TOMBOL ditekan. Gaung sirene terdengar, disusul derum truk yang
meluncur ke luar halaman gedung SMPN 216 Jakarta. Maka upacara
penggantian buku Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dari yang lama
ke yang baru secara simbolis usai sudah. Truk yang menjadi
peserta upacara langsung menuju Pabrik Kertas Leces, Jawa Timur.
Segerobak buku PMP lama yang dibawa truk itu akan dijadikan
bubur kertas di Leces.
"Agar tak terjadi kesimpangsiuran, dengan selesainya buku PMP
baru, semua edisi lama dimusnahkan," kata Menteri P & K Nugroho
Notosusanto pada upacara Jumat pagi pekan lalu itu.
Memang, buku PMP terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
yang lama banyak mengundang reaksi. Belum setahun kedua belas
jilid buku itu dipakai di SD hingga SMTA, Juni 1981 Fraksi
Persatuan Pembangunan di DPR protes. Kemudian awal tahun lalu
Mohammad Natsir, seorang tokoh Islam, menulis kritik panjang di
majalah Panji Masyarakat dan Kiblat tentang buku tersebut.
Protes terbuka pun muncul, ketika sebuah delegasi menyampaikan
pernyataan kepada DPR dan MPR RI. Isi pernyataan, "perlu
diadakan peninjauan secara menyeluruh atas buku PMP." Sekitar
50 tokoh Islam mencantumkan tanda tangannya pada pernyataan yang
disampaikan ke DPR September 1982 itu. Tak berbeda dengan protes
sebelumnya, delegasi itu pun menilai buku PMP (lama) bisa
"menyelewengkan siswa-siswa Islam dari pengertian akidah Islam
yang benar.
Jadi, apa yang kemudian berubah dari yang lama pada buku PMP
baru? Menarik, memang Tak setegang protes-protes yang pernah
dilancarkan terhadap buku lama, PMP baru muncul dengan santai
dan ceria. Warna sampul yang dulu cokelat atau biru muram, kini
kuning cerah. Gambar-gambar ilustrasi di dalam buku pun lebih
semarak lebih bercerita. Misalnya, ilustrasi tentang Hari Idul
Fitri, bila dulu cuma gambar orang-orang bersalaman, kini
ditambah gambar masjid pada latar belakangnya. Gambar-gambar
tempat ibadat -- masjid, gereja, bila dulu tak memenuhi ruang
yang digambar itu diperbesar.
Masih soal gambar, ada kesan buku PMP baru ingin memberikan
gambaran kehidupan yang lebih maju. Dalam buku PMP jilid I
halaman 9 misalnya, di atas teks "budi pergi ke sekolah," ada
gambar seorang anak melambaikan tangan kepada ibu yang berdiri
di ambang pintu rumah. Dan rumah itu mengesankan sebuah rumah di
desa, di pinggir pasar. Dalam buku baru ilustrasi itu tetap
menggambarkan anak yang melambaikan tangan pada ibu. Tapi si ibu
kini berdiri di sebuah rumah gedung yang bagus, di sebuah
kompleks perumahan kota. Hampir semua ilustrasi yang memberi
gambaran suasana desa, dalam buku baru memang diubah bersuasana
kota.
Jelas sudah, bahwa tim revisi buku PMP yang diketuai Menteri
Muda Sekertaris Kabinet Moerdiono tak semata bekerja karena ada
protes. Tim ini pun menurut Direktut Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah Darji Darmodiharjo, salah seorang anggota tim, juga
memperbaiki gambar ilustrasi, salah cetak, dan bentuk kalimat.
Tapi memang, hal yang menguraikan agama, yang dulu banyak
mengundang protes, banyak diubah. Kata "wajib" dalam Kita wajib
memberikan ucapan selamat hari raya kepada para pemeluk agama
yang merayakan, diganti "sebaiknya." Lantas kalimat yang
menyatakan bahwa semua agama sama karena sama-sama mengajarkan
ajaran Tuhan (misalnya dalam PMP untuk kelas V SD halaman 12)
dihilangkan. Ini dianggap bertentangan dengan ajaran Islam.
Singkat kata, buku PMP baru memang terasa lebih tahu batas.
Hal-hal yang menjadi bagian pelajaran agama, misalnya, uraian
tentang "inti menghubungkan diri dengan Tuhan" dalam PMP untuk
kelas V SD Bab II, dihilangkan. Soal seperti itu memang lebih
menjadi urusan guru agama, para kiai, pendeta, dari pada guru
PMP. Cuma yang agak aneh, hal maaf-memaafkan di Hari Idul Fitri
(PMP untuk kelas I SD) dalam buku baru justru dihilangkan.
Benar, dalam agama Islam tak ada hari khusus untuk meminta maaf.
Tapi bukankah itu sudah menjadi tradisi kuat di Indonesia?
Tak jelas berapa kerugian pemerintah karena harus merevisi dan
mencetak kembali PMP -- yang direncanakan akan dicetak 40 juta
eksemplar. Tapi memang buku lama, begitu muncul protes,
pencetakan selanjutnya sempat ditangguhkan. Waktu itu baru
dicetak sekitar 8 juta. "Dengan begitu kerugian bisa ditekan,"
kata sumber TEMPO di Departemen P & K. Dan perlu diketahui, PMP
baru ini masih termasuk hasil kerja Menteri P & K yang lalu,
Daoed Joesoef. "Saya hanya meneruskan yang telah dilakukan
Menteri lama," kata Nugroho. Toh ia berpesan," jangan sampai ada
pihak yang mengada-ada, sebab tak ada gading yang tak retak."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini