Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Gubernur Jakarta Pramono Anung menyatakan Kali Ciliwung berkontribusi sebesar hampir 40 persen pada banjir Jakarta yang terjadi pada awal Maret 2025 lalu. Oleh karena itu, Kali Ciliwung menjadi prioritas utamanya dalam menjalankan program normalisasi dan naturalisasi dibandingkan dengan 13 kali lain di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya kan sempat menjenguk di GOR Otista dan sebagainya, memang hampir semua kontribusi terbesarnya masih Ciliwung,” ujar Pramono kepada Tempo di ruang kerjanya di Balai Kota Jakarta, pada Senin, 10 Maret 2025.
Mantan Menteri Sekretaris Kabinet itu mengatakan pihaknya telah melakukan pemetaan lahan yang akan dibebaskan untuk rencana penataan kali tersebut. Dia menuturkan proses pembebasan lahan menjadi tantangan utama dalam rencana penataan Kali Ciliwung, sebab pasti ada perlawaan dari warga yang tinggal di bantaran kali. Namun, dia memastikan akan menggunakan pendekatan pesuasif agar warga dapat direlokasi secara sukarela.
Pramono berujar memindahkan warga bukanlah persoalan yang teknis, oleh karena itu perlu pendekatan persuasif yang intensif antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta dengan warga yang akan direlokasi. “Karena kalau enggak (dengan cara yang persuasif) pasti akan ada problem,” kata dia.
Saat ditemui usai acara buka bersama dengan tim sukses pemenangan kampanyenya di Jalan Cemara, Gondangdia, Jakarta Pusat pada Sabtu, 8 Maret 2025 lalu, Pramono mengatakan akan mengombinasikan metode penataan sungai era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan era GubernurAnies Baswedan, yakni normalisasi dan naturalisasi.
Senada, Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno juga menilai penanganan banjir Jakarta memerlukan kombinasi kedua metode tersebut. Dia menjelaskan proses naturalisasi bisa dilakukan di daerah-daerah pinggiran atau hulu dengan metode turap. Namun, untuk di pusat kota atau daerah hilir, normalisasi harus dilakukan karena daerah resapan air di pusat kota lebih sedikit.
“Kalau yang namanya naturalisasi itu kan masih mengandalkan tanah itu bisa menyedot air. Tapi kalau normalisasi semua kan corak benangnya itu beton semua kan,” kata Rano Karno kepada Tempo saat ditemui di kantornya di Balai Kota Jakarta, pada Kamis, 6 Maret 2025.