Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Semua Bisa Bilang ...

Komentar Menteri Daoed Joesoef, para siswa, orang tua, dan polisi, tentang kemungkinan dimejahijaukannya para pelaku perkelahian pelajar. (pdk)

24 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA pelajar itu 'kan bukan anak kecil lagi. Mereka sudah dewasa dan sepatutnya telah mengetahui norma-norma hukum, ujar Menteri P&K Daoed Joesoef ketlka ditemui TEMPO sewaktu membuka Pameran Keliling ASEAN II di TIM, 13 Oktober. Sehingga, katanya lagi, kalau terbukti mereka telah melakukan pengrusakan, melukai atau membunuh, "saya setuju mereka dimejahijaukan". Kecuali itu, ia masih kukuh pada pernyataannya tempo hari, bahwa perkelahian para pelajar yang terjadi akhir-akhir ini karena ada yang menghasut. Antara lain dengan selebaran-selebaran gelap --yang buktinya sudah ada di tangannya, katanya. Namun, "bukan tugas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengusut selebaran itu." Sementara itu Frankie Oroh, siswa kelas 11 SMA 70 (eks XI) yang mengaku sering keluar masuk bui dan selalu terlibat dalam setiap perkelahian, menyebut "Berantem itu spontanitas saja. Nggak ada yang nyuruh." Pun perkelahian antar-SMA IX - SMA XI yang terjadi 23 September lalu itu -- yang menyebabkan Frankie ditahan di Kores 704 Kebayoran selama tiga hari. John Tambayong, bekas siswa SMA VI yang juga sering ditahan dan selalu ikut berkelahi -- termasuk perkelahian SMA VI dengan SMA 46 belum lama ini -- pun merasa begitu. Alasannya cuma satu. "Saya merasa bangga kalau ikut berkelahi. Kayaknya sudah ikut atau berhasil membela nama SMA VI," katanya. Sedang Rizal, siswa kelas II STM Penerbangan---yang bulan lalu menyebabkan teman-teman sekolahnya berantam dengan anak-anak SMA 46--menyebut awal mula kejadian itu hanya karena sakit hati. Ada seorang anak SMA 46 yang meledeknya dengan mengatakan STM itu sekolah tukang. "Jadi kami tersinggung," ujarnya. Kecuali itu, "murid SMA kebanyakan sombong-sombong. Mentang-mentang mereka anak orang kaya dan di sekolahnya banyak cewek." Lantas, untuk "memberi pelajaran", apakah sudah saatnya sekarang ini siapa saja yang terlibat perkelahian, misalnya, diajukan ke pengadilan atau ditahan? "Saya tidak setuju," ujar Fachronie Ramlan, Kepala STM Penerbangan, tegas. "Kecuali kalau perbuatannya memang sudah merupakan tindak kriminalitas," tambahnya. "Kalau hanya merusakkan, itu 'kan masih dalam tingkat kewajaran. Pokoknya, sebelum saya kewalahan, jangan sampai aparat kepolisian turun tangan." Ia juga tak mau sekolahnya ditongkrongi polisi. R.O. Mahmud, Wakil Kepala Sekolah SMA 46, berpendapat lain. "Saya tetap percaya, hukum harus berlaku. Bila memang salah, ya harus ditindak," katanya. Sesudah itu kalau yang bersangkutan mau mengubah kelakuannya, "akan kami terima kembali -- setelah terlebih dahulu mengembalikannya ke orang tuanya." Lebih tegas lagi pendapat Ny. Ir. Soetjipto Hadinata--yang ketiga anaknya di SMA XI dan yang bungsu, Ninasapti, kini Ketua OSIS-nya. "Kenakalan pelajar sekarang ini sudah menjurus ke tindak kriminal. Jadi memang harus diadili --demi tegaknya hukum." Sedang seorang ibu yang tak mau disebut namanya, yang punya anak di SMA 46 dan pernah jadi pengurus BP3 mengatakan "harus dilihat dulu motif perkelahian itu. Untuk kasus seperti kasus Sidik, saya setuju sekali diadili." Toh ketika para pelaku pengrusakan gedung SMA IX dan XI, yakni siswa kedua sekolah yang saling bermusuhan itu--dalam perkelahian massal November 1980--diajukan ke pengadilan, banyak yang protes. Antara lain Ikatan OSIS Jakarta, orangtua tersangka dan para siswa sendiri. Malah hanya Kepala Sekolah Xl, Ilham, yang setuju--sambil berpesan agar pengadilan itu "berhati-hati". Sebab, "segi pendidikannya yang harus diutamakan," katanya waktu itu, Januari silam. Tapi segi pendidikan, itulah memang yang ditekankan oleh Kapten Pol. Djamarin IIS, salah seorang petugas pada Satuan Pembinaan Remaja, Mahasiswa, Pelajar dan Pemuda Kodak Metro Jaya. Ayah delapan orang anak itu lantas bertutur. "Sering," katanya, "kalau saya harus menangkap anak-anak, saya berpikir bahwa saya juga punya anak-anak yang seusia mereka. Tapi polisi sebenarnya tidak sembarangan menangkap orang. Biasanya dicari yang menonjol dan kelihatannya bertindak sebagai pimpinan. Tapi bagaimana perasaan saya, melihat anak-anak yang begitu muda sudah harus berurusan dengan polisi?. Saya sedih."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus