MINGGU depan 1 Oktober. para anggota DPR hasil pemilu 1977 akan
dilantik. Dua kursi pimpinannya pun tampaknya sudah pasti bakal
diduduki oleh Adam Malik dan Mashuri - keduanya dari Golkar.
Tapi di beberapa daerah, pemilihan pimpinan DPRD tak begitu
lancar. Terutama mengenai komposisinya.
DPRD tk II Jambi misalnya, awal bulan lalu gagal
menyelenggarakan pemilihan pimpinan. Seluruh anggota Fraksi
Persatuan meninggalkan sidang, karena tidak menyetujui cara
pemungutan suara yang dianggapnya merugikan. Jalan konsultasi
yang ditempa sebelumnya pun tak berhasil, setelah melewati
proses perdebatan cukup sengit.
Di satu fihak Fraksi Karya. Fraksi Demokrasi dan Fraksi ABRI
menghendaki komposisi pimpinan terdiri dari Ketua dan seorang
Wakil Ketua saja, sementara Fraksi Persatuan berpendirian
perlunya dua orang Wakil Ketua. Pendirian Fraksi Persatuan ini
didasarkan pada surat formulir berita Gubernur Jambi 3 Agustus
1977 yang membenarkan komposisi pimpinan DPRD terdiri dari
Ketua dan dua orang Wakil.
Bukan hanya itu, Fraksi ini juga menyandarkan diri pada
serentetan peraturan perundang-undangan: UU No.16/1969,
Tatatertib Persidangan DPRD, UU No.5/1974, PP No.2/1976 dan
Surat Kawat Mendagri No. Pem/4/1/30 tanggal 13 Juni 1977.
Sebegitu jauh, wakil-wakil rakyat Jambi itu belum membicarakan,
siapa-siapa yang bakal duduk di kursi pimpinan.
Kalau mereka sudah membicarakan soal itu, bisa diduga akan
timbul lagi perbedaan-perbedaan pendapat yang cukup keras.
Misalnya yang terlihat di Kabupaten Aceh Selatan. Seperti halnya
di Jambi. 8 Agustus lalu DPRD Aceh Selatan gagal
menyelenggarakan pemilihan pimpinan Sidang ditunda sampai batas
waktu yang tidak ditentukan.
Tapi kegagalan sidang tersebut justru karena absennya dua orang
pimpinan sementara: Tgk Djakfar Walad (anggota tertua) dan
Muchlin Subqie (anggota termuda). Tidak begitu jelas apa alasan
ketidak-hadiran mereka, setelah sebelumnya tak ada penyeesuaian
pendapat dalam hal pencalonan Ketua DPRD antara Fraksi Persatuan
dan Fraksi Karya.
Fraksi Persatuan mencalonkan Letkol Nyak Ahmad Arsyad (Fraksi
ABRI) bekas Dan Dim 0107 sebagai Ketua, dengan wakil-wakil
Kasin Ahmad (Golkar) dan Syahminan (PPP). Sedang Fraksi Karya
mencalonkan Kasim Ahmad, dengan Wakil-wakil Nyak Ahmad Arsyad
dan Syahminan.
Menarik bahwa sebagai mayoritas Fraksi Persatuan justru
mencalonkan wakil Fraksi ABRI, sementara Syahminan dari PPP
didudukkan sebagai Wakil Ketua II. Hasil pemilu 1977 di sana:
PPP mendapat 12 kursi, Golkar 9, ABRI 4, karya non-ABRI 1 orang.
Di Bali, pimpinan DPRD diborong oleh Golkar. Sampai-sampai
mahasiswa Universitas Udayana melancarkan protes (TEMPO, 27
Agustus). Hal ini oleh pihak parpol dianggap menyimpang dari PP
No.2/1976. Peraturan Pemerintah itu menurut Husni Thamrin, Wakil
Sekjen DPP PPP, sebenarnya ingin agar ada pencerminan
fraksi-fraksi yang ada dalam DPRD.
Tapi bagi drs Faisal Tamim, Ka Humas Departemen Dalam Negeri,
Peraturan Pemerintah tersebut "tak bisa ditafsirkan
sendiri-sendiri." Apalagi bila di ingat bunyinya yang
menyebutkan bahwa komposisi pimpinan DPRD terdiri dari parpol
strip atau garis miring Golkar. "Kalau di satu DPRD tak ada
unsur parpol -- atau kalau pun ada tapi tak terpilih -- ya mau
dikata apa?" ujar Faisal sebagaimana dicatat oleh Klarawijaya
dari TEMPO.
Fihak parpol pun, setidaknya DPPnya di Jakarta, tampaknya tak
begitu ngotot. Mereka menyadari posisinya. "Habis, posisi kita
memang begitu, mau apa?" kata Husni Thamrin. Pemborongan kursi
pimpinan DPRD oleh Golkar itu selain terjadi di Bali, menurut
Husni, juga terdapat di Sumatera Utara, Sulawesi dan NTT.
Dan lantaran di beberapa daerah Golkar memang unggul, kata
Husni, "mereka bisa membuat apa saja." Ini tak berarti Husni
beranggapan bahwa itu adalah "kenakalan" Golkar senmatamata.
Melainkan juga lantaran soal intern parpol sendiri, khususnya
PPP. Apa itu? "Biasa, soal kepentingan pribadi," jawabnya.
Tak jauh dari PPP, sikap PDI tampaknya lebih nnmo. Partai ini
tak berminat buat memprotes, "meskipun dasarnya ada," kata
Sulomo, salah seorang Wakil Sekjen DPP PDI. Ia lebih suka
menempuh jalan konsultasi dengan pemerintah. Dalam hal ini
Departemen Dalam Negeri. Dan Sulomo tampaknya lebih santai.
Misalnya soal pimpinan DPRD Sumatera Utara. Meski di sana PDI
mendapat kursi lumayan, tapi Sulomo juga tidak begitu berkeras
kepala. PDI memang menginginkan satu kursi untuk Wakil Ketua.
Tapi caranya lain. Bagaimana? "Mengingat penduduk Sumatera Utara
cukup banyak, sepantasnya kalau pimpinan DPRD-nya ditambah
seorang lagi," katanya. Itu saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini