Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Penjelasan Kemendagri Soal Akses Data Kependudukan ke Swasta

Zudan mengatakan pemberian hak akses pemanfaatan data kependudukan ini berlandaskan amanat UU Administrasi Kependudukan.

15 Juni 2020 | 09.02 WIB

Petugas Dinas Kependudukan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Tasikmalaya bersiap memusnahkan KTP Elektronik di Halaman Setda Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin 17 Desember 2018. Pemusnahan KTP Elektronik ini untuk mengatsipasi penyalahgunaan dan berdasarkan data Dukcapil sebanyak 10 ribu warga Kabupaten Tasikmalaya belum melakukan perekaman KTP Elektronik. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Perbesar
Petugas Dinas Kependudukan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Tasikmalaya bersiap memusnahkan KTP Elektronik di Halaman Setda Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin 17 Desember 2018. Pemusnahan KTP Elektronik ini untuk mengatsipasi penyalahgunaan dan berdasarkan data Dukcapil sebanyak 10 ribu warga Kabupaten Tasikmalaya belum melakukan perekaman KTP Elektronik. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrullah membantah memberikan data kependudukan kepada perusahaan penyedia jasa pinjaman atau fintech yang menjadi polemik. Zudan mengatakan Kemendagri tidak memberikan data kependudukan kepada lembaga pengguna.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kemendagri hanya memberikan hak akses untuk verifikasi data," kata Zudan dalam keterangan tertulis, Ahad, 14 Juni 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dukcapil Kemendagri meneken perjanjian kerja sama dengan 13 perusahaan swasta, tiga di antaranya financial technology atau penyedia jasa pinjaman online. Tiga fintech itu adalah PT Pendanaan Teknologi Nusa (Pendanaan.com), PT Digital Alpha Indonesia (UangTeman), dan PT Ammana Fintek Syariah (Ammana).

"Ada beberapa pihak mencurigai bahwa pemberian hak akses ini dapat menyebabkan kebocoran data kependudukan," kata Zudan.

Zudan mengatakan pemberian hak akses pemanfaatan data kependudukan ini berlandaskan pada amanat pasal 79 dan pasal 58 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Pasal 79 terkait hak akses verifikasi data dan pasal 58 tentang dengan ruang lingkupnya.

Data kependudukan dari Kemendagri dimanfaatkan untuk semua keperluan antara lain pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum dan pencegahan kriminal.

Ia mengatakan ketentuan itu sejatinya lahir sebagai bentuk dukungan nyata fasilitas negara. Bukan hanya dalam rangka meningkatkan efektivitas kerja organ negara, tetapi juga perkembangan dan pertumbuhan ekonomi serta layanan publik.

Menurut Zudan, pemanfaatan data kependudukan, NIK, dan e-KTP merupakan kemajuan besar bagi industri fintech yang berisiko adanya peminjam fiktif karena identifikasi dilakukan jarak jauh. Kerja sama ini diharapkan dapat mencegah kejahatan penggunaan data masyarakat oleh orang lain. Juga mencegah kerugian yang lebih besar dari lembaga fintech akibat peminjam fiktif.

"Diharapkan dapat mencegah peminjam fiktif sehingga dapat memajukan industri yakni memperkuat peranannya dalam menyalurkan pinjaman ke masyarakat yang belum terakses lembaga jasa keuangan," ujar Zudan.

Sehubungan dengan akses data kependudukan itu anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Sukamta mengatakan RUU Perlindungan Data Pribadi harus segera dibahas. "Kami akan atur persoalan akses data ini nanti dalam pembahasan RUU PDP," kata Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu dalam keterangan tertulis, Sabtu, 14 Juni 2020.

Menurut dia harus ada rincian siapa saja yang bisa mengakses data kependudukan. Begitu pun dengan syarat dan batas-batasnya, hingga bagaimana ketentuan monetisasi dari akses data ini.

Mengenai monetisasi ini, Sukamta juga mengatakan Kemendagri harus memberi kepastian apakah akses data yang diberikan kepada lembaga keuangan perbankan dan nonperbankan itu berbayar. Bila berbayar, maka perlu dipastikan pemegang data tidak seenaknya memindahkan atau memperjualbelikan data penduduk ke pihak berikutnya yang akan merugikan pemilik asal data.

"Sanksi yang tegas juga akan kami atur di RUU Perlindungan Data Pribadi agar mampu memberi efek jera demi meminimalisasi penyalahgunaan data." Persoalan data kependudukan ini, kata Sukamta memang keniscayaan. Di satu sisi, data kependudukan yang valid memang sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa. Termasuk untuk urusan bisnis yang menghidupkan laju perekonomian.

Di era digital saat ini, hampir semua urusan lewat online meminta data pribadi penggunanya. "Data digital seperti ini sangat rentan disalahgunakan bahkan rentan terjadi serangan hacker dan cracker, maka peraturan pelindungannya harus jelas dan tegas," kata Sukamta.

 

BUDIARTI UTAMI PUTRI | EGI ADYATAMA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus