Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Deras Arus Melawan Keledai

Gerakan menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden kian meluas. Megawati terang-terangan menolak wacana tersebut.

19 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo bersama Megawati Soekarnoputri meninjau Persemaian Modern Rumpin, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 10 Maret 2022. BPMI Setpres/Rusman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Megawati menyatakan menolak penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

  • Susilo Bambang Yudhoyono disebut akan turun gunung untuk menyuarakan penolakan serupa.

  • Akademikus juga menolak penundaan pemilu serta perpanjangan masa jabatan presiden.

TAKLIMAT itu disampaikan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri kepada ratusan pengurus partainya, Rabu siang, 9 Maret lalu. Berbicara lewat aplikasi Zoom, Megawati menyinggung adanya pihak yang menginginkan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo melalui amendemen Undang-Undang Dasar 1945.

Ketua Dewan Kehormatan PDI Perjuangan Komarudin Watubun mengatakan pertemuan itu adalah rapat yang rutin digelar partai banteng. Disebut “rapat Dewan Pimpinan Pusat diperluas”, forum tersebut dihadiri petinggi dewan pimpinan daerah, dewan pimpinan cabang, sayap partai, badan partai, juga para kepala daerah dan menteri dari PDI Perjuangan.

Komarudin bercerita, dalam rapat itu Megawati menegaskan sikapnya yang berpegang pada Undang-Undang Dasar 1945. “Sikap Ibu Mega clear, soal konstitusi tidak ada kompromi,” ujar Komarudin kepada Tempo, Kamis, 17 Maret lalu.

Menurut Komarudin, Megawati menyampaikan konstitusi sudah mengatur bahwa presiden dan wakil presiden menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya. Presiden kelima Indonesia itu, kata Komarudin, berpendapat kepala negara tak bisa dipilih untuk ketiga kalinya.

“Kata-kata Ibu tidak tersurat, tapi maksudnya kan dua periode cukup,” tutur anggota Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat ini. Megawati juga mewanti-wanti kader untuk tegak lurus dan satu komando mengikuti arahan darinya. “Agar tidak dicerai-beraikan oleh kepentingan pihak di luar partai,” ujar Komarudin.

Sehari setelah memberikan arahan kepada partai, Megawati bersua dengan Presiden Joko Widodo di Persemaian Modern Rumpin, Bogor, Jawa Barat. Megawati hadir bersama Bambang Kesowo—Menteri Sekretaris Negara di era pemerintahannya. Adapun Jokowi didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung, yang juga kader PDI Perjuangan.

Mengaku tak tahu persis isi pertemuan tersebut, Komarudin mengatakan tak tertutup kemungkinan Megawati dan Jokowi membicarakan isu penundaan Pemilihan Umum 2024. “Mungkin saja ada obrolan tentang hal-hal yang dirasa penting untuk negara ini,” ucap legislator asal Papua ini.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berkilah pertemuan itu hanya membahas program persemaian tanaman. Menurut Hasto, tak ada pembahasan ihwal penundaan Pemilu 2024 lantaran sikap Megawati dan Jokowi tak berbeda, yakni patuh terhadap konstitusi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua DPR Puan Maharani (tengah) memberikan keterangan pers terkait komitmen menyelenggarakan Pemilu Februari 2024, di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, 15 Maret 2022. ANTARA/Galih Pradipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah titah Megawati itu, para kader PDI Perjuangan gencar menyuarakan penolakan terhadap wacana penundaan Pemilu 2024. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang juga Putri Megawati, Puan Maharani, dalam sidang paripurna yang digelar Selasa, 15 Maret lalu, menegaskan bahwa pemerintah dan DPR teleh menyepakai pemilu digelar pada 14 Februari 2024.

“Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjadikan Pemilu 2024 sebagai alat demokrasi yang berkualitas menyuarakan kehendak rakyat,” kata Ketua Bidang Politik dan Keamanan DPP PDIP ini dalam pidatonya yang disambut tepuk tangan anggota Dewan. (Baca: Deal Prabowo-Puan Menolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden)

PDI Perjuangan juga balik badan dari agenda amendemen Undang-Undang Dasar 1945 untuk menghidupkan kembali haluan negara. Padahal partai inilah yang awalnya gencar mengusulkan perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara—pada masa Orde Baru dikenal sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara atau GBHN.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari PDI Perjuangan, Ahmad Basarah, mengatakan rencana perubahan konstitusi sebaiknya tak dilaksanakan pada periode 2019-2024. “Apalagi saat ini tengah ramai wacana penundaan pemilu yang akan berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden,” kata Basarah kepada Tempo, Kamis, 17 Maret lalu.

•••

WACANA penundaan Pemilu 2024 pertama kali dilontarkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar pada Rabu, 23 Februari lalu. Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan kemudian juga melemparkan gagasan yang sama.

Penelusuran Tempo menunjukkan ketiganya ditengarai menjalankan permintaan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, membantah jika atasannya disebut menekan para ketua umum partai. (Baca: Manuver Luhut Mengegolkan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden)

Pada Jumat, 11 Maret lalu, Luhut malah menyatakan pemilih PDI Perjuangan, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Demokrat setuju Pemilu 2024 ditunda. Luhut mengklaim data itu didapat dari 110 juta perbincangan di media sosial. “Itu rakyat yang ngomong,” kata Luhut di kanal YouTube Deddy Corbuzier.

Tak terima atas klaim tersebut, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mempertanyakan kapasitas Luhut untuk membicarakan penundaan Pemilu 2024. Kepada wartawan di Universitas Sumatera Utara pada Senin, 14 Maret lalu, Hasto meminta Luhut mempertanggungjawabkan klaimnya secara akademis.

Sikap senada disampaikan anggota Majelis Tinggi Demokrat, Sjarifuddin Hasan, yang membantah pernyataan Luhut. Ia menegaskan partainya dan pemilih Demokrat menolak penundaan pemilu. Sebab, penundaan pemilu merusak demokrasi dan merampas hak kedaulatan rakyat. “Rakyat tahu haknya, yaitu pemilu lima tahun sekali,” ujar Wakil Ketua MPR tersebut.

Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono juga telah menyatakan menolak wacana penundaan pemilu. “Upaya menunda pemilu itu merupakan permufakatan jahat,” tuturnya saat melantik pengurus Dewan Pengurus Daerah Demokrat DKI Jakarta, Selasa, 15 Maret lalu.

Dua petinggi Demokrat mengatakan Agus juga mendiskusikan wacana penundaan pemilu dengan ayahnya yang juga mantan presiden, Susilo Bambang Yudhoyono, dan adiknya yang menjabat Ketua Fraksi Demokrat di DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat Rachland Nashidik mengaku juga mendengar informasi tersebut.

Kepada Tempo, Rachland mengaku mengirim sejumlah usul kepada Agus, Yudhoyono, dan Ibas atau Edhie Yudhoyono lewat pesan singkat. Rachland menyarankan agar Yudhoyono sebagai tokoh senior dan mantan presiden angkat bicara di depan publik. Lewat Ibas, ucap Rachland, Yudhoyono menyatakan akan mengundang para kader Demokrat untuk berdiskusi.

Rachland menyebutkan Yudhoyono sebenarnya sudah menjauhi politik praktis setelah tak lagi menjadi Ketua Umum Demokrat. Namun Yudhoyono menaruh perhatian terhadap isu penundaan pemilu lantaran sudah menyangkut konstitusi dan masalah fundamental demokrasi. “Pada saatnya Pak SBY akan bicara,” kata Rachland, Kamis, 17 Maret lalu.

Di Partai NasDem, wacana penundaan pemilu juga menjadi perhatian Ketua Umum Surya Paloh. Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali mengaku berdiskusi dengan Surya setelah Muhaimin Iskandar mengapungkan wacana tersebut. “NasDem menolak karena itu bertentangan dengan konstitusi,” tutur Ali kepada Tempo.

Sikap serupa disampaikan Surya Paloh saat menjamu Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan sejumlah elite partai beringin pada Kamis, 10 Maret lalu. Dalam pertemuan di NasDem Tower, Gondangdia, Jakarta Pusat itu, Surya kembali menyinggung isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.

“Pak Surya mengatakan isu-isu yang tidak produktif seperti penundaan pemilu itu kita sudahi saja,” kata Wakil Sekretaris Jenderal NasDem Hermawi Taslim yang ikut dalam persamuhan itu, kepada Tempo, Kamis, 17 Maret lalu.

Hermawi membantah jika Airlangga disebut melobi Surya Paloh untuk mendukung penundaan pemilu. Menurut dia, Airlangga tak merespons pernyataan Surya. Hermawi menyebut Menteri Koordinator Perekonomian itu hanya mengundang Surya untuk bertandang ke kantor Golkar.

Manuver memundurkan Pemilu 2024 juga menjadi bahasan dalam rapat Partai Keadilan Sejahtera beberapa waktu belakangan. Kepala Staf Presiden PKS Pipin Sopian mengatakan para juru bicara dan anggota Dewan dari partainya ditugasi untuk menyuarakan penolakan terhadap wacana penundaan pemilu.

Isu itu pun dibahas dalam musyawarah Majelis Syuro PKS—forum tertinggi partai untuk pengambilan keputusan—pada 13 Januari lalu. Empat hari sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan para pebisnis menginginkan pemilihan umum ditunda karena mereka babak-belur akibat imbas pandemi Covid-19.

Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri mengatakan partainya menentang segala wacana penundaan Pemilu 2024. “Serta menentang ide apa pun yang terkait dengan perpanjangan masa jabatan presiden,” kata Salim Segaf ketika itu.

Pipin Sopian dan Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengaku sudah mendengar isu penundaan pemilu sebelum dilontarkan Muhaimin Iskandar. Menurut keduanya, kader partai mereka juga didekati oleh pihak-pihak yang mendukung gagasan tersebut. Namun keduanya menolak mengungkap identitas para pelobi itu.

Luhut membantah dugaan bahwa big data yang dia ungkapkan mengada-ada. Ia mengklaim data itu dihimpun dengan teknologi yang berkembang pesat. Ihwal wacana penundaan pemilu, Luhut menyatakan negara memerlukan anggaran besar untuk penanganan pandemi Covid-19 dan memulihkan perekonomian. “Apa alasan Pak Jokowi turun?” katanya pada Selasa, 15 Maret lalu.

•••

GELOMBANG penolakan terhadap wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo juga muncul dari kalangan akademikus. Bergabung dalam Aliansi Akademisi Tolak Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, mereka merilis seruan penolakan penundaan Pemilihan Umum 2024.

Pada Selasa, 15 Maret lalu, lebih dari seratus akademikus dan aktivis dari berbagai kampus dan organisasi meriung dalam ruang virtual. Dosen Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan forum itu menampung kegelisahan terhadap wacana penundaan pemilu. Mereka menilai usul tersebut mengkhianati konstitusi dan melenceng dari semangat Reformasi 1998.

Rapat kerja Kemendagri, KPU dengan Komisi II DPR RI mengenai penetapan jadwal Pemilu serentak tahun 2024 di Senayan, Jakarta, 24 Januari 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

“Ini bahaya yang sangat konkret karena didorong sejumlah elite politik,” ujar Herdiansyah. Menurut dia, para akademikus meyakini perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi dan penundaan pemilu akan membawa demokrasi Indonesia ke titik nadir sekaligus mengembalikan pemerintahan yang otoriter, seperti terjadi sebelum Reformasi 1998. (Baca: Mengapa Penundaan Pemilu Mengkhianati Konstitusi)

Para akademikus, ucap Herdiansyah, juga sepakat menyatukan gerakan menolak penundaan pemilu. Aksi perlawanan itu akan dikelola sehingga tak berjalan sendiri-sendiri. Misalnya, membuat diskusi publik secara terjadwal dan tidak bentrok dengan forum serupa di tempat lain.

Lewat berbagai forum, para tokoh juga gencar menolak penundaan Pemilu 2024. Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, mengingatkan bahwa wacana penundaan pemilu bisa menimbulkan kemarahan rakyat.

Adapun Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas menilai isu penundaan pemilu menunjukkan penguasa makin tak tahu malu. “Mereka seperti keledai-keledai politik yang tidak belajar dari masa lalu,” ujarnya.
 
Anggota Dewan Pertimbangan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, juga mendukung gerakan tersebut. Hampir setiap hari dia menyuarakan penolakan terhadap penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden melalui forum diskusi atau media sosial. “Yang kita punya hanya suara dan aspirasi untuk menjaga demokrasi,” tutur Titi.

DEWI NURITA, FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Stefanus Pramono

Stefanus Pramono

Bekerja di Tempo sejak November 2005, alumni IISIP Jakarta ini menjadi Redaktur Pelaksana Politik dan Hukum. Pernah meliput perang di Suriah dan terlibat dalam sejumlah investigasi lintas negara seperti perdagangan manusia dan Panama Papers. Meraih Kate Webb Prize 2013, penghargaan untuk jurnalis di daerah konflik, serta Adinegoro 2016 dan 2019.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus