Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Rebutan Tiket Partai Bersengketa

Partai politik yang berkonflik berebut kewenangan mengajukan calon kepala daerah. Ada tekanan terhadap Komisi Pemilihan Umum.

4 Mei 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rapat tertutup Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat dengan Komisi Pemilihan Umum pada Kamis petang dua pekan lalu awalnya berjalan anteng. Tensi rapat mulai naik ketika membahas pendaftaran calon kepala daerah partai yang bersengketa. Semua fraksi sepakat yang berhak mengikuti pemilihan umum kepala daerah adalah partai yang mengantongi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap alias in kracht. Jika tak in kracht, fraksi meminta partai bersengketa segera islah.

Persoalan menjungkar tatkala membahas andai dua skema tersebut tak terealisasi. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa, Abdul Malik Haramain, berkeras partai dengan putusan in kracht yang berhak mengajukan calon kepala daerah. Sedangkan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Wibowo, mengusulkan partai pengusung calon adalah yang diakui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Usul ini membuat Epyardi Asda meradang. Ketua Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz itu sampai harus berteriak mendebat gagasan ini. Suaranya terdengar hingga luar ruang rapat. Aneka argumen dan bantahan dari tiga politikus itu kemudian datang bertalu-talu. "Untuk mencapai hasil maksimal, semua orang harus berbicara dan memberi pandangan," kata Epyardi, Rabu pekan lalu.

Kejelasan tentang kepastian kepengurusan menjadi krusial bagi partai politik yang terlibat konflik saat mendaftarkan calon kepala daerah. Pendaftaran calon kepala daerah baru dibuka pada 26-28 Juli mendatang. Persoalannya, dua partai sedang terlibat sengketa. Sedangkan KPU tak bersedia menerima pendaftaran calon partai dengan kepengurusan dobel.

Golkar terbelah menjadi dua kubu, yaitu Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Kubu Agung sudah mengantongi surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tapi surat ini digugat kubu Aburizal. Posisi terakhir, putusan sela meminta penundaan atas pemberlakuan surat keputusan ini. Adapun PPP terpecah antara kubu Djan Faridz dan Romahurmuziy. Menteri Hukum mengakui kepengurusan Romahurmuziy. Namun putusan pengadilan tata usaha negara membatalkan pemberlakuan surat ini. Kisruh partai Ka'bah kini berada di tingkat banding.

Perdebatan di Komisi Pemerintahan muncul karena tak ada kepastian kapan konflik dua partai ini menemukan kata akhir. Padahal, kata Malik Haramain, partai yang bertikai dihadapkan pada tenggat pendaftaran. Koalisi pemerintah berkukuh partai politik mesti mengantongi putusan berkekuatan hukum tetap atau diakui Menteri Hukum agar bisa mendaftarkan calon. Jika mengacu pada rujukan ini, artinya yang berhak mengikuti pemilu kepala daerah adalah Golkar Agung Laksono dan PPP Romahurmuziy.

Koalisi nonpemerintah yang diwakili politikus Golkar, Rambe Kamarulzaman, mendebat gagasan ini dan mengajukan opsi lain. Rambe meminta KPU menggunakan putusan pengadilan terakhir sebelum pendaftaran calon ditutup. Andai usul ini diterima, kemungkinan besar yang berhak mengajukan calon adalah Golkar Aburizal Bakrie dan PPP Djan Faridz, yang sudah mengantongi putusan pengadilan.

Usul Rambe ditangkis koalisi pemerintah. Menurut Malik, putusan non-in kracht berbahaya karena bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. Kedua kubu bertahan dengan argumen masing-masing. Karena perdebatan di ruang rapat pun tak kunjung menemukan titik temu, Rambe yang juga Ketua Komisi Pemerintahan itu memutuskan menskors rapat. "Biar semua fraksi melapor ke bosnya," ujar Rambe.

Saat jeda sidang inilah fraksi nonpemerintah mulai bergerilya. Ketua Fraksi Golkar Ade Komarudin langsung turun tangan. Seorang politikus Golkar bercerita, Ade menghubungi Ketua Fraksi PDI Perjuangan Olly Dondokambey. Dia meminta koalisi pemerintah sedikit melunak. Ade dan Olly bersahabat baik karena pernah sama-sama di Komisi Keuangan. Malam itu juga Olly bersama Trimedya Panjaitan merapat ke ruang Fraksi Golkar di lantai 12 gedung Nusantara I.

Di ruang kerja Ade, mereka merumuskan usul yang bisa diterima semua pihak. Trimedya beberapa kali mencoret draf rekomendasi. Diselingi canda tawa dan sedikit perdebatan, kedua pihak menyepakati poin rekomendasi terakhir. Bunyinya, partai politik yang berhak mengajukan pasangan calon adalah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah ada sebelum pendaftaran pasangan calon. Usul ini kemudian dimatangkan keesokan harinya di ruang Fraksi PDIP. Usul ini lalu dibawa ke sidang komisi sebelum akhirnya dibacakan di sidang paripurna.

Ade Komarudin tak menampik cerita ini. "Komunikasi itu hal lumrah," kata Ade. Adapun Trimedya membantah ikut merumuskan draf rekomendasi. "Itu urusan Komisi Pemerintahan," ujarnya.

Lobi ini terbukti moncer. PDIP, yang awalnya ngotot, pun luluh. Arif Wibowo mengatakan komunikasi antarfraksi inilah yang akhirnya mengakhiri perbedaan pendapat. "Kalau tetap ngotot, KPU bakal tersandera," katanya. Adapun Malik membantah ada lobi terhadap fraksinya. "Tidak ada. Apalagi yang aneh-aneh," ujarnya.

Ketua Golkar kubu Agung Laksono, Agun Gunanjar Sudarsa, mengatakan rekomendasi Komisi Pemerintahan bisa diabaikan KPU. Dia mengacu pada Pasal 8 ayat 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, yang menyatakan sifat rapat penyusunan pedoman teknis adalah konsultatif. Menurut Agun, Komisi punya kemandirian untuk menyusun peraturan teknis. "Rapat konsultasi tidak mengikat," katanya.

Agun mencontohkan saat Komisi Pemerintahan menolak rencana KPU menerbitkan 30 persen keterwakilan perempuan dalam daftar calon legislator pada Pemilu 2014. Kala itu, KPU berkukuh dengan aturan ini dan mengabaikan rekomendasi parlemen. "Nyatanya, semua partai tetap patuh pada keputusan KPU," ujar mantan Ketua Komisi Pemerintahan ini.

Seorang anggota Komisi Pemerintahan bercerita, KPU bakal bingung mengambil sikap politik. Jika mengacu ke SK Menteri Hukum, KPU dianggap menguntungkan Golkar dan PPP pendukung pemerintah. Sedangkan jika merujuk ke hasil rapat Komisi Pemerintahan, KPU bisa dianggap condong ke Golkar Aburizal Bakrie dan PPP Djan Faridz. Ade Komarudin membantah anggapan ini. "Siapa pun masih bisa menang di pengadilan. Kubu kami sama sekali tak diuntungkan," tuturnya.

Politikus lain mengatakan ancaman ke KPU sudah mulai dilontarkan. Jika mengabaikan rekomendasi Panitia Kerja, koalisi nonpemerintah di Komisi Pemerintahan mengancam menyunat anggaran KPU. Mereka juga mengancam tak memilih anggota KPU jika mengajukan diri pada periode berikutnya. Rambe menampik ihwal adanya ancaman ini. Menurut dia, semua ketua kelompok fraksi meneken rekomendasi Komisi Pemerintahan. "Semua fraksi setuju. Jadi KPU mesti patuh," ujar Rambe.

Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay, menegaskan bahwa lembaganya tak bisa ditekan pihak lain. Menurut Hadar, rekomendasi Senayan tidak mengikat dan tak mesti dipatuhi. Meskipun demikian, kata dia, Komisi mencermati dinamika politik yang terjadi. Hadar mengakui menerima panggilan telepon dari kubu yang bersengketa. "Masak, telepon kami matikan," ujarnya.

Awal pekan lalu, semua komisioner KPU memilih menggelar rapat di Mataram. Menurut Hadar, salah satu hal yang menyita perdebatan panjang adalah beleid mengenai pendaftaran calon kepala daerah. "Kami berdebat hingga subuh," katanya.

Pada Kamis pagi, semua komisioner terbang ke Jakarta. Mereka langsung menggelar rapat maraton hingga dinihari. Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan partai politik yang berhak mengajukan calon adalah peserta Pemilu 2014 ditambah partai lokal di Aceh. Menurut Husni, struktur kepengurusan yang sah adalah yang didaftarkan ke Kementerian Hukum. "Jika terjadi sengketa, KPU berpedoman pada putusan in kracht," ujarnya.

Wayan Agus Purnomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus