Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Puing-Puing Glodok Plaza

Pusat perdagangan glodok plaza, terbakar. dinas kebakaran kurang sigap, banyak kritik dilontarkan ke DPK. (nas)

23 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GLODOK Plaza, pusat perdagangan megah bertingkat enam, babak belur, hangus dilalap oleh api yang mengganas hampir seharian Selasa pekan lalu. Tubuh bangunan seluas 1 hektar yang tadinya dihuni sekitar 700 toko dan kios kini dililit hamparan seng. Bekas kobaran api masih rnembekas di pucuk gedung yang diasuransikan seharga Rp 5,8 milyar. "aya tak akan bisa melupakan peristiwa itu," kata Harry, Manajer PT Multi Plaza Properties (MPP), pengelola Glodok Plaza. Siapa pun akan iba melihat onggokan kawat yang melintang pukang, bekas barang dagangan yang hangus hitam, besi beton yang melengkung, dan hamparan pecahan kaca sejauh mata memandang. Bekas sprinkler, alat penyemprot air otomatis, yang dihebohkan tidak bekerja, nampak menghias langit-langit setiap tingkat dalam keadaan pecah. Dan dua buah kotak hydrant, tempat menyimpan selang penyemprot, nampak masih utuh, tersisa di tingkat tiga. Selangnya pun masih tergulung rapi. Seorang pemilik kios Sabtu pagi lalu kelihatan mengais-ngais di tingkat satu. Ia amat sedih ketika membuka lemari besinya yang cukup tebal. Jutaan rupiah berupa lembaran sepuluh ribu di dalamnya telah berubah warnanya seperti kertas karbon, dan hancur ketika disentuh tangannya. "Yah, bagaimana bisa jadi begini?", katanya lesu. Yah, kenapa? Tatang Djukarta, karyawan PT MPP tiba di Glodok Plaza pada pukul 06.30 Selasa, 12 April itu. "Saya mendapat laporan asap telah memenuhi sebagian ruangan di lantai I. Dan saya mencoba masuk, tapi tidak berhasil karena tebalnya asap," katanya kepada James R. Lapian dari TEMPO. Tanpa pikir Iagi ia bergegas menghubungi sendiri Dinas Pemadam Kebakaran di Jl. Ketapang, sekitar 4 km dari sana, sekalipun seorang rekannya mengatakan telah menelepon pihak DPK. Lewat handy-talkie, setelah mendengarkan Tatang, petugas jaga DPK Ketapang melaporkannya kepada petugas lain, yang dengan alat yang sama meneruskannya kepada atasannya. Tatang kemudian cepat kembali ke Glodok Plaza, tapi sebelumnya sempat menelepon Ir. Hendrik, penanggung jawab bidang teknik gedung itu. Tapi Tatang merasa kesal, karena setiba di tempat kebakaran armada DPK belum muncul. "Tak lama kemudian barulah nampak dua unit mobil pemadam kebakaran," katanya. Pos DPK terdekat berada di Taman Fatahillah, sekitar 1 km dari lokasi kebakaran, berkekuatan hanya dua mobil unit. Pos DPK Ketapang armadanya memang lebih banyak. Juga diperlengkapi menara intai untuk melihat suasana. Tak diketahui apakah petugas DPK Fatahillah dan Ketapang melihat kepulan asap yang sekitar pukul 08.00 nampak dari tempat parkir atas Proyek Senen. Tapi menurut seorang karyawan PT MPP, dua unit pemadam kebakaran tanpa dibekali tangga, baru tiba sekitar pukul 08.30. "Mereka nampak bingung, tak segera berupaya melokalisasi api," katanya. Api yang bermula di toko Inti Jaya tingkat II, menurut yang empunya cerita, waktu itu belum sampai menjilat Blok A yang berada paling dekat dengan pintu masuk utama. "Beberapa petugasnya malah membongkar isi toko," katanya. Betulkah? "Saya berani mengangkat sumpah pada waktunya, dan malah menyesal kenapa saya tidak membawa kamera," katanya. Banyak kritik dialamatkan ke DPK. Beberapa saksi mata mengatakan selang mobil unit banyak yang bocor, oli penggerak tiba-tiba habis selagi menyemprot, tanpa membawa oli cadangan, dan masker tidak banyak dipakai. Sedang sebuah mobil unit yang dilengkapi tangga baru tiba sekitar pukul 11.00. Mobil unit yang lain, semua berjumlah 20, baru kemudian berdatangan. Kenapa begitu? "Masyarakat menuduh yang bukan-bukan, seolah-olah kami berpangku tangan," kata Chanafi, 46 tahun, kepala Dinas Kebakaran DKI kepada Yusroni H. dari TEMPO. Menurut Chanafi yang bertubuh tegap, "kami baru diberitahukan pukul 07.10 ketika api membesar, dan sulit dikuasai." Ia mengaku telah datang sendiri ke Glodok Plaza pukul 09.00, mengambil alih pimpinn dari tangan komandan markas wilayah, yang menurut Chanafi, "sebetulnya paling berwenang memimpin operasi." Dia beranggapan bangunan Glodok Plaza sulit untuk dimasuki, karena tertutup rapat, dan sebagian besar dikelilingi tembok, terutama sebelah selatan dan barat. Yang agak terbuka, menurut Chanafi, hanya sebelah utara dan barat. "Akibatnya, petugas ini sukar mendekati lokasi. Di samping gelap (listrik mati), ditambah lagi suasana sumpek, panas dan asap yang tebal, kobaran api juga sangat besar," katanya. Menurut Chanafi, sewaktu api mulai mejalar, aliran listrik terputus. Generator tidak berfungsi karena sistem otomatis diubah ke manual. Akibatnya tak ada aliran listrik untuk memompa air ke pipa-pipa kebakaran. "Reser. voir air di Glodok Plaza, setelah diteliti, berkapasitas 300 m, digunakan untuk AC, toilet dan proteksi kebakaran. Sedang pipa pengisap (inlet) tidak diatur perbedaan ketinggiannya, sehingga tak tersedia air minum untuk proteksi kebakaran," kata Chanafi. Pada saat kejadian, Chanafi yakin sprinkler bekerja sesuai prosedur, tapi hanya sebentar karena persediaan air tinggal yang ada di pipa-pipa penyalur. "Begitu air habis sprinkler tak berfungsi lagi," katanya. Ia juga menyesalkan, manajemen Glodok Plaza sama sekali tak pernah menghubungi Dinas Kebakaran DKI dalam masalah proteksi kebakaran. "Untuk Ratu Plaza, hal itu sudah kami periksa," tambahnya. Namun begitu, menurut Manajer MPP Harry, sprinkler dan hydrant itu tak ada hubungan dengan generator. "Generator itu hanya untuk menggantikan aliran PLN, yang sengaJa dimatikan. Kalaupun generator misalnya tidak bekera, itu disebabkan karena instalasi listrik yang dipakai oleh generator adalah juga instalasi yang digunakan oleh PLN," kata Harry. Menurut Harry, pukul 14.00, di tengah teriknya matahari, api masih menjalar di lantai II dan III. Saya sendiri berada di lantai III sambil memegang selang penyemprot yang saya arahkan ke supermarket dan toko Sanjaya. Tiba-tiba aliran air berhenti. Saya langsung turun menuju tempat penyimpanan air d sebelah barat gedung. Ternyata masih ada air," katanya. Ia lalu berlari ke mobil unit. "Yang saya dapati, oli penggerak mesin penyemprot air mobil unit habis," katanya. Api pun siang itu mengamuk sampai di tingkat IV, dan ketika menjilat tingkat V, terdengar ledakan dahsyat, dan api menyala bagaikan disiram bensin. Ternyata di salah satu gudang tingkat V tersimpan persediaan gas LPG. Agak mengherankan bahan bakar yang amat peka itu disimpan di tempat yang sulit untuk diselamatkan. "Ya, sebenarnya ada ketentuan bahwa gudang-gudang tersebut tidak untuk menyimpan barang yang mudah terbakar atau meledak," kata Harry. Kenapa dibiarkan? Ia cuma mengangkat bahu, dan mengakui "tak bisa berbuat banyak" untuk menghalangi mereka yang menyimpan tabung-tabung berisi gas LPG itu. Menurut seorang pemilik kios, beberapa hari sebelum timbulnya musibah, persediaan tabung baru masuk ke gudang tingkat V. Penyimpanan LPG itu, menurut Harry, banyak dilakukan oleh penyewa yang berdagang alat seperti kompor gas dan komporele tromk. Para petugas kebakaran pun tak berdaya, dan bersama orang-orang Glodok Plaza yang sejak pagi pontang-panting membantu, hanya menonton kobaran api bercampur gas yang membakar seluruh bangunan raksasa itu. "Saya pun menyerah ketika itu," kata Harry.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus