Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

PR Terbesar Lahan Parkir

Yogyakarta mesti membuat ikon tujuan wisata baru.

29 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
PR Terbesar Lahan Parkir

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YOGYAKARTA - Menata Malioboro agar terus menjadi kawasan yang apik sudah direncanankan hampir setengah abad lalu. Menurut Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Malioboro pada 1970 ditata dengan memperkuat ekonomi masyarakat melalui perdagangan. Lambat laun kawasan itu menerapkan konsep ramah lingkungan, misalnya, dengan memasang pergola di sejumlah jalur lambat.

Namun penataan kali ini menghadapi sejumlah kendala, misalnya, penolakan dari ratusan pengelola parkir dan ribuan pedagang. Mereka belum sepakat atas draft Detail Engineering Design (DED) yang mengatur areal tersebut. Penanganan lahan parkir dan pedagang memang menjadi pekerjaan rumah terbesar pemerintah kota.

Karena itu, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, Windarto, mengatakan startegi kebijakan yang diambil adalah mendahulukan program yang gesekan sosialnya rendah. "Penataan aspek sosial dan lalu lintas dilakukan paling akhir karena paling rawan gesekan," kata Windarto pada akhir pekan lalu.

Misalnya, tahap pertama penataan pedestrian dimulai dengan menata kabel listrik, telepon, atau telekomunikasi lainnya yang semarwut. Menggunakan sistem ducting, kabel tersebut ditanam di dalam tanah pada bulan depan. Selain itu, merevitalisasi bangunan cagar budaya, membangun ruang publik seni, atau mendirikan plaza budaya.

"Dari DED yang masih dibahas, yang bisa dilakukan tahun ini adalah menata kabel-kabel di atas," kata Kepala Bidang Pengendalian Evaluasi dan Laporan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta, Wahyu Handoyo.

Rentannya pembenahan lahan parkir diakui oleh Ketua Paguyuban Parkir Malioboro, Sigit Karsana Putra. Kepada Tempo dia menyatakan telah melakukan dua kali rembuk pada tahun ini, namun tak menghasilkan kesepakatan. "Kami pilih walkout dari sosialisasi karena tak ada kepastian pemerintah soal jaminan kesejahteraan jika direlokasi," ujarnya.

Menurut dia, banyak yang menggantungkan pendapatan dari sekitar 200 titik parkir di Malioboro. Belum lagi mengingat mereka sudah membayar Rp 30 - 35 juta per tahuh untuk mendapat izin mengelola parkir. Apalagi aktivitas parkir di kawasan itu pun mendatangakan retribusi bagi pemerintah.

Sementara itu, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Sosromenduran, Chang Wendriyanto, mengatakan kemunculan pusat-pusat belanja besar di Malioboro diyakini menjadi pangkal keruwetan. Sebab, pusat belanja tersebut tak menyediakan parkir secara memadai. Anggota DPRD DIY ini pun menilai penataan kawasan Malioboro tak terencana.

Melihat masalah yang begitu kompleks tersebut, Ketua Program Magister Arsitektur Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yoyok Wahyu Subroto, berpendapat perlu dekonsentrasi perhatian publik dari kawasan Malioboro. Menurut dia, selama ini Malioboro telanjur menjadi ikon wisata sekaligus pusat beragam aktivitas lain. "Hasil riset saya, 70 persen pengunjung di Malioboro hanya lewat di jalan itu," kata dia.

Karena itu, dia mengusulkan pemerintah Kota Yogyakarta bersama Pemerintah Kabupaten Sleman dan Bantul bekerja sama mencetak ikon-ikon kawasan destinasi wisata baru. Hanya, kata dia, perlu ada konsep perencanaan tata ruang wisata yang matang. PRIBADI WICAKSONO | ADDI MAWAHIBUN IDHOM | ANANG ZAKARIA | Berita terkait halaman 14 Mimpi Pedistrian yang Nyaman


Dari Kabel Hingga Lahan Parkir*

Yogyakarta sedang berbenah menata jalur Malioboro yang makin semrawut. Sebagai pedomanan dalam mempercantik wajah kawasan wisata itu, pemerintah memakai konsep Detail Engineering Design (DED) yang sebentar lagi ditetapkan.

Tahap awal
(tak mudah terjadi gesekan sosial)

  • Pembenahan kabel listrik dan telekomunikasi dengan menanam dalam tanah (sistem ducting).
  • Revitalisasi bangunan cagar budaya.
  • Pembangunan ruang publik seni.
  • Pembangunan plaza budaya.

    Tahap kedua
    (mudah terjadi gesekan sosial)

  • Penataan pedagang kaki lima1.000 pedagang
  • Penataan lahan parkir200 titik (rencana relokasi di bekas Terminal Ngabean dan Abu Bakar Ali)PRIBADI WICAKSONO
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus