Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Sikap Di Bawah Gejolak

Angket Tempo tentang pandangan & sikap para pelajar terhadap guru, orang tua, pelaksanaan hukum & penguasa. Latar belakang keluarga ternyata tidak lebih besar sebagai penyebab kenakalan dibanding lingkungan. (pdk)

24 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK kesekian kalinya TEMPO mengadakan angket. Memang tak dimaksud untuk mengukuhkan suatu teori atau apa pun--dan hanya disebarkan di Jakarta, di sekolah-sekolah yang siswanya pernah (maupun tak pernah terlibat perkelahian massal. Meliputi 203 responden di sejumlah SMA, STM, SMEA dan SMP. Tujuannya hanya untuk mencoba 'mendengar' pandangan dan sikap mereka mengenai beberapa hal--kemudian mengungkapkannya sebagai upaya mengenal mereka lebih dekat. Berbagai berita perkelahian antarpelajar, yang disiarkan berbagai media massa, rupanya termasuk berita yang paling banyak dibaca oleh hampir semua responden. Sejumlah 90,6% mengaku selalu mengikutinya. Bahkan 80,3% responden menilai frekuensi perkelahian memang meningkat dibanding tahun-tahun sebelum ini. Hanya 9,8% yang menganggapnya sama saja dari tahun ke tahun. Yang menilainya sebagai menurun, 3,9%. Sedang sisanya (6%)-menjawab tidak tahu. Bahwa perkelahian kerap terjadi -bahkan sering dengan sebab yang amat sepele--sudah bukan rahasia lagi. Dalam hal ini, yang selamanya disalahkan terutama para guru dan orangtua. Tapi betulkah guru sekarang sudah tak disgani murid? Sejumlah 52,2% responden menjawab: guru yang disegani kurang dari 50%. Responden lainnya (45,8%) menjawab sebaliknya: lebih dari 50% guru di sekolah mereka segani. Hasil berikut ini barangkali akan membuat para guru lebih prihatin. Meski 63,9% responden menyatakan takut kepada guru jika tak mengerjakan PR sebanyak 31,6% bilang tidak takut. Sisanya (4,5%), yang menjawab "tidak tahu", boleh jadi sebentar lagi pun bakal membangkang. Lalu bagaimana wibawa orang tua? Ternyata hanya 25,1% yang mengaku selalu patuh -- jika misalnya dilarang pergi ke rumah teman. Sebanyak 63,8% mengatakan: kadang-kadang saja patuh. Sedang sisanya (11%) mengaku sering tidak menurut. Ketidakpatuhan seorang anak memang gejala negatif. Tapi belum usah menunjuk kepada tidak harmonisnya sebuah keluarga--misalnya oleh kemungkinan adanya "perbedaan nilai". Sedang si anak tidak harus membenci orangtuanya. Untuk itu jarak antara anak dan orangtua tentunya harus ditilik. Agak menggembirakan, bahwa ketika para responden ditanya seringkah dimintai pendapat orangtua mengenai masalah-masalah keluarga, 65,1% menjawab ya. Sisanya (34,9%) bilang tidak. Bahkan yang merasa hidup dalam lingkungan keluarga yang bahagia tercatat 82,7%. Selebihnya (17,3%) mengaku tidak. Kekecewaan di rumah memang sering disebut sebagai sumber penyimpangan tingkah laku seorang anak. Tapi rasa frustrasi juga bisa muncul akibat berbagai ketimpangan--atau "keanehan"-yang tampak pada masyarakat sekitar. Sebanyak 62% responden misalnya, menganggap: para pemegang kekuasaan, cenderung menggunakan kekuasaannya (walaupun bertentangan dengan hukum) untuk mencapai tujuan. Sedang aparat keamanan, oleh 49,3% responden dianggap kurang berwibawa. Seiring dengan itu, 39,9% responden menyatakan bahwa sering berlarut-larutnya perkelahian antarpelajar, disebabkan oleh kurang setimpalnya sanksi yang diberikan. Sedang yang sudah menganggap setimpal tercatat 23,1%. Lainnya (35%) tidak tahu. Namun, menjawab pertanyaan apakah sebaiknya para pelaku perkelahian itu dikeluarkan saja dari sekolah, 54,7% menyatakan keberatan 30% setuju 14,3% tidak tahu. Padahal, sebanyak 76,9% responden beranggapan bahwa perkelahian itu me.rupakan pelanggaran hukum. Yang mengatakan tidak hanya 12,8%. Yang tidak tahu 10,3%. Soalnya juga karena ternyata, responden yang percaya bahwa hukum itu sudah benar-benar berlaku sama bagi setiap orang, hanya 50,2%. Sejumlah 43,3% menganggapnya tidak. Dan, hanya 40,4% yang merasa akan terjamin keamanannya kalau dia mematuhi hukum . . . KECEMASAN terhadap ancaman dari luar--dalam hal keselamatan fisik--dalam pada itu cukup menonjol. Sejumlah 41,9% responden mengaku: sekarang ini sering khawatir bila pergi ke luar seorang diri. Ini sehubungan dengan kasus-kasus perkelahian. Bisa dimaklumi jika kondisi itu lalu menyebabkan sejumlah 27,9% responden mengaku pernah --dan dalam keadaan lebih khusus lagi menganggap perlu -- membawa senjata. Sepintas lalu 27,9% memang jumlah yang kecil. Tapi bahwa lebih seperempat responden ternyata (pernah) bersenjata, cukup mengejutkan. Dan di antara mereka yang mengaku pernah membawa senjata itu, 5,9%-nya menyebutkan pernah membawanya ke sekolah. 11,9% membawanya hanya kalau sedang membawa barang berharga. Sisanya (10,7%), membawanya kalau bepergian seorang diri. Selebihnya, 71,4%, mengaku membawanya kalau hendak pergi ke daerah tertentu yang terkenal "rawan". Di samping itu, ternyata, hampir separuh dari responden cenderung tidak merasa akan turun gengsi atau malu jika melakukan pengeroyokan. Misalnya, 48,5% menganggap tidak malu mengeroyok tukang copet. Padahal, sebagian besar dari mereka (73,4%) menganggap itu merupakan pelanggaran terhadap hukum--(21,7% menyatakan tidaki 3,4% bilang tidak tahu). Ada 22,7% responden yang rnenganggap pantas pula jika merek? melakukan pengeroyokan terhadap cowok yang mengganggu teman putrinya, 36,9% responden malah merasa tak akan malu melakukannya. Padahal mereka juga (59,1%) tahu, hal itu merupakan pelanggaran hukum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus