Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PONDOK Pesantren Cipasung di Tasikmalaya adalah salah satu pesantren Nahdlatul Ulama yang sangat berpengaruh di Jawa Barat. Didirikan pada tahun 1931, pesantren salafi ini pada tahun 1994 pernah menjadi tuan rumah Muktamar NU. Maka, ketika Ahad dua pekan yang lalu di Cipasung muncul pernyataan dukungan untuk pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi dalam acara istigasah kubro, orang banyak percaya bahwa suara NU di Jawa Barat adalah milik pasangan itu.
Namun, kesimpulan begini bisa terlalu tergesa-gesa. Apalagi, ketika acara berlangsung, Kiai Haji Ilyas Ruhiat, 70 tahun, sahibulbait yang juga mu'tasyar PBNU, sedang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Dan Acep Zam-zam Noor, anak Kiai Ilyas, menyatakan bahwa pernyataan dukungan itu adalah pelecehan yang kelewat batas atas tradisi doa bersama di kalangan NU.
Apa yang terjadi di Cipasung pada Ahad dua pekan lalu?
Pada mulanya adalah doa bersama, sebuah acara yang sangat biasa di kalangan NU. Yang tidak biasa adalah ketika Abun Bunyamin Ruhiat, adik Kiai Ilyas Ruhiat, bicara lewat mikrofon untuk menyatakan dukungan pada pasangan Mega-Hasyim. Pernyataan Kiai Bunyamin sempat mengganggu konsentrasi Adang Ruhiat, juga adik Kiai Ilyas Ruhiat, yang tengah khusyuk merapal selawat. "Saya kaget," kata Adang. Meski menjadi bagian dari keluarga besar Cipasung, ia mengaku tidak pernah diberi tahu akan ada pernyataan politik dalam "Istigasah Kubro untuk Perdamaian Dunia dan Keutuhan Bangsa" itu. Seperti juga sekitar 2.000 warga Tasik, kedatangan Adang, Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Tasikmalaya, semata-mata untuk berdoa dan silaturahmi.
Keganjilan bermula ketika Menteri Tenaga Kerja Jacob Nuwa Wea mengisi sambutan dengan pidato yang jauh dari tema acara. Tiba-tiba saja Jacob dengan antusias memaparkan keberhasilan Megawati selama menjabat presiden. Puncaknya, Jacob bahkan meminta jemaah supaya mencoblos pasangan Megawati-Hasyim saat pemilu presiden 5 Juli nanti.
Rupanya, ajakan Jacob inilah yang disambut Bunyamin dengan takzim. Dan sambutan itu ternyata membuat keluarga inti Cipasung gerah. "Masih terlalu pagi untuk urusan dukung-mendukung ini," kata Adang Ruhiat. Dukungan itu sebelumnya juga tidak disebutkan dalam undangan yang disebarkan ke masyarakat. "Tidak aneh bila banyak masyarakat yang merasa katipu," ujar Acep, yang dikenal luas sebagai seniman. Yang paling ia sesalkan adalah dibawa-bawanya nama Cipasung dalam kegiatan itu. "Pusing. Ini akan membuat posisi Apih menjadi sulit, padahal beliau sedang sakit," kata Acep. Apih adalah panggilan Acep untuk sang ayah, Kiai Ilyas Ruhiat. Acep menuding ada pihak yang telah menjual nama pesantren dengan sejumlah materi. "Apalagi hanya dengan dana untuk 10 buah komputer," kata Acep.
Sepuluh buah komputer? Tidak gampang membuktikan tudingan Acep. Ketua panitia acara tersebut, Bunyamin Ruhiat, menolak tudingan itu. "Saya hanya memfasilitasi. Dananya tak tahu dari mana," kata Bunyamin. Namun, menurut dia, ide istigasah tersebut sebenarnya berawal dari Ketua DPRD Jawa Barat dari PDIP, Eka Santosa, yang datang ke Cipasung sekitar lima hari sebelum acara. Eka, yang telah lama dianggap anggota keluarga karena perkawinannya dengan keponakan Kiai Ilyas, awalnya menawarkan pendirian Mega-Muzadi Center di Cipasung. "Kita harus merespons dengan tanggap apa yang dilakukan Ibu Mega," kata Bunyamin, mengulang perkataan Eka kepadanya. Diharapkan Eka, dikutip dari Bunyamin, pendirian Mega-Muzadi Center itu menjadi deklarasi pasangan Mega-Hasyim di Tasikmalaya.
Bunyamin mengaku saat itu menolak. "Saya katakan harus ada izin Kiai Ilyas, yang sedang sakit di Bandung," kata Bunyamin. Setelah itu Bunyamin mengaku tidak terlibat lagi. Sebuah sumber mengatakan, rupanya Eka mengajak seorang adik Kiai Ilyas yang lain, Ubaidillah, menemui Kiai Ilyas dengan membawa ide Mega-Muzadi Center itu. Kabarnya, Kiai Ilyas tidak menyetujui ide ini. Eka kemudian menggagas ide istigasah. Kiai Ilyas setuju acara istigasah? Bunyamin tidak menjawab telak. Ia mengaku hanya tahu acara tersebut sudah disiapkan oleh adiknya dan Eka.
Eka Santosa menolak tudingan telah memberi kompensasi tertentu untuk terselenggaranya istigasah. "Itu murni sambutan untuk pasangan Ibu Mega dan Pak Hasyim, yang memang ideal," tuturnya. Bagaimana soal pemberian komputer? Eka mengakui, "Itu bantuan ala kadarnya."
Bantuan tak seberapa yang mengganggu pesantren berpengaruh itu.
Darmawan Sepriyossa, Bobby Gunawan (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo