SERANGAN para pemborong dari luar daerah, terutama Jakarta dan
Surabaya, sudah cukup mengkhawatirkan perusahaan serupa itu yang
ada di Kalimantan Selatan. "Mereka selalu siap menerkam setiap
proyek pembangunan di daerah ini," ucap seorang pemborong di
Banjarmasin.
Bahkan beberapa kalangan pemborong di Banjarmasin menuduh ada
semacam sindikat di Jakarta yang selalu memasang telinga di
departemen-departemen atau instansi lainnya jika ada proyek di
daerah daerah. Karena kekhawatiran itulah, Gabungan Pemborong
Seluruh lndonesia (Gapensi) Kalimantan Selatan baru-baru ini
sampai memohon agar Gubernur Subardjo melibatkan diri dalam
keresahan itu.
Itulah Persoalannya
Rupanya Gubernur Kalimantan Selatan itu ser diri mengakui adanya
ancaman bagi pembong-pemborong di daerahnya. "Memang banyak
pemborong dari Jakarta datang ke kantor saya," katanya kepada
TEMPO pekan lalu. Mereka ini, menurut Subardjo, selalu membuka
percakapan dengan dalih demi partisipasi. "Tapi ingat, jangan
harap saya memberikan pekerjaan. Pekerjaan yang bisa dikerjakan
oleh pemborong daeran, ini prinsip saya, harus dikerjakan oleh
pemborong daerah sendiri," tambah gubernur itu.
Tapi bagaimana dengan proyek pusat yang ada di daerah? Subardjo
terdiam sejurus. "Itulah persoalannya," ucapnya. Tentu saja ia
tak begitu saja memandang enteng kemampuan teknis maupun modal
pemborong di daerahnya untuk melaksanakan pekerjaan pusat.
Sebab, Subardjo yang lain, direktur CV Semut Ireng Banjarmasin,
malahan "sanggup mengerjakan pekerjaan yang omsetnya di atas Rp
10 milyar." Buktinya? "Ya bagaimana membuktikan kalau kami tak
diberi kesempatan," tangkis seorang pemborong lain.
Bagi Gubernur Subardjo sebenarnya masih ada sisa persoalan.
Wala tak disebutnya, rasa rikuh agaknya masih sering menghadang
kelicinan niatnya untuk membantu para pemborong daerah.
Umpamanya, seorang pemborong dari Jakarta menghadapnya untuk
meminta borongan pekerjaan. Lalu di akhir percakapan si
pemborong berucap: "Sebetulnya, perusahaan kita ini milik
jenderal anu, pak anu (atau siapa saja yang kira-kira disegani
sang gubernur) . . . beliau titip salam." Nah, beranikah
Gubernur Subardjo menampik hal serupa itu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini