Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat pendidikan Darmaningtyas menyoroti fenomena joki yang marak terjadi di dunia pendidikan. Salah satunya joki dengan kecerdasan buatan atau AI dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri di Universitas Indonesia (UI).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Joki merupakan cara curang di mana seseorang meminta bantuan orang lain untuk mengerjakan ujian. Joki menyamar sebagai peserta ujian untuk menerima imbalan uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Darmaningtyas menyebut fenomena joki sudah ada sejak dulu. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman, joki tak hanya memanfaatkan tenaga manusia tapi juga teknologi sehingga keduanya sama-sama curang.
"Secara fungsi, yang dilakukan kecerdasan buatan adalah meminta jawaban. Itu sama dengan joki yang meminta tolong kepada orang lain untuk mengerjakan," kata Darmaningtyas saat ditemui di kawasan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Rabu, 31 Juli 2024.
Warganet sempat ramai memperbincangkan jalur seleksi masuk mandiri (Simak UI) yang berlangsung secara online. Mereka menduga para peserta menggunakan AI, seperti studyx.ai untuk menjawab soal.
Kepala Biro Hubungan dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia telah merespons kasus tersebut. Amelita mengimbau kepada masyarakat yangg memiliki bukti kecurangan dapat melaporkan langsung ke UI.
Sementara itu, Darmaningtyas menyebut seharusnya pelaku joki baik dari tenaga manusia maupun AI dapat dikenai sanksi yang sama. Terutama bagi peserta ujian yang menggunakan jasa tersebut.
"Saya kira itu dikembalikan kepada, pertama visi misi UI. Kalau tetap mempertahankan sesuai dengan semulianya semboyan mereka, saya kira orang yang terbukti melakukan kecurangan mesti di hapus," kata Darmaningtyas.
Ia mengatakan kampus seharusnya menyelidiki calon mahasiswa yang dicurigai tersebut. Menurut dia, tes seleksi apapun lebih baik dilakukan secara online kecuali ada kondisi peserta yang tidak memungkinkan datang ke tempat ujian bersama.
Darmaningtyas mengusulkan ujian seharusnya dilakukan dengan kontrol ketat, seperti ujian tulis berbasis tes komputer atau UTBK. Misalnya, ada sistem yang dapat mengetahui bahwa peserta membuka browser lain.
"Sehingga kita tahu gerak-gerik mahasiswa itu. Tapi kalau kampus tidak bisa mengendalikan gerak-gerik mahasiswa saat melaksanakan ujian tertulis dengan komputer, sebaiknya memang dihindari," kata Darmaningtyas.