GLODOK Plaza, pusat perdagangan megah bertingkat enam, babak
belur, hangus dilalap oleh api yang mengganas hampir seharian
Selasa pekan lalu. Tubuh bangunan seluas 1 hektar yang tadinya
dihuni sekitar 700 toko dan kios kini dililit hamparan seng.
Bekas kobaran api masih rnembekas di pucuk gedung yang
diasuransikan seharga Rp 5,8 milyar. "aya tak akan bisa
melupakan peristiwa itu," kata Harry, Manajer PT Multi Plaza
Properties (MPP), pengelola Glodok Plaza.
Siapa pun akan iba melihat onggokan kawat yang melintang pukang,
bekas barang dagangan yang hangus hitam, besi beton yang
melengkung, dan hamparan pecahan kaca sejauh mata memandang.
Bekas sprinkler, alat penyemprot air otomatis, yang dihebohkan
tidak bekerja, nampak menghias langit-langit setiap tingkat
dalam keadaan pecah. Dan dua buah kotak hydrant, tempat
menyimpan selang penyemprot, nampak masih utuh, tersisa di
tingkat tiga. Selangnya pun masih tergulung rapi.
Seorang pemilik kios Sabtu pagi lalu kelihatan mengais-ngais di
tingkat satu. Ia amat sedih ketika membuka lemari besinya yang
cukup tebal. Jutaan rupiah berupa lembaran sepuluh ribu di
dalamnya telah berubah warnanya seperti kertas karbon, dan
hancur ketika disentuh tangannya. "Yah, bagaimana bisa jadi
begini?", katanya lesu.
Yah, kenapa? Tatang Djukarta, karyawan PT MPP tiba di Glodok
Plaza pada pukul 06.30 Selasa, 12 April itu. "Saya mendapat
laporan asap telah memenuhi sebagian ruangan di lantai I. Dan
saya mencoba masuk, tapi tidak berhasil karena tebalnya asap,"
katanya kepada James R. Lapian dari TEMPO. Tanpa pikir Iagi ia
bergegas menghubungi sendiri Dinas Pemadam Kebakaran di Jl.
Ketapang, sekitar 4 km dari sana, sekalipun seorang rekannya
mengatakan telah menelepon pihak DPK.
Lewat handy-talkie, setelah mendengarkan Tatang, petugas jaga
DPK Ketapang melaporkannya kepada petugas lain, yang dengan alat
yang sama meneruskannya kepada atasannya. Tatang kemudian cepat
kembali ke Glodok Plaza, tapi sebelumnya sempat menelepon Ir.
Hendrik, penanggung jawab bidang teknik gedung itu. Tapi Tatang
merasa kesal, karena setiba di tempat kebakaran armada DPK belum
muncul. "Tak lama kemudian barulah nampak dua unit mobil pemadam
kebakaran," katanya.
Pos DPK terdekat berada di Taman Fatahillah, sekitar 1 km dari
lokasi kebakaran, berkekuatan hanya dua mobil unit. Pos DPK
Ketapang armadanya memang lebih banyak. Juga diperlengkapi
menara intai untuk melihat suasana.
Tak diketahui apakah petugas DPK Fatahillah dan Ketapang melihat
kepulan asap yang sekitar pukul 08.00 nampak dari tempat parkir
atas Proyek Senen. Tapi menurut seorang karyawan PT MPP, dua
unit pemadam kebakaran tanpa dibekali tangga, baru tiba sekitar
pukul 08.30. "Mereka nampak bingung, tak segera berupaya
melokalisasi api," katanya.
Api yang bermula di toko Inti Jaya tingkat II, menurut yang
empunya cerita, waktu itu belum sampai menjilat Blok A yang
berada paling dekat dengan pintu masuk utama. "Beberapa
petugasnya malah membongkar isi toko," katanya. Betulkah? "Saya
berani mengangkat sumpah pada waktunya, dan malah menyesal
kenapa saya tidak membawa kamera," katanya.
Banyak kritik dialamatkan ke DPK. Beberapa saksi mata mengatakan
selang mobil unit banyak yang bocor, oli penggerak tiba-tiba
habis selagi menyemprot, tanpa membawa oli cadangan, dan masker
tidak banyak dipakai. Sedang sebuah mobil unit yang dilengkapi
tangga baru tiba sekitar pukul 11.00. Mobil unit yang lain,
semua berjumlah 20, baru kemudian berdatangan.
Kenapa begitu? "Masyarakat menuduh yang bukan-bukan, seolah-olah
kami berpangku tangan," kata Chanafi, 46 tahun, kepala Dinas
Kebakaran DKI kepada Yusroni H. dari TEMPO. Menurut Chanafi yang
bertubuh tegap, "kami baru diberitahukan pukul 07.10 ketika api
membesar, dan sulit dikuasai." Ia mengaku telah datang sendiri
ke Glodok Plaza pukul 09.00, mengambil alih pimpinn dari tangan
komandan markas wilayah, yang menurut Chanafi, "sebetulnya
paling berwenang memimpin operasi."
Dia beranggapan bangunan Glodok Plaza sulit untuk dimasuki,
karena tertutup rapat, dan sebagian besar dikelilingi tembok,
terutama sebelah selatan dan barat. Yang agak terbuka, menurut
Chanafi, hanya sebelah utara dan barat. "Akibatnya, petugas ini
sukar mendekati lokasi. Di samping gelap (listrik mati),
ditambah lagi suasana sumpek, panas dan asap yang tebal, kobaran
api juga sangat besar," katanya.
Menurut Chanafi, sewaktu api mulai mejalar, aliran listrik
terputus. Generator tidak berfungsi karena sistem otomatis
diubah ke manual. Akibatnya tak ada aliran listrik untuk memompa
air ke pipa-pipa kebakaran. "Reser. voir air di Glodok Plaza,
setelah diteliti, berkapasitas 300 m, digunakan untuk AC,
toilet dan proteksi kebakaran. Sedang pipa pengisap (inlet)
tidak diatur perbedaan ketinggiannya, sehingga tak tersedia air
minum untuk proteksi kebakaran," kata Chanafi.
Pada saat kejadian, Chanafi yakin sprinkler bekerja sesuai
prosedur, tapi hanya sebentar karena persediaan air tinggal yang
ada di pipa-pipa penyalur. "Begitu air habis sprinkler tak
berfungsi lagi," katanya. Ia juga menyesalkan, manajemen Glodok
Plaza sama sekali tak pernah menghubungi Dinas Kebakaran DKI
dalam masalah proteksi kebakaran. "Untuk Ratu Plaza, hal itu
sudah kami periksa," tambahnya.
Namun begitu, menurut Manajer MPP Harry, sprinkler dan hydrant
itu tak ada hubungan dengan generator. "Generator itu hanya
untuk menggantikan aliran PLN, yang sengaJa dimatikan. Kalaupun
generator misalnya tidak bekera, itu disebabkan karena
instalasi listrik yang dipakai oleh generator adalah juga
instalasi yang digunakan oleh PLN," kata Harry.
Menurut Harry, pukul 14.00, di tengah teriknya matahari, api
masih menjalar di lantai II dan III. Saya sendiri berada di
lantai III sambil memegang selang penyemprot yang saya arahkan
ke supermarket dan toko Sanjaya. Tiba-tiba aliran air berhenti.
Saya langsung turun menuju tempat penyimpanan air d sebelah
barat gedung. Ternyata masih ada air," katanya. Ia lalu berlari
ke mobil unit. "Yang saya dapati, oli penggerak mesin penyemprot
air mobil unit habis," katanya.
Api pun siang itu mengamuk sampai di tingkat IV, dan ketika
menjilat tingkat V, terdengar ledakan dahsyat, dan api menyala
bagaikan disiram bensin. Ternyata di salah satu gudang tingkat V
tersimpan persediaan gas LPG.
Agak mengherankan bahan bakar yang amat peka itu disimpan di
tempat yang sulit untuk diselamatkan. "Ya, sebenarnya ada
ketentuan bahwa gudang-gudang tersebut tidak untuk menyimpan
barang yang mudah terbakar atau meledak," kata Harry.
Kenapa dibiarkan? Ia cuma mengangkat bahu, dan mengakui "tak
bisa berbuat banyak" untuk menghalangi mereka yang menyimpan
tabung-tabung berisi gas LPG itu. Menurut seorang pemilik kios,
beberapa hari sebelum timbulnya musibah, persediaan tabung baru
masuk ke gudang tingkat V. Penyimpanan LPG itu, menurut Harry,
banyak dilakukan oleh penyewa yang berdagang alat seperti kompor
gas dan komporele tromk.
Para petugas kebakaran pun tak berdaya, dan bersama orang-orang
Glodok Plaza yang sejak pagi pontang-panting membantu, hanya
menonton kobaran api bercampur gas yang membakar seluruh
bangunan raksasa itu. "Saya pun menyerah ketika itu," kata
Harry.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini