia dilantik sebagai Menteri Muda, pada
pembukaan sidang MPP II KNPI di Jakarta bulan lalu ia
melontarkan gagasan tentang penyederhanaan ormas pemuda. Memang
terkesan bahwa pemerintah menginginkan pengelompokan ormas
pemuda menjadi 3 kelompok, seperti halnya penyederhanaan parpol.
Semua itu, seperti kata Menmud Gafur, adalah dalam rangka menuju
tersusunnya UU Keormasan. Ini dinilai sejalan dengan adanya UU
Pokok tentang Golkar dan Parpol yang melahirkan 3 kekuatan
politik Golkar, PPP dan PDI. Jelasnya, yang dimaksud Gafur ialah
pengelompokan ormas pemuda menjadi 3 kelompok: AMPI yang sudah
terbentuk yang dianggap seaspirasi dengan Golkar, ormas pemuda
Islam yang seaspirasi dengan PPP dan ormas pemuda 'demokrat'
yang seaspirasi dengan PDI.
Bulan lalu, adalah Kelompok Cipayung yang pertama kali
memberikan reaksi. Dalam sidangnya di Gadok, Ciawi,
kelompoktersebut antara lain menyatakan: Pengembangan generasi
muda harus menghindari pendekatan strukNril yang mengarah pada
pewadahan tunggal serta usaha penyederhanaan dalam bentuk
apapun. Sebab hal ini akan menjurus pada rejimentasi dalam
bentuk apa pun. "
Belakangan, kepada TEMPO, Gafur menjelaskan bahwa "hal itu
bukanlah gagasan dari atas." Katanya lagi, "saya hanya
menyampaikan isyarat saja, setelah adanya kecenderungan
berkelompok di antara mereka."Menurut Gafur, "mereka
masing-masing independen dan secara formil organisatoris
bukanlah merupakan onderbouw dari kekuatan politik yang ada."
Tapi menurut Tatto S. Pradjamanggala, ketua umum AMS dan salah
seorang ketua AMPI, "3 kekuatan sosial politik itu berkaki pada
pemuda kan tinggal formilnya saja." Dengan berbagai permainan
kata, dibolak-balik, pada akhirnya sami mawon: pengelompokan
ormas pemuda menjadi 3 kelompok itu jelas sejalan dengan
penataan kekuatan sosial politik, alias penyusunan onderbouw
masing-masing.
Secara diam-diam, usaha mengelompokkan ormas pemuda Islam
ternyata ada. Waktunya pertengahan Juni lalu, bertempat di hotel
Orchid Palace di Slipi, Jakarta. Pengundangnya Imron Kadir dari
Pemuda Al-Washliyah, yang mendukung John Naro ketika terjadi
keributan dalam tubuh Parmusi dulu.
Pertemuan itu gagal. Kabarnya bahkan Menteri Muda Gafur juga
keberatan. Tak lama sesudah itu, juga ada usaha dari generasi
muda NU untuk mengundang semua ormas pemuda Islam. Barangkali
untuk memberi kesan bahwa ormas pemuda Islam itu tak hanya yang
melalui Imron. Tapi usaha ini pun tidak berhasil.
Beberapa waktu sebelumnya, juga ada usaha mengelompokkan ormas
pemuda yang aspirasinya dekat dengan PDI. Juga dengan cara
diam-diam, bertempat di Putri Duyung Cottage, Ancol, Jakarta.
Eddy Sukirman, Seyen DPP GPM, mengaku tidak mengenal
pengundangnya. Belakangan memperkenalkan diri bernama Pasaribu,
mengaku wakil Pemuda Pancasila.
Usaha ini juga gagal. Tapi menurut Narwan Hadisardjono, ketua
DPP GPM, menjelang SU MPR yang lalu GPM sendiri pernah
memprakarsai pertemuan seperti itu. "Dulu karena terdorong oleh
keprihatinan perpecahan PDI. Dan ketika itu gagasan Gafur
tentang penyederhanaan ormas pemuda belum terdengar," kata
Narwan.
Tapi baik GP Ansor, GPM dan ormas pemuda lainnya, umumnya
menghendaki agar kalau memang dikehendaki adanya pengelompokan
seperti itu, hendaknya datang dari bawah. Artinya harus tumbuh
secara wajar. Beberapa tokoh pimpinan ormas pemuda yang memang
punya akar di kalangan massa, ketika dihubungi TEMPO umumnya
menghendaki agar usaha seperti itu dilakukan melalui forum
musyawarah nasional.
Namun tampaknya semuanya sudah diatur. Dan Menteri Muda Abdul
Gafur sudah siap pula dengan konsep di tanganna. KNPI sendiri
misalnya, sudah mulai bebenah diri. "Sesudah Kongres nanti, KNPI
akan mengalami perubahan struktur organisasi," kata David
Napitupulu, ketua umum DPP KNPI.
Sidang MPP 11 KNPI di Jakarta itu, untuk pertama kalinya, juga
"melapangkan dada" dengan mengikut-sertakan semua pimpinan ormas
pemuda dan mahasiswa untuk berbicara, dalam sidang pleno dan
komisi. "Keterbukaan ini akan selalu kita kembangkan dalam
pertemuan-pertemuan KNPI lainnya," tambah David.
Sebuah keputusan Komisi Organisasi MPP II KNPI tersebut antara
lain juga menyarankan dibentuknya Forum Konsultasi Pimpinan
Pemuda sebagai wadah konsultasi antara KNPI dengan ormas-ormas
pemuda. Ini semua, tampaknya sejalan dengan program Menteri Muda
Urusan Pemuda. Dan langkah pertama Gafur, waktunya memang tepat:
Menyongsong 50 tahun Sumpah Pemuda. Menteri Muda Gafur tampak
sibuk dengan berbagai kegiatan. Sudah pula disusun naskah
"Strategi Pembinaan Generasi Muda", juga naskah lain tentang
"Pola Dasar Pembinaan Generasi Muda". Sekalipun begitu, Gafur
masih membuka kesempatan terhadap sumbangan-sumbangan pikiran
kalangan generasi muda sendiri. Jadi biar ada kesan bahwa
program Menteri Muda benarbenar mendapat dukungan dari generasi
muda yang akan dibinanya. Untuk mendapatkan input, pekan lalu,
di hotel Sahid, Jakarta, diselenggarakan Lokakarya Nasional
Pembinaan Generasi Muda selama 4 hari.
Bahkan 2 hari sebelumnya, PWI bersama KNPI menyelenggarakan
Dialog Nasional tentang Kepemudaan. Dialog ini pun rupanya untuk
mengumpulkan bahan-bahan guna penyelenggaraan Lokakarya. Tapi,
seperti diakui Gafur, tidak semuanya berjalan lancar.
Dalam Lokakarya misalnya, banyak peserta keberatan dengan kata
'pembinaan' yang mereka anggap seolah-olah menempatkan pemuda
sebagai obyek. Alasannya? Mereka menunjuk pada pidato pengarahan
Presiden Soeharto sendiri pada pembukaan Lokakarya di Bina
Graha, yang tidak menggunakan kata 'pembinaan'. Presiden lebih
suka menggunakan kata 'pengembangan'.
"Pengembangan generasi muda lebih banyak tergantung pada
generasi muda itu sendiri. Oleh karena itu bukan maksud kita
untuk menjadikan generasi muda sebagai obyek pembinaan," kata
Presiden. Menempatkan generasi muda sebagai subyek, bahkan unsur
dinamika, Presiden menegaskan, "bangsa kita akan mengalami
kemunduran dan kehilangan elan dinamis apabila generasi muda
hanya menjadi pengekor dan bukan pelopor. "
Dalam jumpa pers sehari sebelum pembukaan Lokakarya, Gafur
menyatakan tak sependapat menyerahkan pembinaan itu kepada
generasi muda sendiri. Tapi akhirnya Lokakarya mencapai
kompromi: "pembinaan dan pengembangan".
Dalam acara Dialog Nasional di Balai Sidang Senayan Jakarta yang
diselenggarakan 2 hari sebelum Lokakarya, ada pula yang
bergunjing soal istilah. Ada yang menanyakan tema dialog yang
bunyinya: Pemerataan partisipasi generasi muda dalam
pembangunan.
"Apakah ini berarti partisipasi generasi muda belum merata?"
tanya Chumaidi Syarif Romas dari PBHMI. "Sejumlah generasi muda
sudah berpartisipasi, hanya mereka tidak gembar-gembor," kata
Fahmy Idris, dulu Komandan Lasykar "Arief Rahman Hakim". Ia
menyebut kegiatan HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) di
mana ia jadi pengurusnya.
Masih soal partisipasi, menurut Farid Rasyid bekas ketua umum DM
IPB, gagasan Gafur untuk menyederhanakan ormas pemuda "justru
tidak menjamin pemerataan partisipasi." Dan Tony Waworuntu dari
PP GMKI menyebut bahwa "partisipasi penuh hanya mungkin bila
kita sadar terlibat, bukan ditempatkan." Maksudnya,
"penyederhanaan ormas pemuda sesuai dengan pesan sponsor",
seperti yang disindir Ismuyanto MK, ketua umum Generasi Muda
Kosgoro.
Kedengarannya memang ironis. Di satu pihak para pemuda
diharapkan partisipasinya oleh Pemerintah. Tapi banyak juga di
antara mereka yang merasa tidak diajak untuk berpartisipasi.
Generasi Muda Kosgoro, MKGR dan Soksi misalnya, merasa tidak
diundang dalam Dialog Nasional dan Lokakarya. Namun menurut
Akbar Tanjung dari DPP KNPI, "yang diundang dalam Dialog
Nasional hanya ormas pemuda yang mendukung Deklarasi Pemuda."
Deklarasi itu lahir pada Juli 1973, yang kemudian menelorkan
KNPI.
Dalam Lokakarya pun, memang tidak semua ormas pemuda terwakili.
"Kalau semua diundang, nanti kan bisa menjadi Kongres Pemuda.
Padahal Lokakarya ini hanya untuk mencari input saja," kata
Gafur. Tapi dengan undangan terbatas itu pun, beberapa peserta
toh merasa kurang mendapat kesempatan. Misalnya Harry Parathon
dari Universitas Airlangga Surabaya. Ia lebih suka santai di
kamar penginapannya bersarna mahasiswa lain. "Pengarahan dan
prasaran memang perlu, tapi peranan peserta sebagai subyek juga
tak kalah penting," kata Harry.
Kurangnya kesempatan itu, menurut anggota DPR Suryadi dari PDI
karena "kurang memadainya pengaturan teknis". Maka pendekatan
pun dilakukan. Tapi Muhiar Jara (UI) dan Irama Badrianti (IPB)
jadi angkat kaki pada hari ke-3 Lokakarya. Wakil ITB juga pulang
ke Bandung dengan alasan "dijemput teman-teman".
Toh kepada TEMPO, Gafur menyatakan hormatnya. "Mereka
meninggalkan sidang secara baik-baik. Mereka berpendapat bahwa
forum ini hanya untuk menampung pikiran-pikiran sebagai sumber
input," katanya. Tapi pujian itu tak mengubah kenyataan bahwa di
luaran, memang banyak pemuda yang merasa tidak diajak ngomong.
Tak sedikit pemuda di kota dan desa yang samasekali tak tahu apa
itu KNPI misalnya. Juga mereka banyak yang belum mendengar,
bahwa mereka sekarang sudah terwakili dalam Kabinet Pembangunan
III lewat Menteri Muda Urusan Pemuda (lihat: Mereka Yang Tak
Terjamab).
Sementara itu dalam forum adalah 3 ormas kader Golkar Generasi
Muda Kosgoro, MKGR dan Soksi yang "merasa ditinggalkan". Pekan
lalu ketiganya malah membentuk semacam forum Generasi Muda
Trikarya, "sebagai generasi muda cikal bakalnya Golkar". Dan
sehari setelah Lokakarya usai, sejumlah eksponen ormas pemuda
berkumpul di restoran Geliga, di Jalan K.H. Wahid Hasyim,
Jakarta. Antara lain tampak eksponen '66 seperti Louis Wangge,
Fahmy Idris, Ismuyanto MK dan Rudiyono Hadi (dari GM Kosgoro),
juga dari GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, PII, HMI, PMKRI, Pemuda
Katolik. Dan lain-lain. "Begitu lengkap ormas yang diundang
sampai Rudiyono Hadi berseloroh "justru pertemuan seperti itu
yang mungkin bisa jadi Kongres Pemuda."
Fosko 66 sendiri merupakan organisasi baru, sebagai wadah dari
sejumlah bekas aktivis '66. Organisasi ini lahir beberapa saat
setelah SU MPR yang lalu, tak lama setelah di tengah sidang MPR
lahir Caucus '78, yang terdiri dari para bekas aktivis '66 juga
yang kebetulan menjadi anggota DPR-MPR.
Adalah Fosko '66 yang menjadi pengundang dari pertemuan di
Geliga. Ini merupakan lanjutan dari pertemuan pertama 26
September di rumah Mas Isman, ketua umum Kosgoro di Jalan Cik
Ditiro Jakarta, dengan tuan rumah GM Kosgoro. Pertemuan ketiga
direncanakan 15 Oktober ini dengan pengundang GM MKGR. Akan
diusahakan agar AMPI juga menjadi pengundang. Itu kata Tatto S.
Pradjamanggala, ketua umum AMS dan salah seorang ketua AMPI yang
malam itu hadir.
Secara bersemangat, dalam pertemuan di Geliga itu, mereka
mengkritik KNPI. Juga gagasan Menteri Muda Gafur, tak luput dari
serangan. Di tengah kritik itu, Gafur sendiri mengakui adanya
kebhinekaan ormas pemuda. "Itu cerminan dari kenyataan sosial
politik yang hidup dalam masyarakat. Dan mereka harus
disalurkan," kata Gafur. Dan penyaluran itu, katanya, berupa
penyederhananan ormas pemuda menjadi 3 kelompok tadi. Dan konsep
ini jalan terus.
Lokakarya sudah berakhir, menghasilkan beberapa keputusan. Yang
terpenting: pembinaan pemuda dilaksanakan melalui 3 jalur jalur
Ikosis (Ikatan Kekeluargaan Organisasi Siswa Sekolah) di
SLTP/SLTA, jalur Kampus dan jalur KNPI. Selain sebagai wadah
komunikasi, KNPI juga dianggap mencakup organisasi mahasiswa
ekstra dan kelompok minat seperti remaja pencinta alam, wisata
remaja, ilmiyah remaja.
Jalur lainnya: jalur keluarga, jalur sekolah dan jalur
masyarakat. Dalam jalur masyarakat inilah, selain Karang Taruna,
termasuk 3 jalur pengelompokan ormas pemuda tadi. Dalam 5 tahun
mendatang, sesuai dengan target penyusunan UU Keormasan,
diharapkan semuanya itu sudah mantap.
Tapi tidak semua bisa dipuaskan. Beberapa peserta menyatakan
keheranannya mengapa kalimat-kalimat yang sudah didrop di sidang
Komisi kok bermunculan lagi dalam perumusan. Misalnya soal
"penataan" ormas pemuda. Bahkan mengenai pembentukan Badan
Koordinasi Pembinaan Generasi Muda mulai daerah tingkat I sampai
III, menurut Didik Hargianto dari UGM, "sampai tim perumus
berkumpul lagi, tak pernah ada kesepakatan."
Maka Gafur menjelaskan. "Itu merupakan jalur pemerintah sebagai
aparat Departemen P&K. Tentang badan ini, bahkan Kepresnya pun
sudah akan turun," kata Gafur. Kontan Didik balik bertanya:
"Tanpa Lokakarya pun, jadi Keppres itu akan turun juga?"
Kalau benar demikian, apa guna semua itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini