Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Mereka yang disisipkan

Pelaksanaan transmigrasi di daerah bengkulu terhambat oleh buruknya sarana perhubungan darat dan pengaturan hak tanah pertanian. 30 kepala keluarga untuk proyek seblad terlantar.

27 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMBATAN bagi para transmigran di Bengkulu untuk cepat berkembang, agaknya bukan hanya karena keadaan jalan yang umumnya masih buruk. Deka Surbakti Kepala Sub Bagian Penyediaan Data Kanwil Transmigrasi Bengkulu, memang ada berkata, "hanyalah karena faktor sarana perhubungan darat saja yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan transmigrasi di daerah ini." Tapi juga belakangan sering diperbincangkan perkara masih kurang beresnya pengaturan bagi penduduk-penduduk pendatan itu. Misalnya, di tahun 1976 lalu menurut rencana sebanyak 266 KK (1.336 jiwa) transmigran seharusnya semua ditempatkan di proyek Seblad, Di Bengkulu Utara. Tapi entah mengapa sebanyak 30 KK (155 jiwa) di antaranya tiba-tiba disisipkan di proyek Air Banai dan proyek Air Baus, di Kabupaten Bengkulu Utara pula. Mungkin karena penyisipan itu dengan cara tiba-tiba, maka nasib ke-30 K itu termasuk yang tak beruntung. Sebab di luar janjijanji semula yang mereka hadapi ternyata adalah tanah pertanian yang masih terdiri dari hutan belantara melulu. Tanah pekarangan yang 1/4 hektar itu juga dalam keadaan sama. Yang dikatakan ditebang-tebasi hanya pada bagian di mana rumah mereka didirikan. Namun yang bernama tanah pertanian - hektar untuk ladang dan 1 hektar untuk sawah -- ternyata masih tetap merupakan janji-janji belaka. Artinya sampai hari ini tanah itu belum ditunjukkan, apalagi dibagi-hagikan kepada mereka. Beberapa orang transmigran yang pernah mencoba mendesak soal ini, mendapat jawaban bahwa tanar yang akan dibagikan masih dalam sengketa dengan penduduk asli setempat. Pupuk Dalam keadaan serupa itu dengan mudah diduga akibat yang ditanggung pendatang itu. Mula-mula mereka, mencoba menanami tanah pekarangan di sekitar rumah dengan berbagai jenis tanarnan. Hasilnya sia-sia belaka. Sebab walaupun disertai pe]nbagian pupuk, tanaman itu mati jauh sebelum memberi hasil. Beberapa orang warga di proyek sisipan ini mengungkapkan, bahwa sebenarnya mereka selama ini belum pernah mendapat bimbingan bagaimana cara menggunakan pupuk. Karena itu setelah jatah makanan untuk selama 12 bulan itu lewat, mereka terpaksa menerima pembagian jatah baru dengan jumlah menurut persediaan yang ada. Artinya, kadang-kadang cukup tapi kalau kurang harus dibagi rata. Tapi soal pupuk juga masih tak jelas benar. Dari 300 ton pupuk yang tercantum dalam DIP tahun ini, ditetapkan setiap KK transmigran mendapat 125 kg. Namun yang diterima oleh para transmigran ini ternyata hanya 50 kg per KK. Tak seorangpun pejabat transmigrasi di Bengkulu yang mau menjelaskan soal ini ketika berulang-ulang ditanyakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus