Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

29 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anas Dihukum Delapan Tahun

MANTAN Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum divonis delapan tahun penjara dalam kasus korupsi proyek pusat olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Rabu pekan lalu itu, hakim juga menjatuhkan denda Rp 300 juta plus kewajiban mengembalikan uang negara Rp 57,5 miliar dan US$ 5,26 juta.

Anas didakwa menerima suap dari kontraktor proyek itu dan terlibat pencucian uang dengan membeli aset dari hasil korupsi. "Terdakwa punya pengaruh besar mengatur proyek pemerintah di Dewan," kata hakim ketua Haswandi. Dua dari lima hakim tak sepakat menerapkan dakwaan pencucian uang kepada Anas karena, menurut mereka, Komisi Pemberantasan Korupsi tak berwenang melakukannya.

Menurut hakim, saat akan mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres partainya di Bandung pada 2010, Anas mendapatkan sokongan dana yang dikumpulkan PT Anugrah Nusantara. Ia menjadi pemegang 30 persen saham perusahaan itu, sisanya milik Muhammad Nazaruddin, yang diangkat menjadi Bendahara Umum Demokrat ketika Anas terpilih sebagai ketua umum.

Hukuman Anas itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa: 15 tahun bui, denda Rp 500 juta, pengembalian uang negara Rp 94,18 miliar dan US$ 5,2 juta, serta pencabutan hak politiknya dalam jabatan publik. Anas mengatakan putusan itu tidak adil dan ia menantang jaksa bersumpah. Adapun KPK menyatakan mengajukan permohonan banding karena menilai putusan hakim terlalu rendah.

Enam Tuduhan
Selain menerima hukuman badan, Anas Urbaningrum menerima hukuman mengganti kerugian negara mencapai Rp 110 miliar.

Perkara
Kasus suap dan korupsi proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang 2010 dan proyek-proyek lain.

Hukuman
Delapan tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan, mengembalikan uang negara Rp 57,5 miliar dan US$ 5,26 juta, serta disita harta yang berasal dari hasil korupsi.

Pidana yang Terbukti

Kasus Suap:
1. Menerima Rp 2,2 miliar dari PT Adhi Karya, perusahaan pemenang lelang proyek Hambalang dan proyek geotermal.
2. Menerima Rp 25,3 miliar dan US$ 36.070 dari Permai Group atau PT Anugrah Nusantara Group untuk persiapan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.
3. Menerima Rp 30 miliar dan US$ 5,225 juta dari M. Nazaruddin yang diambil dari brankas Permai Group.
4. Menerima Rp 670 juta yang berasal dari dana proyek Hambalang dan dari cek di PT Metropolitan—anak perusahaan Permai Group—untuk membeli mobil Toyota Harrier.
5. Menerima Toyota Vellfire senilai Rp 735 juta dan Toyota Camry.
6. Menerima fasilitas survei dari Lingkaran Survei Indonesia terkait dengan pencalonannya sebagai ketua umum di kongres Partai Demokrat.

Pencucian Uang
1. Membeli tanah seluas 639 meter persegi di Jalan Teluk Semangka, Duren Sawit, Jakarta Timur.
2. Membeli tanah seluas 7.800 meter persegi di Jalan D.I. Panjaitan, Mantrijeron, Yogyakarta.
3. Membeli tanah seluas 200 meter persegi di Jalan Selat Makasar, Blok C 9, Duren Sawit, Jakarta Timur.


Konflik Polisi-Tentara di Batam

Bentrokan antara polisi dan tentara terjadi di Batam, Kepulauan Riau, Ahad pekan lalu. Insiden berawal dari penggerebekan tim Reserse Kriminal Khusus dan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Kepulauan Riau di gudang penimbunan solar milik N di perumahan Cipta Asri, Jalan Trans Barelang, Batam, sekitar 500 meter dari Markas Komando Brigade Mobil.

Baik polisi maupun tentara berbeda pendapat soal insiden ini. Versi polisi, penggerebekan yang dipimpin Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepulauan Riau Komisaris Ardiyanto itu terjadi karena sekelompok orang dengan pakaian sipil menghadang mereka saat hendak membawa barang bukti. Polisi melepaskan tembakan ke tanah, yang ternyata mengenai kaki dua tentara dari Batalion Infanteri 134 Tuah Sakti, yaitu Prajurit Satu Ari Kusdiyanto dan Prajurit Dua Hari Sulistiyo.

Versi tentara, kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Andika Perkasa, kedua prajurit yang tak berseragam itu sedang melintas di depan lokasi penggerebekan sehabis apel malam di markasnya.

Bupati Bogor Diadili

JAKSA pada Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Bupati Bogor Rachmat Yasin serta Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor M. Zairin dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara. Dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Kamis pekan lalu, Yasin—yang juga Ketua Partai Persatuan Pembangunan Jawa Barat—didakwa menerima Rp 4,5 miliar dari bos PT Bukit Jonggol Asri, Kwee Cahyadi Kumala. Hal ini terkait dengan penerbitan izin tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektare di Bogor.

Suap ini terbongkar saat KPK menangkap Yasin, Zairin, dan Yohan Yap, anak buah Cahyadi, di Bukit Jonggol bersama uang suap Rp 1,5 miliar pada 7 Mei tahun lalu. Dari sini terbongkar bahwa Cahyadi berulang kali memberikan uang kepada Yasin selama Februari-Mei lalu terkait dengan izin tukar-menukar kawasan hutan sehingga jumlahnya mencapai Rp 4,5 miliar.

KPK Tahan Gubernur Riau

Gubernur Riau Annas Maamun ditetapkan sebagai tersangka penerima suap sebesar Rp 2 miliar terkait dengan proses alih fungsi lahan kebun sawit seluas 140 hek­tare di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, ­Jumat pekan lalu. Annas ditangkap di rumahnya di kompleks Citra Grand RC, Blok 3 Nomor 2, Cibubur, Jakarta Timur, sehari sebelumnya.

Selain Annas, delapan orang lain ikut dicokok, seorang di antaranya pengusaha bernama Gulat Medali Emas Manurung, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Riau. Gulat pun ditetapkan tersangka sebagai penyuap Annas.

Dalam penangkapan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi menyita uang suap dengan total Rp 2 miliar, yakni berupa pecahan rupiah sebesar Rp 500 juta dan dolar senilai Sin$ 156 ribu dan US$ 30 ribu. Setelah dijadikan tersangka, Annas ditahan di Rumah Tahanan Polisi Militer Kodam Jaya, Guntur, Jakarta Selatan. Sedangkan Gulat ditahan di Rumah Tahanan KPK Cabang Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.

Ketua KPK Abraham Samad mengatakan hanya dua orang itu yang dijadikan tersangka. Adapun motif penyuapan tersebut, kata dia, Gulat hendak mengalihkan status lahan sawit itu dari kategori hutan tanaman industri menjadi kawasan dengan peruntukan lain. Suap itu sekaligus ijon agar Gulat mendapat proyek di Riau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus