Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Perubahan di balik gesekan biola

Beleid baru fuad semata berdasarkan uu pendidikan. wajib belajar usia sltp telat sehingga tiap tahun sejuta lulusan sd tak tertampung.

20 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMULA Fuad Hassan memang ingin menghapus kesan ''ganti menteri, ganti beleid'' di departemennya. Itu tekad sejak ia diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggantikan Nugroho Notosusanto (almarhum) delapan tahun silam. ''Saya ingin menghapuskan kesan itu,'' katanya kepada TEMPO pekan lalu. Ia dari mula memang tampak hati-hati bertindak, tak mau bikin kejutan. ''Saya bisa mengerti, para pendahulu saya selalu mempunyai niat untuk selekasnya mengatasi keadaan yang kurang baik. Tapi saya tak perlu mengulangi kebiasaan itu, gonta-ganti aturan,'' katanya. Sampai kemudian ada Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional tahun 1989. Namun, sejak diberlakukannya undang-undang itu berikut peraturan pelaksanaannya, sejumlah langkah perubahan alias kebijaksanaan baru berluncuran dari kantor Fuad. Kurikulum, misalnya, akan diberlakukan tahun depan. Sistem pendidikan dasar (SD-SMP) menjadi 9 tahun. Kurikulumnya terintegrasi dalam kesatuan, tak terpisah-pisah antara SD dan SMP. Beberapa mata pelajaran di pendidikan dasar yang tumpang tindih diringkas, dari 13 mata pelajaran tinggal 9 buah saja. Misalnya PSPB yang diberikan sejak masa sejarawan Nugroho menjadi Menteri P dan K, digabung dengan pelajaran PMP atau IPS. Sesuai dengan kurikulum 1994 itu pelajaran bahasa Inggris akan diberikan di SD mulai kelas IV. Di samping itu ada pula muatan lokal yang diserahkan kepada daerah untuk memberikan warna daerah kepada para murid. Sehingga murid tak akan canggung kalau terjun ke masyarakat. Ada lagi yang berubah di masa Fuad. Pendidikan kejuruan tingkat SLTP (ST, SMEP, dan lain-lain) sekitar 800 sekolah dihapus sejak tahun 1976 dan akan habis tahun 1995. Sehingga tak akan ada lagi tukang las dan tukang kayu berijazah SLTP. Pendidikan kejuruan SLTA, seperti SPG dan SGO, dibubarkan. Kini tinggal sekitar 627 sekolah kejuruan tingkat itu, seperti STM, SMEA, dan SPSA. Di tingkat perguruan tinggi, Fuad juga menciutkan atau menutup sejumlah jurusan yang dianggap sudah jenuh, atau tak sesuai lagi dengan kebutuhan. Setidaknya ada 200 jurusan yang dihapus. Fuad, menjelang akhir masa jabatan Kabinet Pambangunan V ini, juga gencar membenahi dunia pendidikan. Pendidikan atau kursus yang memberi gelar MBA ditertibkan. Dan terakhir, ia mengubah pemakaian gelar kesarjanaan. Gelar Drs. Ir. dan dr. di depan nama diubah menjadi singkatan gelar kesarjanaan di belakang nama. Namun Fuad mempunyai alasan mengadakan semua perubahan itu. ''Itu karena Undang-Undang Pendidikan Nasional itu,'' katanya. Pokoknya, kata Fuad, dengan undang-undang itu, maka siapa pun nanti yang mengelola sistem pendidikan nasional tak bisa sewenangwenang. ''Selama 25 tahun baru ada undang-undang seperti ini,'' katanya. Artinya, kalau toh menteri baru nanti melakukan perubahan, posisinya akan kuat karena punya pegangan, yakni undang-undang itu. Dari catatan statistik, hasil pendidikan sering mencengangkan. Program wajib belajar usia 6 tahun, yang dicanangkan sejak 1984, hampir seluruhnya tercapai. Tahun ini hampir 99,6% atau sekitar 25 juta anak usia 7-12 tahun masuk SD. Keberhasilan wajib belajar itu tak lepas dari sukses penyediaan sarana, yakni gedung SD Inpres. Dalam Pelita V total gedung sekolah yang dibangun ada 148 ribu buah plus 164 ribu ruang kelas baru. Namun tahun-tahun belakangan jumlah anak usia SD tampak turun dari 31 juta pada tahun 1987/88 menjadi 29,8 juta pada tahun 1990/91, dan tahun ini 29,3 juta. Penurunan angka itu menunjukkan pula semakin banyaknya ruang kelas SD yang kosong. Namun ledakan lulusan SD itu rupanya tak segera diikuti Fuad dengan program wajib belajar usia SLTP (9 tahun). Sebab, menurut rencana, wajib belajar SLTP itu baru dimulai tahun depan. Padahal ledakan lulusan SD terjadi akhir Pelita IV sekitar 3,8 juta anak tiap tahun. Sementara itu daya tampung SLTP tiap tahun juga tampak masih jauh, hanya 2,5 juta pada periode yang sama. Tahun-tahun berikutnya, sampai akhir Pelita V, daya tampung SLTP juga cenderung turun menjadi 2,1 juta pada tahun 1989/90, 2 juta pada tahun berikutnya, dan tahun lalu hanya 1,9 juta. Padahal lulusan SD masih di atas 3,5 juta anak alias lebih dari satu juta lulusan SD tak tertampung. Kendala inilah yang akan diatasi dengan wajib belajar 9 tahun. Itu antara lain perubahan yang terjadi selama delapan tahun Fuad berkantor di Departemen P dan K. Kini yang tampaknya tak berubah pada diri Fuad adalah gesekan biola yang sering mengalun dan kepulan asap rokoknya yang tak kunjung berhenti. Agus Basri dan Sri Indrayati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus