Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIAP sebentar Arief Mudatsir Mandan melirik arlojinya. Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu tampak semakin cemas ketika menatap kursi-kursi di tribun Lapangan Tenis Indoor Senayan, Jakarta. Masih kosong. Padahal acara pengukuhan Ketua Umum PPP Hamzah Haz dan Menteri Perhubungan Jenderal (Purn.) Agum Gumelar sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dari PPP pada Rabu, 12 Mei, itu setengah jam lagi dimulai.
Arief, yang kebagian tugas mengurusi opini dan media, juga cemas karena persiapan acara hanya satu hari. "Mengerahkan ribuan orang dalam sehari enggak gampang," katanya. Memang, persiapan terkesan superkilat, karena keputusan "berpasangan" itu juga telat. "Kami tersandera pilihan politik partai lain," kata Endin Soefihara, ketua lajnah pemenangan pemilu PPP.
Sebelumnya, PPP menjalin hubungan intensif dengan sejumlah partai. Dengan Partai Golkar, misalnya, Hamzah ditawari menjadi wakil Wiranto. Pasangan ini akan diumumkan jika Salahuddin Wahid menampik pinangan Wiranto. Dengan Salahuddin Wahid dan tim sembilan PKB, Hamzah juga menjajaki aliansi partai-partai untuk calon presiden alternatif. Aliansi ini berharap akan disokong partai Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Bintang Reformasi (PBR). Sayangnya, upaya mengusung aliansi ini agaknya masih jauh panggang dari api.
Hingga Ahad dua pekan lalu, tiap partai punya pilihan politik berbeda. Bahkan, menurut Endin Soefihara, pertemuan antara Hamzah Haz dan Presiden PKS, Hidayat Nur Wahid, serta Ketua Umum PBR, Zainuddin M.Z., di Bogor Sabtu dua pekan lalu, tak menghasilkan apa pun. PPP lalu mengajukan ketua umumnya sendiri. Lalu siapa calon wakil presidennya?
Sebetulnya Hamzah punya sejumlah nama di kantongnya. Misalnya Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Siswono Yudho Husodo. Mereka bahkan sudah dua kali bertemu. Namun Siswono ternyata lebih terpikat bergandengan dengan calon presiden dari Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais. Masih "tergiur" tawaran Golkar, Ahad pagi rapat Partai yang harusnya memutuskan sikap politik ditunda, menunggu hasil rapat pleno Golkar tentang calon wakil presiden.
Hamzah juga baru menjadwalkan pertemuannya dengan Agum Gumelar dan mantan KSAD, Jenderal (Purn.) Tyasno Sudarto, secara terpisah esok harinya di rumahnya, Jalan Tegalan, Jakarta Timur. Kedua tokoh akan dilamar sebagai calon wakil presiden setelah peta pencalonan kian jelas. Sadar peta politik sudah berubah, Hamzah dan PPP mulai bergerak. Rapat maraton selama sepuluh jam sejak pukul 10.00 di rumah dinas Wakil Presiden itu awalnya dipenuhi pro-kontra soal kepemimpinan Agum dan Tyasno. Menjelang malam, setelah Agum diundang dalam rapat DPP itu, "Suara pengurus akhirnya bulat ke Agum," kata Arief.
Di mata politisi Partai Ka'bah itu, track record Agum cukup bagus. Sebagai tokoh nasionalis, ia dianggap bisa mendongkrak perolehan PPP yang 9,5 juta suara, terutama dari keluarga TNI/Polri. Posisinya sebagai Ketua Umum KONI juga dianggap menyedot suara masyarakat olahraga dan kalangan seniman, mengingat Agum juga pembina grup lawak Srimulat. Malah, popularitasnya sebagai warga Pasundan bisa mendulang suara warga nahdliyin yang berada di Jawa Barat.
Agum sendiri tak menolak pinangan PPP, di luar perkiraan para politisi PPP, juga politisi partai lain. Sebab, sebelumnya Agum pernah dipinang Amien Rais tapi ia berkelit. "Saya sendiri punya tanggung jawab. Kalau tidak maju, akan dicaci-maki konstituen saya," katanya. "Masa, partai dengan 9 juta suara enggak maju, sementara yang lebih kecil perolehannya malah maju."
Deklarasi pasangan ini akhirnya tak hanya dihadiri kader PPP, tapi juga pengurus KONI, olahragawan, artis, dan kaum ulama. Hamzah optimistis, duetnya dengan Agum setidaknya lolos ikut putaran kedua. Namun pengamat politik Eep Saefulloh Fatah menilai, melihat ketatnya persaingan, duet Hamzah-Agum sulit masuk babak akhir. "Bisa jadi, dalam putaran kedua merekalah yang akan mengalihkan suaranya," kata Eep.
Widiarsi Agustina
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo