Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
TNI akan menggunakan pendekatan teritorial di Papua.
Pasukan non-organik akan ditarik atau dileburkan ke komando teritorial.
Pemerintah juga membuka pintu dialog dengan kelompok pro-kemerdekaan Papua.
JAKARTA – Jakarta berjanji akan menerapkan pendekatan baru untuk mengatasi konflik di Papua. Salah satu alternatifnya adalah penarikan pasukan non-organik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan itu mengemuka dalam rapat koordinasi soal Papua di Istana Wakil Presiden pada dua hari lalu. Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan pemerintah akan mempercepat pembangunan serta menerapkan strategi teritorial di bidang keamanan lewat komando distrik, komando rayon, dan bintara pembina desa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi, mengatakan, dalam rapat tersebut, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membeberkan sejumlah pendekatan baru di Papua. Penanganan pertahanan di Papua akan disamakan dengan daerah lain di Indonesia. Artinya, semua satuan tugas TNI di Papua bakal kembali menjalankan tugas dan fungsi organik. Angkatan Darat menjalankan tugas komando distrik militer (kodim) bersama jajaran komando rayon militer di bawahnya. Tugas utama mereka adalah melakukan pembinaan teritorial dan komunikasi sosial. Demikian juga Angkatan Udara di Pangkalan Udara (Lanud) dan Angkatan Laut di Pangkalan Angkatan Laut (Lanal).
“Karena itu, secara bertahap akan dikurangi operasi-operasi yang sifatnya khusus,” ujar Masduki kepada Tempo, kemarin. Penghapusan operasi khusus berdampak pada penugasan pasukan. Pilihannya, menurut Masduki, mengutip hasil rapat di Istana Wakil Presiden, adalah menarik pasukan non-organik atau menggabungkan mereka ke komando organik.
“Panglima berjanji kepada Presiden dan Wapres. Hal itu akan segera dilakukan,” kata Masduki, menjawab pertanyaan waktu penarikan pasukan.
Jenderal Andika Perkasa. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Saat dimintai konfirmasi, Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigadir Jenderal Tatang Subarna, mengatakan opsi-opsi tersebut masih dalam pengkajian. “Masalah tersebut masih dibahas,” ujarnya.
Masduki mengatakan, dengan konsep penguatan komando teritorial ini, pemerintah akan membangun kantor-kantor distrik militer baru serta menambah pasukan organik untuk penguasaan lapangan. “Jadi, pasukan organik yang akan ditambah, bukan pasukan operasi,” katanya. “Konsepnya defensif.”
Pemerintah juga akan membuka dialog, termasuk dengan kelompok pro-kemerdekaan. “Kepala Staf AD, Dudung Abdurachman, sudah bilang, mereka semua saudara kita. Termasuk KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) akan dirangkul. Tunggu saja tanggal mainnya,” kata Masduki.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md., yang hadir dalam rapat tersebut, mengatakan pendekatan baru yang dikemukakan Panglima Andika sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo. “Dengan rapat koordinasi kemarin, jelas bahwa pedoman, pandangan, dan langkah kami sama dalam membangun Papua,” ujar Mahfud.
Hussein Ahmad, peneliti dari Imparsial—lembaga pemantau hak asasi—mengatakan penarikan pasukan non-organik merupakan kunci resolusi konflik Papua. Sebab, Papua bukan lagi daerah operasi militer (DOM) seperti sebelum 2003. “Pemerintah harus konsekuen. Kalau memang mau pakai pendekatan humanis, ya, tarik pasukan non-organik,” kata dia.
Menurut Hussein, jika ada gangguan keamanan, tentara harus menggandeng polisi. “Jadi, sifatnya penegakan hukum. Enggak boleh operasi mandiri, karena ini bukan dalam kondisi perang,” ujarnya.
Organisasi Papua Merdeka (OPM) enggan menelan mentah-mentah janji Jakarta. “Omong kosong pendekatan humanis. Menyaring angin saja itu,” kata Sebby Sambom, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-OPM, kepada Tempo.
Namun Sebby menunggu realisasi janji pemerintah soal penarikan pasukan non-organik demi penyelesaian konflik di Papua. “Karena mereka, TNI/Polri, tidak punya dasar hukum untuk perang melawan pasukan TPNPB-OPM,” ujar Sebby.
DEWI NURITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo