Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KECEWA, itulah agaknya kata yang paling tepat untuk menggambarkan suasana hati 12 anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, dan 7 eksekutif Pemda Yogyakarta, saat ini. Bayangkan, hari Kamis malam, pekan lalu, Sudharmono, menteri sekretaris negara selaku menteri dalam negeri ad interim, tiba-tiba menunda kunjungan kerja mereka ke Kyoto, Jepang. Padahal, mereka sudah bersiap-siap untuk terbang dari bandar udara Adisutjipto, Yogyakarta, keesokan paginya. "Tak ada yang tahu, sampai kapan penundaan ini berlangsung, termasuk alasannya," ujar Abdul Malik, salah seorang anggota rombongan dari Fraksi Persatuan Pembangunan. Yang pasti, perdebatan-perdebatan sengit telah terjadi, sejak rencana mereka berkunjung ke Jepang mulai dibawa ke sidang, pertengahan tahun silam. Sebagian dari mereka menolak, dengan dalih, situasi ekonomi yang belum kunjung cerah, serta sudah makin dekatnya waktu pemilu. "Apa kata rakyat nanti, bila wakilnya ramai-ramai ke luar negeri," ujar Sutradara Ginting, dari FKP. Baginya, kalau sekarang rencana itu sudah mendapat persetujuan penuh dari seluruh anggota dewan, itu semata-mata karena ada yang mengalah demi kekompakan. Hanya saja, menurut Abdul Malik, yang juga Ketua Komisi C (Bidang Perekonomian), mereka yang menentang tak ada yang berani terang-terangan di hadapan sidang. "Ada yang memakai alasan sakitlah," ujarnya. Dan menurut sumber TEMPO lainnya, mereka yang menentang adalah yang tidak mendapat jatah di rombongan pertama. "Mereka takut, kalau rombongan kedua berangkat, mereka sudah tidak lagi duduk di DPRD," ujarnya. Bahkan, mereka tak segan-segan untuk minta "mentah"-nya saja. Gagasan kunjungan ke Negeri Sakura itu sendiri, sebenarnya bermula dari penandatanganan naskah kerja sama antara Paku Alam VIII, Wakil Gubernur DIY, dan Yukio Hayashida Gubernur Kyoto, bulan Juli, tahun silam, di Kyoto. Kedua pemerintah daerah itu sepakat untuk menjalin kerja sama di bidang pendidikan, pariwisata, dan Industri kecil, serta saling tukar kunjungan kerja. "Jadi, keberangkatan kami adalah sebagai realisasi perjanjian itu," ujar Sutardjo Suryoguritno, Wakil Ketua DPRD-DIY, yang mengaku persetujuan itu telah direstui oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam. Mengapa memilih Kyoto ? "Karena Kyoto kota turis seperti Yogyakarta, yang memiliki banyak peninggalan kebudayaan lama," ujar Sudomo Sunaryo, Kepala Humas Pemerintah DIY. Dengan latar belakang yang mirip, diharapkan kerja sama itu akan lebih cepat membuahkan hasil. Apalagi, Kyoto, yang juga pernah menjadi ibu kota negaranya, sudah melangkah jauh lebih maju, hingga banyak yang akan bisa dipelajari. Dengan alasan itulah, pemerintah DIY tak keberatan menambah Rp 200 juta dalam APBD tahun 1986/1987, sebagai bekal perjalanan 12 wakil rakyat dan 7 eksekutifnya ke Kyoto selama 10 hari. Tapi rute perjalanan yang telah ditentukan aneh - dua hari dijalan, lima hari di Kyoto, dan tiga hari di Hong Kong. Kota yang terakhir itu untuk apa," kata Ginting. Praginanto Laporan Syahril Chili & Aries Margono (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo