Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vonis Ringan Juliari Batubara
SEJUMLAH pegiat antikorupsi menilai janggal vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap bekas Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara. Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, mengatakan Juliari seharusnya diganjar hukuman maksimal, yaitu penjara 20 tahun atau seumur hidup. “Tapi malah ada pertimbangan yang meringankan,” kata Zaenur pada Senin, 23 Agustus lalu.
Juliari divonis 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta, kewajiban membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar, serta pencabutan hak politik selama empat tahun. Wakil Bendahara Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu terbukti menerima suap Rp 32,48 miliar dalam pengadaan paket bantuan sosial Covid-19 untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Vonis penjara hakim hanya satu tahun lebih lama dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan hal yang meringankan Juliari adalah selama ini dia sudah menderita karena dicela dan dihina masyarakat. Pertimbangan lain, terdakwa belum pernah dipidana dan datang tepat waktu dalam sidang. Zaenur menilai hukuman maksimal layak diterima Juliari karena ia mengambil keuntungan di tengah pandemi Covid-19. Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan hukuman 12 tahun penjara untuk Juliari tidak sebanding dengan kerugian keuangan negara.
Kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail, mengatakan kliennya belum menentukan sikap atas putusan majelis hakim tersebut. “Kami pikir-pikir dulu,” ujarnya. Begitu pula jaksa, yang menyatakan akan mempelajari putusan itu sebelum memutuskan untuk meminta banding atau tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wajib Lapor Peraturan Menteri
Presiden Joko Widodo membuka Rakor Pengendalian Inflasi, di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 25 Agustus 2021. BPMI Setpres/Kris
PRESIDEN Joko Widodo menerbitkan aturan yang mengharuskan menteri atau kepala lembaga mendapat persetujuan sebelum menerbitkan peraturan. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengklaim aturan itu tak memperpanjang rantai birokrasi dalam pembuatan peraturan menteri atau kepala lembaga. “Saya bahkan meminta para deputi di Sekretariat Kabinet membantu mempercepat kalau ada persoalan di lapangan,” ucap Pramono, Kamis, 26 Agustus lalu.
Menurut Pramono, aturan ini bukan barang anyar dan sudah pernah disampaikan dalam sidang kabinet serta rapat terbatas. Peneliti hukum tata negara dari Universitas Andalas, Charles Simabura, mengatakan ketentuan itu menunjukkan selama ini para menteri dan presiden kurang berkoordinasi. Ia pun memperkirakan aturan itu bisa memperlambat terbitnya peraturan yang penting dan bermanfaat.
Vaksin Booster Pejabat Dahului Tenaga Kesehatan
Petugas medis memasukkan dosis vaksin Covid-19 Pfizer di Puskesmas Lebak Bulus, Jakarta Selatan, 23 Agustus 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
SEJUMLAH pejabat mengaku telah mendapat vaksin Covid-19 booster atau dosis ketiga. Pengakuan itu terungkap dalam video perbincangan Presiden Joko Widodo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto, Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, dan Wali Kota Samarinda Andi Harun saat Jokowi meninjau vaksinasi untuk pelajar di Samarinda, Selasa, 24 Agustus lalu.
Hadi Tjahjanto menyatakan mendapat booster vaksin Nusantara dan Isran Noor menggunakan Moderna. Pendiri LaporCovid-19, Irma Hidayana, mengatakan para pejabat itu melanggar aturan. Sebab, booster hanya diperuntukkan bagi tenaga kesehatan. “Menteri Kesehatan harus beri sanksi,” tuturnya. Juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menyatakan lembaganya akan mengevaluasi hal tersebut.
Honor Pemakaman untuk Bupati Jember
BUPATI Jember Hendy Siswanto dan sejumlah anak buahnya menerima honor dari setiap pemakaman dengan protokol Covid-19. Honor yang diterima tiap pejabat itu sekitar Rp 70 juta. Mengaku menerima Rp 100 ribu dari setiap pemakaman, Hendy mengklaim pemberian honor itu sudah sesuai dengan aturan. "Saya menerima honor sebagai pengarah tim pemakaman,” kata Hendy, Jumat, 27 Agustus lalu.
Hendy dan para pejabat di Kabupaten Jember lalu mengembalikan honor yang jumlahnya mencapai Rp 282 juta. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto meminta kepala daerah tak mencari untung dengan memanfaatkan situasi pandemi. Ardian mengatakan honor hanya diberikan kepada mereka yang berkontribusi nyata dalam suatu kegiatan.
Nadiem Bolehkan Belajar Tatap Muka
Uji coba pembelajaran tatap muka di Sekolah Dasar Negeri 3 Pucang, Sidoarjo, Jawa Timur, 27 Agustus 2021. ANTARA/Umarul Faruq
MENTERI Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan daerah dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1-3 boleh menggelar sekolah tatap muka. “Yang boleh melakukan tatap muka adalah semua daerah PPKM 1-3,” ucap Nadiem dalam rapat dengan Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 25 Agustus lalu.
Nadiem menjelaskan, syarat sekolah tatap muka antara lain para pendidik telah mendapat vaksin Covid-19. Ia mendorong kota besar di wilayah PPKM level 3 yang laju vaksinasinya sudah cepat, seperti DKI Jakarta atau Surabaya, segera memberlakukan pembelajaran tatap muka.
Menurut Nadiem, ada 12 daerah yang masih melarang pembelajaran tatap muka. Gubernur Lampung Arinal Djunaidi menolak anjuran Nadiem karena wilayahnya belum lama keluar dari status zona merah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo