Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Diskriminasi Akibat Selembar Bukti

Penghentian layanan publik akibat warga belum divaksin Covid-19 meluas. Di Aceh, polisi menolak laporan korban dugaan pemerkosaan.

20 Oktober 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengendara motor menunjukkan kartu vaksin Covid-19 saat penyekatan daerah zona merah di Aceh, 4 September 2021. ANTARA/Rahmad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Polisi di Aceh menolak laporan korban dugaan pemerkosaan karena pelapor belum divaksin Covid-19.

  • Korban belum divaksin dengan alasan medis.

  • Diskriminasi terhadap warga yang belum divaksin meluas meski cakupan vaksinasi masih minim.

BANDA ACEH – Kepolisian Resor Banda Aceh disebut menolak laporan dugaan percobaan pemerkosaan akibat syarat vaksinasi Covid-19. Tindakan polisi ini dinilai salah karena melanggar hak asasi korban dalam mencari keadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh, Hendra Saputra, mengatakan diskriminasi kepolisian terhadap korban menunjukkan kesalahan persepsi tentang vaksinasi Covid-19. Korban melapor ke polisi dalam keadaan darurat sehingga penolakan laporan hanya karena pelapor belum mendapat vaksinasi tidak seharusnya terjadi. “Polisi wajib menjalankan tugasnya lebih dulu, kemudian baru mengedukasi tentang vaksinasi,” kata Hendra dalam konferensi pers di Banda Aceh, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus ini bermula ketika seorang mahasiswi berusia 19 tahun sedang sendirian di rumahnya di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, pada Ahad sore, 17 Oktober lalu. Mendengar ketukan, dia membuka pintu dan langsung disekap orang tak dikenal. Korban yang terus meronta diseret masuk ke dalam rumah. Pelaku mengancam akan memperkosa jika korban terus melawan.

Selang beberapa menit kemudian, ibu korban pulang. Pelaku penyekapan pun lari. Setelah kondisi korban agak tenang, mereka melapor ke kepala dusun, yang berujung pada permohonan advokasi ke Lembaga Bantuan Hukum Aceh dan Kontras Aceh.

Tim advokasi mendampingi korban melapor ke polisi keesokan harinya. Di Kepolisian Resor Kota Banda Aceh-lah korban ditanyai mengenai status vaksinasi. “Padahal korban belum mendapat vaksin karena alasan medis,” kata Hendra. “Tapi polisi tetap ngotot laporan baru bisa diproses kalau ada sertifikat vaksin.”

Korban dan tim pendamping berpindah haluan ke Kepolisian Daerah Aceh. Di sana, petugas juga menolak memproses laporan. Kali ini alasannya sulit mengidentifikasi pelaku tindak kriminal dalam kasus percobaan perkosaan. “Aturan yang berbeda di dua kantor kepolisian ini implikasinya sama, yaitu pelanggaran hak asasi korban untuk diakui sebagai obyek hukum,” kata Muhammad Qodrat dari Lembaga Bantuan Hukum Aceh.

Vaksin sebagai persyaratan layanan publik diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 tentang Vaksinasi Covid-19. Dalam Pasal 13A disebutkan sanksi orang yang tidak mengikuti vaksinasi bisa berupa penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan dilakukan oleh lembaga pemerintah dan badan sesuai dengan kewenangan.

Mahasiswi menjalani vaksinasi Covid-19 di Aceh, 14 September 2021. ANTARA/Rahmad

Sejak ketentuan itu berlaku, bermunculan penolakan layanan di lintas instansi. Di Tangerang, misalnya, kepolisian meminta bukti vaksinasi sebagai syarat mengurus surat catatan kepolisian. Syarat ini belakangan ditiadakan setelah kritik dari publik dan Ombudsman.

Di Sulawesi Selatan, pada Juni lalu, polisi juga meminta syarat vaksin untuk urusan surat izin mengemudi, surat catatan kepolisian, dan laporan kehilangan. Kepolisian Gorontalo menyebutkan syarat vaksin diperlukan bagi warga yang mengurus SIM, laporan polisi, laporan aduan, dan laporan kehilangan.

Lembaga negara pengawas pelayanan publik, Ombudsman, menyoroti keputusan kepolisian membatasi pelayanan lewat sertifikat vaksin. Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, mengatakan syarat itu hanya dapat diterapkan jika distribusi vaksin di daerah tersebut merata. “Tapi ternyata stok dan distribusi masih terkendala,” kata Indraza.

Di Aceh, misalnya, cakupan vaksinasi baru mencapai 14 persen hingga suntikan kedua—terendah dibanding daerah lain. Satu penyebabnya adalah stok yang terbatas. Pekan lalu, Kabupaten Aceh Tamiang melaporkan stok yang menipis.

Saifullah Abdulgani, juru bicara Satuan Tugas Covid-19 Aceh, mengatakan vaksin seharusnya tidak menjadi syarat penentu pelayanan publik. Ia menyebutkan polisi memang punya tugas mengedukasi publik ihwal manfaat vaksin, namun bukan dengan membatasi layanan.

Juru bicara Kepolisian Daerah Aceh, Komisaris Besar Winardy, membenarkan beberapa kantor kepolisian di sana menjadikan vaksinasi sebagai syarat pembuatan laporan polisi. Namun tak ada intensi untuk menolak laporan tindak pidana. “Kami mengarahkan untuk vaksin dulu, baru melapor,” kata dia.

Terkait dengan laporan dugaan pemerkosaan di Darul Imarah, Aceh Tengah, petugas meminta korban menyertakan surat keterangan dokter perihal halangan vaksinasi Covid-19. “Tidak ada pelanggaran prosedur di sini,” ujar Winardy.

INDRI MAULIDAR (BANDA ACEH)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus