Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Polisi Diduga Siksa Sejumlah Anak dalam Kerusuhan 22 Mei

Kontras dan LBH Jakarta mendesak Kapolri memeriksa sejumlah polisi yang diduga melakukan pelanggaran.

27 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Staf pembela Hak Asasi Manusia KontraS Andi Muhammad Rezaldy (kanan) menyampaikan penemuan dugaan penyiksaan terhadap anak terkait kasus kerusuhan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menemukan sejumlah dugaan penyiksaan terhadap anak oleh aparat kepolisian perihal kasus kerusuhan 21-22 Mei lalu di Jakarta. Staf pembela hak asasi manusia Kontras, Andi Muhammad Rezaldy, menyebut anak-anak itu ditangkap karena diduga ikut melakukan kerusuhan. Selama penangkapan dan penahanan, mereka sempat mengalami penyiksaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Keluarga yang hendak mendampingi juga dihalangi," ujar Andi, saat konferensi pers di kantor Kontras, Jakarta Pusat, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 21-22 Mei lalu, ribuan orang melakukan aksi menolak hasil rekapitulasi suara pemilihan presiden-wakil presiden oleh Komisi Pemilihan Umum. Aksi massa itu berakhir ricuh. Delapan orang tewas dan ratusan orang lainnya terluka. Kepolisian menangkap ratusan orang yang diduga terlibat dalam kerusuhan. Sebagian orang yang ditangkap ternyata masih berusia di bawah 18 tahun. Beberapa dari mereka diduga mengalami penyiksaan oleh aparat.

Anak yang mengalami kekerasan itu antara lain G dan F-keduanya berusia 17 tahun. Mereka ditangkap petugas kepolisian pada 22 Mei dinihari di sekitar kantor Kepolisian Sektor Gambir, Jakarta Pusat. Setelah ditangkap, mereka digiring ke markas Polsek Gambir untuk selanjutnya dipaksa berendam di kolam sebelum dimasukkan ke sel tahanan. Pada saat itu sejumlah polisi memukuli mereka.

"F dan G dipukuli sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam sel bersama tahanan lainnya yang sudah dewasa," tutur Andi.

Penyiksaan terhadap anak-anak itu terus berlanjut pada siang harinya. G dan F kembali disuruh berendam sebelum dikirim ke Markas Polda Metro Jaya. "Mereka diancam akan dipukul dengan balok jika kepalanya keluar dari air saat berendam," ujar Andi. Saat pemeriksaan di Polda Metro Jaya, anak-anak yang berhadapan dengan hukum itu diperiksa tanpa pendampingan keluarga maupun penasihat hukum. "Ketika di-BAP ulang, baru mendapat penasihat hukum. Namun penasihat hukum itu ditunjuk tanpa persetujuan orang tua."

Seusai pemeriksaan, G dipindahkan ke Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani Jakarta, sedangkan F ditahan selama dua pekan bersama para tahanan dewasa. F baru dipindah ke PSMP Handayani Jakarta setelah orang tuanya datang menunjukkan akta kelahiran F.

Menurut Andi, perbuatan sejumlah anggota kepolisian itu telah melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. "Juga diduga keras melanggar berbagai instrumen hukum dan hak asasi manusia yang telah berlaku," ujarnya.

Kontras dan LBH Jakarta meminta Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian dan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Idham Azis memeriksa anggota Polsek Gambir yang diduga melakukan penyiksaan dan kekerasan terhadap anak-anak tersebut. Mereka juga meminta Tito agar memeriksa para penyidik Polda Metro Jaya yang diduga melakukan penahanan sewenang-wenang terhadap anak.

Kontras dan LBH Jakarta mendesak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta meninjau kembali berkas perkara yang diajukan Polda Metro Jaya karena diduga kuat proses penyidikan yang dilakukan kepolisian telah melanggar hukum acara dan HAM. Kejaksaan juga diminta mengedepankan upaya diversi sebagai bentuk penyelesaian di luar peradilan pidana terhadap para anak yang berhadapan dengan hukum tersebut. Mereka juga meminta Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia mengawasi dan turut serta membantu para anak yang berhadapan dengan hukum itu dalam mencapai kesepakatan diversi dengan pihak kepolisian.

Kepala Bagian Penerangan Umum Markas Besar Polri, Komisaris Besar Asep Adi Saputra, mengatakan pihaknya akan mengkonfirmasi adanya dugaan penganiayaan oleh personel kepolisian terhadap anak-anak yang diduga terlibat dalam kerusuhan pada 21-22 Mei lalu. "Konfirmasi untuk memastikan apakah benar peristiwa itu terjadi atau tidak," ujarnya, kemarin. ADAM PRIREZA | ANDITA RAHMA | HALIDA BUNGA | AGUNG SEDAYU


Lima Rekomendasi

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus