Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta pemerintah daerah segera membentuk peraturan daerah terhadap Peraturan Menteri Dikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Sekretaris Jenderal PGRI Dudung Abdul Qadir mengatakan pemerintah daerah hanya perlu menyesuaikan panduan aturan yang ditetapkan pada 28 Februari 2025 tersebut dengan kondisi daerah masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami PGRI, memohon kepada pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk segera mengkaji Permen ini dan menurunkan menjadi sebuah aturan daerah atau surat edaran dalam wujud sebuah Peraturan Gubernur, Peraturan Wali Kota dan Peraturan Bupati sehingga bisa diimplementasikan,” kata Dudung ketika dihubungi Jumat, 7 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) meluncurkan Sistem Penerimaan Murid Baru atau SPMB tahun ajaran 2025/2026 untuk menggantikan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Mendikdasmen Abdul Mu'ti mengatakan penerapan SPMB merupakan wujud evaluasi dan penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya.
“Praktik pelaksanaan PPDB 2017-2024 yang di dalamnya kami menemukan beberapa permasalahan untuk kami perbaiki,” kata Mu'ti dalam agenda peluncuran SPMB di kantornya pada Senin, 3 Maret 2025.
Dudung menilai, semakin cepat kebijakan daerah tentang SPMB ditetapkan, semakin cepat pula aturan tersebut bisa disosialisasikan kepada para wali atau orang tua calon pendaftar. Hal ini, kata dia, guna meminimalisasi adanya kesulitan dalam proses pendaftaran, keresahan kolektif, hingga laku kecurangan yang tidak diinginkan nantinya.
“Sehingga, yang tidak kalah penting adalah sosialisasi. Jangan sampai peraturan yang dibuat itu mepet dengan waktu SPMB. Jadi dari sekarang harus dikaji nih. Apalagi sekarang kepala daerah baru semua di seluruh Indonesia,” ujar Dudung.
PGRI juga mendorong diciptakannya keseimbangan mekanisme untuk setiap jalur penerimaan. Ini khususnya untuk beberapa perubahan yang diberlakukan, seperti peralihan dari penerimaan jalur zonasi menjadi domisili, serta dibukanya kesempatan bagi siswa-siswi yang aktif berorganisasi selama di sekolah untuk jalur prestasi. Menurut dia, penting untuk melakukan kajian penetapan persentase penerimaan yang diberlakukan dan menentukan aturan baku serta standar yang terukur.
Dudung menilai, salah langkah dalam penentuan kebijakan terkait standar skor ini dapat berakibat pada kecurangan dari situasi yang mungkin dimanfaatkan oleh oknum-oknum. Adapun pihaknya siap mengawal proses tersebut, khususnya guna melindungi sivitas akademik pada pelaksanaan SPMB nantinya.
“Saya, atas nama pengurus besar PGRI mendorong keseimbangan di setiap jalur penerimaan. Di sini harus dilakukan kajian mengapa 60 persen, mengapa 30 persen, mengapa 40 persen, mengapa 20 persen. Sehingga kajiannya akan jelas, terukur, dan berkeadilan,” ujarnya.
Dudung melanjutkan, di samping penguatan sistem sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri Nomor 3 Tahun 2025 tentang SPMB, perlu adanya penguatan sumber daya dalam penerapan sistem baru tersebut. Beberapa poin utama yang perlu dikuatkan adalah integritas, komitmen, dan tanggung jawab moral seluruh pihak yang terlibat.
“Kami berharap pemerintah pusat hingga daerah membangun kesadaran moral untuk melakukan SPMB yang berkeadilan, terbuka, transparan, dan betul-betul memegang teguh aturan, karena sejatinya ya masyarakat modern itu tidak cukup dengan penguatan sistem tetapi juga butuh penguatan sumber daya,” tuturnya.