Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Melebur jadi ujung galuh

4 akademi di surabaya (akademi industri surabaya, akademi ilmu hukum & kepengacaraan, akademi kewanitaan, akademi bank surabaya) dan universitas hayam wuruk, bergabung menjadi univ. ujung galuh. (pdk)

13 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI bukan sulap, bukan pula matematika baru. Empat akademi swasta ditambah satu universitas swasta, hasilnya ternyata sebuah Universitas Ujung Galuh. Itulah yang terjadi di Surabaya persis di awal bulan ini: penandatanganan kesepakatan untuk merger alias melebur jadi satu dari Akademi Industri Surabaya, Akademi Bank Surabaya, Akademi Ilmu Hukum, dan Kepengacaraan, Akademi Kewanitaan, dan Universitas Hayam Wuruk. "Daripada berdiri sendiri tapi lemah, lebih baik disatukan agar kuat," kata Soepomo, sekretaris Yayasan Pendidikan Widya Surya -- yayasannya universitas hasil gabungan itu tadi. Di tengah kritik terhadap perguruan tinggi swasta, upaya fusi ini adalah "langkah yang amat patut ditiru", kata Prof. Dr. Soedarso Djojonegoro, ketua Kopertis Wilayah VII. Sebab memang kenyataan, banyak PTS yang tak mampu berkembang, malah terus merosot. Akademi Ilmu Hukum dan Kepengacaraan itu, misalnya, berdiri 8 tahun yang lalu, hingga kini tetap saja statusnya masih terdaftar. "Gedung saja belum punya, bagaimana kuliah bisa baik," kata seorang mahasiswanya. Dan selama itu, menurut Parno S.H., bekas kepala Bidang Hukum Akademi tersebut baru 13 orang sempat yang lulus sarana muda dengan ujian negara. "Kini lebih dari 100 sarjana muda lokal yang telah beberapa tahun menunggu ujian negara yang tak kunjung dilaksanakan," katanya. Bahkan yang disebut Universitas Hayam Wuruk sebenarnya sudah pada 1976 tak lagi terdaftar namanya di Kopertis Wilayah VII. "Itu memang betul," kata Soepomo. "Tapi inventaris kekayaannya masih ada, dan sudah disetujui untuk dialihkan ke Yayasan Widya Surya." Pokoknya usaha penggabungan ini benar-benar menolong. Yang telanjur pingsan, seperti, Universitas Hayam Wuruk, diaktifkan kembali. Yang hampir pingsan, seperti, Akademi Kewanitaan yang membuka kuliah soal-soal wanita dan kesejahteraan keluarga itu, diberi napas baru. Tentu, penggabungan ini bukannya tanpa kesulitan. Pertemuan para pimpinan PTS yang mau bergabung itu diadakan berkali-kali, berbulan-bulan, sebelum kata sepakat dicapai. Soal rektor misalnya, dalam jangka panjang ditiadakan. Disepakati Universitas Ujung Galuh dikemudikan oleh Dewan Rektorium yang anggotanya terdiri dari para direktur empat Akademi tadi dan rektor Universitas Hayam Wuruk. Ketua dewan dipilih dua tahun sekali, dan untuk masa 1983-1985 ini telah terpilih Drs. Hendratno, yang dulu menjadi direktur Akademi Industri Surabaya. Adapun para dekan untuk lima fakultasnya -- Teknologi Industri, Hukum, Ekonomi, Teknik Sipil, dan Perencanaan, dan Ilmu Administrasi Pendidikan -- baru ada dua dekan ditentukan. Ialah, untuk Fakultas Hukum dan Fakultas Teknologi Industri. Dekan diputuskan oleh Dewan Rektorium berdasar nama-nama yang diusulkan oleh bekas PTS yang melebur, sesuai bidangnya. Misalnya, Dekan Fakultas Hukum adalah orang dari Akademi Ilmu Hukum dan Kepengacaraan, dan seterusnya. Yang ramai ialah menentukan gaji dosen. Selain standar gaji yang berbeda di PTS yang fusi ini ternyata "banyak dosen di Akademi yang kini merger ini tak memikirkan gaji," kata Soepomo. "Mereka mengajar karena dedikasi saja." Kini ditentukan gaji dosen berdasar beban kuliah yang disandangnya. Pun untuk uang kuliah mahasiswa, yang dulunya berbeda-beda, kini ditentukan berdasar jumlah Satuan Kredit Semester yang harus ditempuh. Dengan batas terendah Rp 15 ribu per bulan. Harap dicatat, Universitas Ujung Galuh yang baru akan memulai kuliahnya bulan depan, telah mempersiapkan diri memakai sistem Satuan Kredit Semester -- bukan lagi sistem kenaikan tingkat. Toh, pihak Kopertis tetap berpegang pada prosedur. Bila dulu akademi-akademi yang merger itu telah berstatus terdaftar, lima fakultas Universitas Ujung Galuh kembali masih dalam status percobaan untuk menjadi terdaftar. Maka dalam dua tahun mendatang merupakan tantangan bagi universitas baru ini untuk mencetak prestasi agar memperoleh status terdaftar. Kalau tidak, fusi ini hanya akan menjadi awal bubarnya akademi-akademi yang kini memang sudah kembang-kempis itu. Tapi para pengurus yayasan merasa Optimistis karena, misalnya, mereka sudah menjediakan tanah 1 ha untuk membangun kampus baru. Dan sampai pekan lalu sudah sekitar 300 calon mahasiswa yang mendaftar, selain sekitar 500 mahasiswa lama dari akademi-akademi yang bergabung itu. Hebatnya lagi, sudah ada rencana membangun asrama dan poliklinik buat mahasiswa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus