Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

30 Januari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Beri Grasi untuk Antasari

PRESIDEN Joko Widodo mengabulkan permohonan grasi Antasari Azhar, terpidana 18 tahun penjara perkara pembunuhan bos PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, pekan lalu. Tak hanya memberi grasi potongan masa tahanan enam tahun, Jokowi juga menyambut mantan Ketua Pemberantasan Korupsi itu di Istana Negara pada Kamis pekan lalu.

Antasari berstatus bebas bersyarat sejak November tahun lalu. Dia baru akan bebas pada 2022. Antasari didakwa sebagai dalang pembunuhan Nasrudin, yang dieksekusi orang yang mengaku disuruh Komisaris Besar Wiliardi Wizar. Wiliardi adalah perwira polisi yang dikenalkan kepada Antasari oleh Sigid Haryo Wibisono, pemilik harian Merdeka.

Menurut jaksa, Antasari merasa diteror oleh Nasrudin setelah tepergok berselingkuh dengan istrinya. Pengacara Antasari, Boyamin Saiman, mengatakan kliennya ingin perkara pembunuhan itu dibuka lagi untuk mengungkap pesan teror yang diduga dikirim Antasari kepada Nasrudin sebagai bukti rangkaian pembunuhan.

Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Syafruddin mengatakan perkara pembunuhan Nasrudin telah tuntas. "Mau diapain lagi?" ujarnya. Adapun Antasari hanya berkomentar, "Alhamdulillah, saya syukuri. Jangan ada lagi kasus seperti saya."

Sewindu Pembunuhan Itu
- 14 Maret 2009 Nasrudin ditembak setelah bermain golf di Modernland, Tangerang, sekitar pukul 14.00. Sehari kemudian, dia meninggal.
- 4 Mei 2009 Antasari ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin dan langsung ditahan di Kepolisian Daerah Metro Jaya.
- 8 Oktober 2009 Antasari menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
- 19 Januari 2010 Antasari dituntut hukuman mati.
- 11 Februari 2010 Antasari divonis 18 tahun penjara. Dia terbukti menganjurkan pembunuhan terhadap Nasrudin.
- 17 Juni 2010 Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Antasari.
- 6 September 2011 Antasari mengajukan bukti baru dalam peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
- 13 Februari 2012 Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali Antasari.
- 6 Maret 2014 Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi Pasal 268 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terkait dengan mekanisme pengajuan permohonan peninjauan kembali.
- 18 November 2014 Pengadilan menolak gugatan pra-peradilan Antasari dalam kaitan dengan dugaan keterangan palsu yang disampaikan dua saksi dalam persidangan.
- 20 Februari 2015 Antasari mengajukan permohonan grasi dan amnesti kepada Presiden Joko Widodo.
- Agustus-September 2015 Antasari menjalani masa asimilasi dengan bekerja sebagai penasihat di kantor notaris M. Handoko Halim di Tangerang, Banten.
- 10 November 2016 Antasari bebas bersyarat.
- 16 Januari 2017 Presiden Jokowi mengabulkan permohonan grasi Antasari.


Banjir Bandang Terjang Kuningan

ENAM desa di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, terendam banjir bandang pada Senin pekan lalu. Banjir terjadi karena luapan Sungai Cijangkelok di Kecamatan Cibingbin akibat hujan yang mengguyur selama sembilan jam tanpa henti. Enam desa itu adalah Sindangjawa, Cipondok, Sukaharja, Cibingbin, Citenjo, dan Dukuhbadag.

Desa yang paling parah terkena dampak banjir adalah Citenjo. Ketinggian air di sana mencapai dua meter. Akibatnya, ratusan warga desa mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. "Anak dan istri saya naik ke lemari pakaian. Tinggi air sekitar 160 sentimeter," kata salah seorang warga Citenjo, Nurahman.

Banjir yang melanda enam desa itu mengakibatkan 770 rumah rusak ringan. Selain itu, puluhan rumah ibadah, empat sekolah, dan 97 hektare sawah terendam. Tak ada korban jiwa dalam bencana itu. Namun 5.880 jiwa harus rela rumahnya terendam. "Semua tim bantuan dan relawan kami kerahkan," ujar Bupati Kuningan Acep Purnama. Banjir ini adalah yang terparah selama 20 tahun terakhir. Kerugian diperkirakan mencapai miliaran rupiah. l


KPK Tangkap Bupati Buton

KOMISI Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati Buton, Sulawesi Tenggara, Samsu Umar Abdul Samiun, di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Rabu pekan lalu. Samsu ditangkap saat turun dari pesawat dalam perjalanan Kendari-Makassar-Cengkareng. "Tak ada perlawanan," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.

Samsu ditangkap setelah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan di KPK. Ia diperiksa sebagai tersangka dugaan pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi pada 2011. Sejak Oktober tahun lalu, Samsu ditetapkan sebagai tersangka. Perkara ini merupakan pengembangan kasus suap bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Samsu diduga menyetor uang untuk pengurusan sengketa pilkada tersebut. Akil Mochtar menyebutkan Samsu menyetor uang Rp 1 miliar. Dalam sengketa itu, Samsu menjadi salah satu penggugat hasil pilkada Buton yang dimenangi Agus Feisal Hidayat.


Kementerian Kesehatan Tolak RUU Pertembakauan

KEMENTERIAN Kesehatan menolak melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan. RUU itu masuk Program Legislasi Nasional 2017 sebagai inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat.

Lantaran sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Desember tahun lalu, Presiden Joko Widodo memiliki waktu 60 hari untuk menyetujui atau menolak pembahasan RUU itu. "Kami konsisten menolak," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily Sriwahyuni Sulistyowati, Senin pekan lalu.

Kementerian Kesehatan juga pernah menolak RUU itu pada masa Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Saat itu Kementerian Kesehatan diminta menjadi leading sector pembahasan RUU Pertembakauan atas penunjukan presiden. Tapi pemerintah akhirnya menolak melanjutkan pembahasan RUU itu. "Ini akan terulang," ujar Lily.

Anggota Panitia Kerja RUU Pertembakauan, Mukhamad Misbakhun, tak mempersoalkan penolakan Kementerian Kesehatan. Menurut dia, RUU itu lebih banyak mengatur soal industri dan kesejahteraan petani tembakau dalam negeri. Artinya, ada kemungkinan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian yang dipilih sebagai leading sector pembahasannya, bukan lagi Kementerian Kesehatan.


Rektor UII Mengundurkan Diri

REKTOR Universitas Islam Indonesia (UII) Harsoyo mengundurkan diri menyusul dugaan tindak kekerasan dalam Pendidikan Dasar Mahasiswa Pencinta Alam Unisi UII. Harsoyo mengatakan pengunduran dirinya sebagai bentuk tanggung jawab moral secara penuh dalam kegiatan yang menewaskan tiga mahasiswa UII itu. "Kesalahan mutlak ada pada pimpinan," kata Harsoyo, Kamis pekan lalu.

Tiga mahasiswa meninggal setelah mengikuti kegiatan yang dilaksanakan di lereng Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah, pada 13-20 Januari lalu. Mereka adalah Syaits Asyam, mahasiswa Jurusan Teknik Industri; Muhammad Fadli, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro; dan Ilham Nur Padmi Listiadi, mahasiswa Fakultas Hukum. Berdasarkan pemeriksaan, mereka meninggal karena mengalami luka parah di sekujur tubuh.

Polisi menemukan sejumlah alat bukti yang menguatkan dugaan adanya kekerasan dalam kegiatan itu. "Ada alat yang diduga kuat digunakan untuk mencambuk," ujar Kepala Kepolisian Resor Karanganyar Ajun Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak. Alat yang terbuat dari tali prusik itu ditemukan ketika polisi melakukan olah tempat kejadian perkara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus