Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ricuh Memilih

Pemilihan pimpinan dprd di daerah-daerah tak lancar. kericuhan terjadi karena salah tapsir pp no.2/ 1976, tentang komposisi pimpinan dprd.

24 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU depan 1 Oktober. para anggota DPR hasil pemilu 1977 akan dilantik. Dua kursi pimpinannya pun tampaknya sudah pasti bakal diduduki oleh Adam Malik dan Mashuri - keduanya dari Golkar. Tapi di beberapa daerah, pemilihan pimpinan DPRD tak begitu lancar. Terutama mengenai komposisinya. DPRD tk II Jambi misalnya, awal bulan lalu gagal menyelenggarakan pemilihan pimpinan. Seluruh anggota Fraksi Persatuan meninggalkan sidang, karena tidak menyetujui cara pemungutan suara yang dianggapnya merugikan. Jalan konsultasi yang ditempa sebelumnya pun tak berhasil, setelah melewati proses perdebatan cukup sengit. Di satu fihak Fraksi Karya. Fraksi Demokrasi dan Fraksi ABRI menghendaki komposisi pimpinan terdiri dari Ketua dan seorang Wakil Ketua saja, sementara Fraksi Persatuan berpendirian perlunya dua orang Wakil Ketua. Pendirian Fraksi Persatuan ini didasarkan pada surat formulir berita Gubernur Jambi 3 Agustus 1977 yang membenarkan komposisi pimpinan DPRD terdiri dari Ketua dan dua orang Wakil. Bukan hanya itu, Fraksi ini juga menyandarkan diri pada serentetan peraturan perundang-undangan: UU No.16/1969, Tatatertib Persidangan DPRD, UU No.5/1974, PP No.2/1976 dan Surat Kawat Mendagri No. Pem/4/1/30 tanggal 13 Juni 1977. Sebegitu jauh, wakil-wakil rakyat Jambi itu belum membicarakan, siapa-siapa yang bakal duduk di kursi pimpinan. Kalau mereka sudah membicarakan soal itu, bisa diduga akan timbul lagi perbedaan-perbedaan pendapat yang cukup keras. Misalnya yang terlihat di Kabupaten Aceh Selatan. Seperti halnya di Jambi. 8 Agustus lalu DPRD Aceh Selatan gagal menyelenggarakan pemilihan pimpinan Sidang ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Tapi kegagalan sidang tersebut justru karena absennya dua orang pimpinan sementara: Tgk Djakfar Walad (anggota tertua) dan Muchlin Subqie (anggota termuda). Tidak begitu jelas apa alasan ketidak-hadiran mereka, setelah sebelumnya tak ada penyeesuaian pendapat dalam hal pencalonan Ketua DPRD antara Fraksi Persatuan dan Fraksi Karya. Fraksi Persatuan mencalonkan Letkol Nyak Ahmad Arsyad (Fraksi ABRI) bekas Dan Dim 0107 sebagai Ketua, dengan wakil-wakil Kasin Ahmad (Golkar) dan Syahminan (PPP). Sedang Fraksi Karya mencalonkan Kasim Ahmad, dengan Wakil-wakil Nyak Ahmad Arsyad dan Syahminan. Menarik bahwa sebagai mayoritas Fraksi Persatuan justru mencalonkan wakil Fraksi ABRI, sementara Syahminan dari PPP didudukkan sebagai Wakil Ketua II. Hasil pemilu 1977 di sana: PPP mendapat 12 kursi, Golkar 9, ABRI 4, karya non-ABRI 1 orang. Di Bali, pimpinan DPRD diborong oleh Golkar. Sampai-sampai mahasiswa Universitas Udayana melancarkan protes (TEMPO, 27 Agustus). Hal ini oleh pihak parpol dianggap menyimpang dari PP No.2/1976. Peraturan Pemerintah itu menurut Husni Thamrin, Wakil Sekjen DPP PPP, sebenarnya ingin agar ada pencerminan fraksi-fraksi yang ada dalam DPRD. Tapi bagi drs Faisal Tamim, Ka Humas Departemen Dalam Negeri, Peraturan Pemerintah tersebut "tak bisa ditafsirkan sendiri-sendiri." Apalagi bila di ingat bunyinya yang menyebutkan bahwa komposisi pimpinan DPRD terdiri dari parpol strip atau garis miring Golkar. "Kalau di satu DPRD tak ada unsur parpol -- atau kalau pun ada tapi tak terpilih -- ya mau dikata apa?" ujar Faisal sebagaimana dicatat oleh Klarawijaya dari TEMPO. Fihak parpol pun, setidaknya DPPnya di Jakarta, tampaknya tak begitu ngotot. Mereka menyadari posisinya. "Habis, posisi kita memang begitu, mau apa?" kata Husni Thamrin. Pemborongan kursi pimpinan DPRD oleh Golkar itu selain terjadi di Bali, menurut Husni, juga terdapat di Sumatera Utara, Sulawesi dan NTT. Dan lantaran di beberapa daerah Golkar memang unggul, kata Husni, "mereka bisa membuat apa saja." Ini tak berarti Husni beranggapan bahwa itu adalah "kenakalan" Golkar senmatamata. Melainkan juga lantaran soal intern parpol sendiri, khususnya PPP. Apa itu? "Biasa, soal kepentingan pribadi," jawabnya. Tak jauh dari PPP, sikap PDI tampaknya lebih nnmo. Partai ini tak berminat buat memprotes, "meskipun dasarnya ada," kata Sulomo, salah seorang Wakil Sekjen DPP PDI. Ia lebih suka menempuh jalan konsultasi dengan pemerintah. Dalam hal ini Departemen Dalam Negeri. Dan Sulomo tampaknya lebih santai. Misalnya soal pimpinan DPRD Sumatera Utara. Meski di sana PDI mendapat kursi lumayan, tapi Sulomo juga tidak begitu berkeras kepala. PDI memang menginginkan satu kursi untuk Wakil Ketua. Tapi caranya lain. Bagaimana? "Mengingat penduduk Sumatera Utara cukup banyak, sepantasnya kalau pimpinan DPRD-nya ditambah seorang lagi," katanya. Itu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus