Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Tim Pencari Fakta Ditolak dan Ditembak

Rangkuman berita sepekan.

10 Oktober 2020 | 00.00 WIB

TGPF Intan Jaya saat menuju Sagupa, 8 Oktober 2020. detik.com/Saiman
Perbesar
TGPF Intan Jaya saat menuju Sagupa, 8 Oktober 2020. detik.com/Saiman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIM gabungan pencari fakta di Intan Jaya, Papua, ditembak kelompok tak dikenal di Kampung Mamba Bawah, Distrik Hitadipa, pada Jumat, 9 Oktober lalu. Dua orang tertembak, yaitu Sersan Satu Faisal Akbar dari tim pengawal dan anggota tim dari Universitas Gadjah Mada, Bambang Purwoko. “TNI sedang mengejar gerombolan yang kabur ke dalam hutan,” kata Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III Tentara Nasional Indonesia Kolonel Czi I Gusti Nyoman Suriastawa.

Suriastawa menuturkan, penembakan terjadi pada pukul 15.30 waktu setempat saat tim kembali dari Distrik Hitadipa menuju Sugapa. Mereka dihadang kelompok bersenjata yang memberondong tim dengan peluru. “Itu penghadangan, jadi pengawal tak bisa balas karena tak tahu arah tembakan,” ujarnya.

Tim pencari fakta dibentuk Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan untuk menyelidiki kematian pendeta Yeremias Zanambani yang tewas ditembak pada Sabtu sore, 19 September lalu. Tim yang tiba di Papua pada Rabu, 7 Oktober lalu, ini dipimpin mantan Deputi Pemberantasan Narkotika Badan Narkotika Nasional, Benny Mamoto.

Dewan Gereja Papua menolak pembentukan tim ini karena menganggapnya beranggotakan aparat keamanan dan intelijen. Mereka khawatir tim ini tidak mampu mengungkap peristiwa secara utuh. Apalagi, berdasarkan penyelidikan awal Dewan Gereja, penembakan dilakukan oleh aparat TNI.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. menjamin tim pencari fakta dapat bekerja secara obyektif meskipun tak melibatkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. “Banyak tokoh intelektual kampus, tokoh masyarakat dan agama, dilibatkan di tim,” ucap Mahfud. Adapun anggota Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan lembaganya lebih dulu melakukan penyelidikan.

Sejak Desember 2019, sebagian warga Intan Jaya mengungsi karena khawatir terhadap operasi militer yang berlangsung di wilayah itu. Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi) Pendeta Benny Giay menduga operasi ini terkait dengan upaya perpanjangan status otonomi khusus yang akan berakhir tahun depan.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus