Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUATU hari di awal Maret lalu, kapten pilot H mendapat giliran terbang ke Singapura. Selain koper pakaian, ia menenteng juga tas kecil titipan seorang kawannya untuk diserahkan pada seseorang yang akan menjemput di Pelabuhan Udara Paya Lebar Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan pertama kali penerbang Garuda ini membawa titipan seperti itu. Selain menunggu giliran check-in, seorang rekannya pilot Garuda datang dan membisikinya: "Hati-hati, ada rajia." H kaget. Secara tidak menyolok kemudian tas titipan ini ditaruhnya di salah satu kolong bangku tempat duduk di ruang tunggu penumpang Pelabuhan Udara Halim Perdanakusuma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia masih sempat memberitahu sang teman yang menitip -- juga seorang kapten pilot DC-9 Garuda bernama DM -- tentang tas yang tak bisa dibawa dan terpaksa disembunyikan itu. Percaya bahwa semuanya beres, H tenang-tenang saja. Tapi ia kaget tatkala kembali ke Jakarta, DM datang dan dengan gusar menuduhnya menggelapkan barang yang dititipkannya.
Kegusaran itu bisa-dimengerti. Barang titipan itu ternyata berupa lempengan emas yang akan diselundupkan ke Singapura. H menolak keras tuduhan itu. Ternyata tas yang ditinggalnya di kolong bangku hilang. DM sendiri waktu itu tak, berani mengambilnya karena hari itu sedang tak bertugas, lagi sedang ada razia.
Kabarnya karena takut dan tidak tahan pada tekanan padanya, H yang merasa jiwanya terancam, kemudian minta perlindungan pada Laksusda Jaya. Dan terbongkarlah jaringan penyelundupan emas ke luar negeri ini. Menurut sumber TEMPO, di samping H dan DM, ada 11 orang pilot Garuda kemudian diperiksa Laksusda Jaya. Mereka terdiri dari kapten dan ko-pilot DC-9 yang ketahuan sudah lama dimanfaatkan oleh suatu sindikat dengan jaringan di beberapa kota besar Indonesia.
Perbedaan harga emas di Jakarta dan luar negeri rupanya menyebabkan sindikat ini tergiur untuk menyelundupkannya ke luar. Bukan Hal Baru Pada Januari 1980 misalnya, perbedaan harga emas di Jakarta dengan luar negeri mencapai puncak tertinggi: Rp 1.200 per gram. Kemudian menurun sampai hanya sekitar Rp 500 Maret lalu. Itu pun masih menguntungkan. Satu tas kecil yang dititipkan seorang pilot biasanya diisi 5 sampai 10 kg emas. "Caranya mudah sekali dan tidak membahayakan keselamatan, cerita seorang pilot yang mengaku pernah membawa "titipan" seperti itu.
Barang diserahkan oleh penitip di Halim atau di rumah pilot. Kalau mau terbang ke luar negeri pemeriksaan oleh Bea Cukai juga tidak ketat dan titipan sampai seberat 10 kg gampang lolos. Sesampai di Singapura sudah ada orang yang menjemput.
Kalau pun tidak bertemu dengan penjemput, sudah dipesankan untuk secara resmi melapor saja pada pihak pabean sana, dan pengeluarannya akan diatur dengan membayar bea masuk. Untuk kerja semacam ini sang pilot akan menerima upah sekitar Rp 75.000 per kg emas. Bisa dimengerti kalau banyak pilot yang tergoda.
Bisnis sampingan dengan membawa tentengan atau titipan sudah lama diketahui dilakukan oleh para awak perusahaan penerbangan, terutama dari luar negeri ke Indonesia. Menyelundupkan emas pun bukan hal baru. Pada 1976 misalnya, 2 pilot DC-9 Garuda tertangkap basah membawa emas dari luar negeri. Mereka juga terlibat dalam jaring penyelundupan yang didalangi suatu sindikat. Sekitar 30 pilot Garuda diperiksa yang berwajib waktu itu.
Tahun itu juga, Dwiyanto, seorang kapten pilot DC-9 Garuda, dijatuhi hukuman penjara 9 bulan karena tertangkap basah membawa 7 batang emas milik seorang kenalannya bernama A Wie. Sejak 1970 emas resminya dilarang untuk diekspor. Sedang impor emas, yang didatangkan dari Inggris, Jerman Barat dan Swiss, dimonopolil hanya satu perusahaan saja: PT Inti Same, Namun kenyataannya ada juga emas yang diekspor.
Misalnya, menurut catatan statistik pemerintah Hongkong, pada 2 bulan pertama 1980 Indonesia mengekspor emas lantakan ke Hongkong senilai HK$ 10 juta lebih. Dikurskan ke rupiah, itu sekitar Rp 1.300 juta atau sekitar 100 kg emas harga waktu itu. Bagaimana caranya emas itu "diekspor" ke Hongkong, bisalah diduga.
Menutup Diri Bisnis menyelundupkan emas ke luar negeri menanjak sejak munculnya perbedaan harga emas di Indonesia dengan di luar negeri. Namun tampaknya sekarang ini tidak menarik lagi. Harga emas di Jakarta saat ini tidak banyak berbeda dengan harga luar negeri. Lagipula beberapa bulan terakhir ini pihak Bea Cukai memperketat pengawasan.
Ada motif lain penyelundupan ini selain mencari keuntungan2 Kepala Penerangan Laksusda Jaya Letkol. Anas Nlalik tidak bersedia memberi keterangan. Namun dari sumber lain didapat keterangan, 2 orang tokoh sindikat penyelundup emas ini yang kebetulan non-pri bernama AK dan PS, saat ini sudah ditahan.
Pihak Garuda rupanya menutup diri. "Saya tidak tahu persis tentang kasus itu," ujar Karyono Adhy, Kepala Humas Garuda mengelak. Namun sumber TEMPo di E-alim Perdanakusuma membenarkan terjadinya penyelundupan oleh para pilot ini. Ke-13 orang itu kabarnya kapten pilot DC-9 yang umumnya sudah bertugas lebih dari 10 tahun.
Apakah bakal ada tindakan keras-dipecat misalnya -- pada mereka? Tampaknya tidak. "Mereka adalah tenaga inti. Kalau mereka diberhentikan, bisa jadi penerbangan Garuda akan mengalami hambatan," kata seorang di Departemen Perhubungan. Pimpinan Garuda kabarnya hanya menahan paspor mereka dan menugaskan mereka pada rute yang pendek.
Mereka juga tidak diizinkan terbang ke Medan dan Denpasar, karena kota-kota ini juga disinggahi pesawat Garuda yang terbang ke Singapura.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Emas-Emas yang Keluar Halim"