Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Setelah Gufron menjewer kuping

Gufron, guru sdn arosbaya iii, bangkalan, madura menjewer muridnya yang tidak ikut karnaval, hingga ia dikeroyok orang tua murid. tiga guru lainnya mogok dan ia dimutasikan. (pdk)

20 September 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI sebuah pemogokan, tak besar tapi cukup merepotkan. Empat guru Sekolah Dasar Negeri Arosbaya III, Bangkalan, Madura, mogok mengajar. Hingga awal pekan ini, tiga guru masih tetap enggan ke sekolah, sementara seorang dipindahkan ke Kantor Cabang Dinas P & K. Kisah bermula dua hari setelah 17 Agustus lalu. Gufron, seorang guru di SD tersebut datang terlambat. Keruan saja, begitu turun dari kendaraan umum, ia langsung lari menuju sekolah. Ternyata segerombolan orang sudah lebih dulu menunggunya di pintu masuk. Seorang di antara para penunggu menegur, "Pak Gufron, ya?" Dan bogem mentah sudah mendarat bertubi-tubi di wajah guru yang sudah tiga tahun mengajar di situ. Gufron tak kuasa memberikan perlawanan. Ia berusaha menyelamatkan diri masuk pekarangan sekolah. Tapi, kawanan pengeroyok bertambah kalap, memburu Gufron sambil terus menghunjamkan tinjunya. Sudarto, 31, kawan Gufron, yang pagi itu, Selasa 19 Agustus, sedang melatih murid-murid baris-berbaris di halaman sekolah, terhenyak. Dengan sigap ia segera berlari untuk menolong Gufron. Tapi apa daya dua orang guru melawan segerombolan orang yang tampaknya lagi marah. Merasa kewalahan, Sudarto kemudian lari ke Koramil yang berdekatan dengan sekolah itu. Tak lama kemudian petugas Koramil dan Polsek Arosbaya datang. Sementara itu, masyarakat Arosbaya sudah lebih dulu berhamburan membanjiri halaman SDN itu. "Sehingga, sulit mengenali siapa yang melakukan pengeroyokan tadi itu," kata Sudarto. Lagi pula, "kebetulan Selasa itu tepat hari pasaran Arosbaya," kata Sudarta pula. "Jadi, ramainya bukan main." Untunglah, aparat keamanan agaknya belum kehilangan jejak. Di tengah luapan manusia itu, polisi meringkus empat orang yang gelagatnya memang mencurigakan. Keempat tersangka itu segera diamankan di Mapolsek. Sementara itu, Gufron secepatnya dilarikan ke puskesmas setempat. Ternyata, ia perlu dirawat intensif selama lima hari, karena luka memar pada pelipis dan bagian kepalanya cukup berat. Meski begitu, Gufron tak mau sembarangan bercerita mengenai sebab musabab musibah yang menimpa dirinya. Ketika ditemui TEMPO, guru bahasa Indonesia itu justru bungkam. "Maaf, saya tidak punya wewenang untuk memberikan keterangan kepada wartawan," ujarnya sambil sesekali memegangi pelipisnya yang masih tampak memar. Maka, musabab peristiwa itu diperoleh TEMPO dari para guru yang lain. Menurut mereka, pokok pangkal bermula dari karnaval 17 Agustus. Seperti banyak sekolah SDN Arosbaya III -- setiap peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan -- mesti mengikuti karnaval. Bahkan, "Setiap tahun SDN Arosbaya mendapat hadiah sebagai pemenang karnaval," kata R. Moh. Hawi Kepala SD itu, kepada Hadi S. Purwanto dari TEMPO. Tahun ini, kebetulan Gufron yang ditunjuk sebagai penanggung jawab karnaval. Persiapan matang, dan diperkirakan 160 murid -- dari kelas tiga sampai enam -- bakal ikut meramaikan karnaval tersebut. Eh, ternyata yang datang cuma seratus anak. Keruan saja, pelaksanaan kacau. Hadiah jadinya cuma di angan-angan. Gufron, tentu saja, berusaha mengetahui alasan keenam puluh murid tidak ikut karnaval. Esok paginya, mereka yang membolos dipanggil masuk kelas satu per satu. "Kenapa kamu tidak ikut karnaval?" tanya Gufron. Jawab para pembolos macam-macam, "Sakit, Pak. Tidak punya pakaian, Pak. Tidak boleh orangtua, Pak," dan sebagainya. Tapi, ada juga yang menjawab, "Malas, Pak." Nah, yang menjawab "malas" itulah, oleh Gufron dijewer kupingnya. Setelah itu, mereka diperbolehkan mengikuti pelajaran seperti biasa. Wajar, 'kan? Namun, penjeweran kuping itu, tampaknya, yang menyebabkan Gufron dikeroyok. "Mungkin, anak-anak itu melapor kepada orangtuanya masing-masing. Padahal, maksud Pak Gufron itu baik," kata Hawi, kepala SD tersebut, yang sangat menyesalkan peristiwa itu. Peristiwa itu memang cukup merepotkan Hawi dan guru-guru lainnya. Bayangkan, Gufron kini sudah tak lagi mau mengajar di SD itu Tiga guru lainnya: Darur Rohmah, Sunardi, dan Sudarto, hingga pekan ini masih mogok mengajar, agaknya sebagai pernyataan solidaritas. Pihak Dinas P dan K Bangkalan cukup tanggap atas kasus ini. Sejak bulan ini. Gufron ditarik ke kantor cabang Bangkala sebagai staf administrasi. "Ini jalan untuk menyelamatkan dia," kata Moh. Danafiah atasan Gufron sekarang. Repotnya, para siswa yang orangtuana dianggap sebagai pelaku pengeroyokan mendapat getahnya pula. Hasil pertemuan guru dan wali murid awal bulan ini memutuskan, keenam murid anak empat orang, yang kini ditahan polisi tadi sekarang dilarang masuk sekolah. Atau dalam bahasa halusnya, "dikembalikan pada orang masing-masing". Mereka boleh lagi ke sekolah, kata Hawi, kalau orangtuanya telah membuat pernyataan menyesal. Suatu hal yang sampai sekarang masih belum juga dilakukan. Lalu enam anak itu, haruskah jadi korban peri laku orangtuanya -- yang sebenarnya belum juga diputuskan bersalah oleh penadilan? Choirul Anam

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus