UPAYA memasyarakatkan Porkas dan mem-Porkas-kan masyarakat mencatat hasil besar di lapangan. Selama 24 minggu pertama undian tebak tepat sepak bola ini berjalan, terkumpul dana Rp 5 milyar. Lalu hasilnya: TVRI mampu menyelenggarakan siaran langsung tiga pertandingan puncak perebutan Piala Dunia Meksiko,-pada dinihari tanggal 28, 29, dan 30 Juni 1986. Semula, karena keterbatasan dana, TVRI merencanakan hanya akan menyiarkan pertandingan final saja. Tapi berkat adanya dana yang disuntikkan oleh Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS), pihak yang memperoleh "lisensi" menyelenggarakan Porkas, tiga pertandingan akbar dapat disiarkan secara langsung. "Kami belum tahu biaya yang harus kami pikul," ujar Brigjen (pur) Hedijanto, anggota tim pengelola Porkas, kepada Toriq Hadad dari TEMPO. Setiap minggu, delapan juta lembar kupon dicetak dan disebar ke pelbagai daerah Dari jumlah tersebut, menurut Hedijarto yang sehari-harinya menjabat Kepala Biro Sesdalopbang dan berkantor di Bina Graha ini, yang terjual 40%-50%. "Selain masih baru, Porkas juga harus bersaing keras dengan judi buntut," tuturnya. Daerah Sum-Ut, Sum-Sel, DKI, dan Ja-Teng, menurut catatan Hedijanto, merupakan daerah yang subur bagi Porkas. Secara rata-rata, lebih dari 50% kupon yang dikirim laku terjual. Di Ja-Bar dan Ja-Tim, entah mengapa, penjualan kupon tebakan berhadiah ini kurang laku. "Semua, 100%, dana yang terhimpun dari Porkas akan digunakan untuk peningkatan prestasi olah raga," ujar Hedijanto, yang juga menjabat sebagai Bendahara Eksekutif Yayasan Dharmais ini. Tentu setelah dipotong untuk hadiah, komisi agen, pajak hadiah, biaya administrasi, dan Rp 80 juta untuk "upah" bagi PT Sahabat Sukses, mitra usaha YDBKS yang mengelola langsung penyelenggaraan Porkas - kalau kupon yang dicetak 8 juta Imbar ini laku terjual semua. Dalam semester pertama 1986 ini, YDBKS menyumbang Rp 526 juta buat PSSI. Sumbangan untuk pembinaan olah raga itu kini ternyata tak cuma datang dari orang-orang kota. Karena Porkas ternyata dengan pesatnya telah jadi mainan orang-orang di desa juga. Sebut saja Rumintar, 58, misalnya, seorang janda yang kini hampir tak pernah absen beli kupon Porkas. Penduduk Desa Kampung Jawa, 17 km dari Pematangsiantar, Sum-Ut, ini tak jera-jera menubruk 50-100 lembar kupon Porkas setiap minggunya. Nenek yang rindu untung ini belum pernah sekalipun kejatuhan "dewi" Porkas. Tapi tetap saja ia rajin mendatangi penjual kupon yang tak mengantungi surat izin itu. Dan sang penjual kupon ini cukup berbaik hati untuk membolehkan si nenek berutang sampai Rp 300 ribu. Alhasil, sertifikat tanah 3 ha Rumintar terpaksa pindah tangan ke tetangga, untuk bayar utang itu. YANG barangkali perlu dicatat adalah prestasi masyarakat Sibolga, Sum-Ut. Di kota kecil dengan 10.000 kepala keluarga ini, omset Porkas rata-rata mencapai Rp 160 juta sebulan. Jadi, pukul rata setiap rumah tangga menyisihkan dana Rp 160 ribu sebulan untuk sumbangan olah raga ini. Padahal, "Pendapatan asli daerah Sibolga hanya Rp 280 juta setahun," tutur Malau, S.H., Kahumas Kabupaten Sibolga. Bila malam Minggu tiba, terlihatlah antrean panjang, tua-muda, di depan loket penjualan Porkas. Di Ja-Tim penjualan kupon Porkas tanpa izin tampak lebih terselubung. Di sekitar Lawang adalah lazim jika seorang penjual Porkas punya agen-agen yang menjajakan kupon itu keluar-masuk kampung, door to door. Sebenarnya Porkas tak boleh dijual sampai ke desa. "Kalau Porkas sampai masuk desa, kami kecolongan," ujar Kadispen Polda Ja-Tim, Daljono, S.H.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini