Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUKTI suap kepada mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi sungguh telak. Para penyidik mengantongi aliran dana dari Rolls-Royce Plc, produsen mesin pesawat yang berkantor pusat di London, yang diduga untuk menyuap Emir.
Direktur Utama Garuda Indonesia pada 2005-2014 itu sudah ditetapkan menjadi tersangka penerima besel. Penyidik KPK menemukan aliran dana puluhan sampai ratusan ribu dolar Amerika Serikat dan euro dari rekening Connaught International Pte Ltd. "Penerimanya rekening atas nama ibu mertua tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif pada Kamis pekan lalu.
Connaught adalah perusahaan di Singapura yang menjadi broker pengadaan mesin Rolls-Royce dan pesawat Airbus untuk Garuda Indonesia. Suap untuk Emir diduga ditransfer beberapa kali ke rekening ibu mertuanya itu.
Adapun pengirimannya terjadi sepanjang Januari 2009 hingga Mei 2012. Nilainya 1,2 juta euro dan US$ 2,18 juta atau setara dengan Rp 46 miliar. Dari jumlah itu, terdeteksi US$ 2 juta mengalir kembali ke rekening Connaught. KPK menduga pengembalian tersebut untuk membeli kondominium di Singapura dan sejumlah properti di Indonesia.
Menurut catatan KPK, rekening Connaught yang mentransfer duit suap itu atas nama Sallyawati Rahardja, manajer di perusahaan tersebut. Emirsyah, menurut Laode, semula tidak mengakui rekening tersebut milik mertuanya. Sanggahan bekas Direktur Keuangan Garuda ini disampaikan saat diperiksa penyidik KPK pada akhir Desember tahun lalu.
Pada hari yang sama, istrinya, Sandrina Abubakar, juga diperiksa. Berbeda dengan keterangan suaminya, Sandrina mengakui ibunya memiliki rekening di Singapura. Esoknya, menurut Laode, Emirsyah mengirim pesan elektronik ke KPK meralat keterangannya. "Dia akhirnya mengaku," kata Laode.
Pengakuan Emirsyah ini menjadi benang merah yang menyatukan bukti suap yang dikumpulkan penyidik sejak Juli tahun lalu. Kabar suap terhadap maskapai pelat merah ini diterima KPK sebulan sebelumnya. Lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), melaporkan petinggi perusahaan itu, Warren East, telah meminta maaf setelah di depan pengadilan mengaku menyuap para pejabat Garuda untuk urusan pengadaan pesawat.
Sebulan kemudian, lima anggota tim KPK—terdiri atas penyelidik, penyidik, dan jaksa—berangkat ke Singapura untuk bertemu dengan tim SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau. Dari sini, tim mendapat segepok dokumen suap ke petinggi Garuda. Salah satunya puluhan catatan aliran transaksi dari rekening Rolls-Royce ke Connaught hingga sampai di rekening ibu mertua Emirsyah.
Ada juga bukti korespondensi pemilik Connaught, Soetikno Soedarjo, dengan petinggi Rolls-Royce, membahas besaran suap dan nama-nama petinggi Garuda yang akan disogok. Bersama Emirsyah, Soetikno sudah menjadi tersangka.
Petinggi Garuda yang menjadi prioritas untuk disuap, seperti disebut dalam salah satu pesan elektronik yang diterima KPK, berkode "Mr DZ". Ini adalah kode untuk Direktur Utama Garuda. Dua orang lagi yang disebut menerima suap adalah petinggi Garuda yang mengurusi pengadaan dan teknik.
Setelah tim kembali ke Jakarta, Komisi menerbitkan surat penyelidikan kasus ini. Tim lalu memeriksa kantor Garuda Indonesia untuk mengumpulkan dokumen dan meminta keterangan direksi.
Para direktur bersaksi bahwa harga mesin Rolls-Royce dan Airbus terlalu mahal. Kala itu satu pesawat dibanderol US$ 120 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun. Temuan SFO menyebutkan harga itu kelewat mahal. "Direktur setelah Emirsyah melakukan negosiasi ulang," kata salah satu anggota direksi yang diperiksa. Setelah negosiasi, harga turun menjadi US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun.
KPK menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengendus aliran dana untuk Emirsyah dan keluarganya. Laporan hasil analisis PPATK diterima penyelidik pada Agustus lalu. Dari laporan itu terdeteksi ada aliran dana dari rekening ibu mertua Emirsyah di Singapura ke keluarga dan kerabatnya di Indonesia. "Kami sedang mendalami apakah ini ada kaitannya dengan Connaught dan Soetikno," ujar Laode.
Temuan KPK kemudian dikonfirmasi kepada Emirsyah dan istrinya, termasuk kepemilikan rekening ibu mertuanya. Dari bukti-bukti itu, KPK menelusuri lebih jauh dengan menggeledah rumah Emir di Grogol Utara, Jakarta Barat, serta rumah dan kantor Soetikno di Cilandak, Jakarta Selatan. Dua lokasi lagi rumah di Jakarta Selatan milik dua petinggi Garuda yang diduga ikut menerima suap. Keduanya mengurusi pengadaan dan teknik di Garuda.
Semua temuan dan bukti dugaan korupsi itu diuji saat gelar perkara keesokan harinya di KPK. Peserta gelar perkara malam itu bulat memutuskan Emirsyah layak menjadi tersangka. Tuduhannya menerima suap pengadaan sebelas pesawat Airbus A330-300 bermesin Rolls-Royce Trent 700 beserta program perawatannya (total care agreement) dan pengadaan 39 pesawat Airbus A320 untuk maskapai anak usaha Garuda, Citilink.
Suap termasuk untuk mengamankan proyek perawatan mesin Rolls-Royce delapan pesawat Airbus A330-300 lainnya milik Garuda. Penetapan ini berbarengan dengan publikasi hasil penyelidikan dugaan suap Rolls-Royce di sejumlah negara yang diunggah SFO ke web mereka.
Adapun Soetikno dituduh pemberi suap. Soetikno adalah pemilik PT Mugi Rekso Abadi, yang mengantongi banyak waralaba, seperti Hard Rock Cafe Jakarta dan sejumlah media gaya hidup. Keduanya sudah dicegah bepergian ke luar negeri. "Situasi ini tak ada sangkut-pautnya dengan PT MRA," kata CEO PT MRA Maulana Indraguna Sutowo, yang mengambil alih kepemimpinan grup perusahaan akibat penyidikan suap ini.
Status cekal juga disematkan kepada Hadinoto Soedigno, Agus Wahjudo, dan Sallyawati Rahardja. Hadinoto adalah Direktur Teknik saat Emirsyah menjadi Direktur Utama Garuda. Pada 2016, ia menjabat Direktur Citilink. Pada Desember tahun lalu, ia mengundurkan diri setelah insiden pilot Citilink mabuk tembakau gorila. Sedangkan Captain Agus Wahjudi, saat kepemimpinan Emisyah, menjabat Executive Project Manager, yang mengurusi semua pengadaan di maskapai itu.
Emirsyah Satar membantah segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. "Selama menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia, saya tidak pernah melakukan perbuatan korupsi atau menerima sesuatu yang berkaitan dengan jabatan," katanya melalui pernyataan tertulis. Ia menyerahkan keterangan pers kepada pengacaranya, Luhut M.P. Pangaribuan.
Luhut menegaskan, kliennya tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan KPK. Soal kondominium di Singapura yang disebut suap dari Rolls-Royce melalui Soetikno, menurut Luhut, itu adalah, "Aset yang dibeli, bukan hasil suap."
SELAIN urusan suap, KPK menelisik praktek lancung lain yang dituduhkan kepada Emirsyah Satar selama memimpin Garuda. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengaku lembaganya pernah beberapa kali menerima laporan dugaan korupsi Emirsyah Satar. "Ini jadi pintu masuk mengusut yang lain," ujar Saut.
Seorang penegak hukum di KPK mengatakan kasus yang bakal segera diusut adalah dugaan permainan biaya perawatan 18 pesawat Airbus A330-300 dengan modus mengakali biaya perawatan per jam terbang. Laporan ini, kata dia, bisa digabung dengan perkara suap yang melibatkan Emirsyah. "Karena beririsan dengan suap terkait total care agreement mesin Rolls-Royce," ujarnya.
Dalam hal perawatan mesin, Garuda dan Rolls-Royce sudah meneken kontrak perawatan selama 20 tahun sejak 2006. Nilai kontraknya US$ 300 juta untuk setiap sepuluh pesawat. Saat ini Garuda memiliki 18 pesawat bermesin Rolls-Royce.
Dari hasil evaluasi internal, menurut salah satu auditor internal Garuda, biaya perawatan mesin itu dalam hitungan jam seharusnya lebih murah. Tapi, kata dia, Garuda selama Emirsyah memimpin sudah telanjur meneken kontrak dengan Rolls-Royce, yang membanderol harga lebih mahal. "Selisihnya bisa mencapai US$ 30 per jam," ucap auditor ini.
Merekayasa jam terbang, kata sumber ini, kerap jadi senjata memanipulasi laporan keuangan. Satu pesawat Airbus A330-300 bermesin Rolls-Royce, dia mencontohkan, hanya terbang sehari selama sepuluh jam. Di pembukuan dicatat selama 12 jam. Walhasil, biaya perawatan menjadi jauh lebih mahal. "Tim audit internal sudah menyampaikan ini, tapi dibiarkan," kata pegawai senior Garuda ini.
Nama Emirsyah juga berkali-kali mampir ke meja pengaduan KPK. Sejak 2006, Serikat Pekerja Garuda Indonesia getol melaporkan dugaan korupsi di perusahaan itu. Sedikitnya ada lima kasus terindikasi korupsi yang dilaporkan Serikat Pekerja Garuda ke KPK.
Pada 2010, misalnya, Serikat melaporkan indikasi korupsi biaya promosi dan iklan serta penyimpangan pengelolaan infrastruktur teknologi informasi. Mereka melaporkan potensi kerugian negara dari proyek ini sebesar Rp 140 miliar. "Tapi sampai sekarang tidak ada perkembangannya," ujar Ketua Harian Serikat Pekerja Garuda Tomy Tampatty.
Tak hanya menyangkut proyek besar, bukti korupsi Emirsyah juga terekam dalam urusan remeh-temeh. Ia ditengarai menggunakan uang perusahaan untuk membeli nasi kapau senilai Rp 6 juta pada 22 Oktober 2007 oleh istrinya. Dari salinan invoice yang diperoleh Tempo, paket nasi itu dipesan Sandrina di sebuah warung makan di Jalan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Pengeluaran ini kemudian dimasukkan sebagai biaya entertainment DZ, sandi untuk direktur utama.
Laporan keuangan Garuda juga merekam pengeluaran Rp 10 juta untuk Emirsyah dari kas perusahaan dengan kode "JKTDZGA" pada Maret 2010. Duit itu untuk membeli kado pernikahan seorang anak pejabat di Kementerian Perhubungan.
Laode Muhammad Syarif mengakui lembaganya telah menerima banyak laporan dugaan korupsi Emir ini. "Saya tahu ada laporan soal klaim nasi Padang itu. Ada kodenya," ujarnya. Soal duit Garuda yang dipakai Emirsyah untuk membeli kado, Laode mengaku tidak tahu.
Luhut Pangaribuan mempersilakan KPK memeriksa Emir dalam perkara lain. "Kewenangan KPK kami hormati. Pak Emir meyakini tak pernah melakukan semua yang dituduhkan," katanya. Luhut juga mendukung pemeriksaan Emirsyah secepatnya.
Anton Aprianto, Prihandoko
Jejaring Suap Lintas Negara
Nama Emirsyah Satar sesungguhnya tidak masuk radar Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pejabat culas yang harus diawasi. Selama memimpin PT Garuda Indonesia Tbk pada 2005-2014, ia dikenal sebagai eksekutif yang cemerlang. "Kami awalnya kaget karena selama memimpin Garuda dia membangun citra dengan baik," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif.
Reputasi itu jatuh karena Emir diduga menerima suap selama sembilan tahun itu. Jumlahnya tak main-main: Rp 46 miliar dari pemasok barang dalam pengadaan mesin pesawat, terutama dari Rolls-Royce Plc, produsen mesin pesawat dari Inggris.
Suap dari Rolls-Royce itu dialirkan ke rekening-rekening perantara atau nominee. Antara lain Connaught International Pte Ltd, broker pengadaan mesin Rolls-Royce dan pesawat Airbus di Singapura. Praktek kotor Emirsyah terbongkar setelah Serious Fraud Office (SFO) Inggris mengumumkan dugaan suap Rolls-Royce di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Mengalir ke Perantara
Untuk menampung suap Rolls-Royce sepanjang 2009-2012, Emirsyah diduga menggunakan rekening kerabat dekat atau orang kepercayaannya. Rekening dibuka di Singapura dan dalam negeri.
CEO Rolls-Royce
Warren East
Mengincar proyek di Garuda
Rekening Rolls-Royce
- Lebih dari 1,2 juta euro dan US$ 2,180 juta
- Fee untuk broker (Connaught), dugaan suap Emirsyah dan pejabat Garuda lain
Perantara
Connaught International Pte Ltd
Soetikno Soedarjo
- Penghubung Rolls-Royce dan Garuda
- Wajib memiliki perusahaan di luar negeri dan Indonesia
- Dekat dengan petinggi Garuda
Rekening Connaught International Pte Ltd
- Lebih dari 1,2 juta euro dan US$ 2,180 juta
- Dugaan suap Emirsyah dan pejabat Garuda lain
Garuda Indonesia
Emirsyah Satar
- Pengambil kebijakan proyek pengadaan
- Wajib memiliki rekening di luar negeri untuk menampung fee
Rekening ibu mertua Emirsyah
- 1,2 juta euro dan US$ 2,180 juta
- Dugaan suap Emirsyah
Rekening dalam negeri
- Kurang dari 1,2 juta euro
- Ditransfer ke beberapa rekening perantara di dalam negeri dan membeli properti di Indonesia
Melonjak Pesat
Harta Emirsyah Satar melonjak sampai empat kali lipat ketika dia baru memimpin Garuda Indonesia. Di ujung kepemimpinannya, hartanya sudah berlipat ganda.
Periode bankir
Periode Direktur Utama Garuda (sejak 2005)
- 2002: Rp 4,78 miliar
- 2006: Rp 16,49 miliar
- 2010: Rp 19,9 miliar
- 2013: Rp 48,74 miliar
Terseret Rekanan Lama
Rolls-Royce, perusahaan mesin di London, sudah menjalin kerja sama selama 20 tahun dengan Garuda Indonesia. Dari laporan penyelidikan Serious Fraud Office, perusahaan ini memiliki sejarah panjang menyuap petinggi Garuda Indonesia untuk menggegolkan jualannya.
Rolls-Royce merekrut mantan Kepala Staf Angkatan Udara sebagai agen penjualan di Indonesia. Rolls-Royce mendekati Garuda dan menjanjikan 5 persen dari harga mesin dan suku cadang untuk orang dekat Istana dan 2 persen untuk mantan KSAU.
Garuda berniat membeli Airbus A330. Kontrak diteken pada 2 April 1991. Pejabat Garuda menerima US$ 2,2 juta. Orang dekat Istana meminta mobil Rolls-Royce Silver Spirit II.
Garuda akan membeli enam A330. Rolls-Royce berniat menambah komisi menjadi US$ 4,4 juta.
Garuda dan Rolls-Royce meneken kerja sama perawatan (total care agreement) A330-300 bermesin T700. Perantara meminta US$ 500 ribu untuk pejabat Garuda.
Garuda menandatangani TCA untuk menyewa delapan pesawat baru. Rolls-Royce membayar perantara US$ 293 ribu. Petinggi Garuda mendapat US$ 390 ribu.
Garuda Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan Airbus untuk pembelian 50 pesawat A320 yang akan digunakan Citilink.
Garuda meneken nota kesepahaman dengan Airbus untuk membeli 11 jenis pesawat A330-300 bermesin Rolls-Royce. Penandatanganan ini disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Inggris David Cameron.
14 Februari 2012
Garuda Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan Rolls-Royce mengenai pembelian pesawat Airbus A330-300 bermesin Rolls-Royce tipe Trent 700.
Mei 2012
Serious Fraud Office mengusut dugaan suap Rolls-Royce ke petinggi Garuda di era Emirsyah Satar.
BAHAN: AHMAD NURHASIM WAWANCARA: ANTON APRIANTO DESAIN: MOERAT SITOMPUL
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo