Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menyatakan narapidana kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP, Setya Novanto, sedang menjalani sanksi isolasi di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Ade Kusmanto, mengatakan Setya diduga melanggar aturan dengan menyalahgunakan izin keluar lembaga pemasyarakatan pada Jumat lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan pelanggaran yang dilakukan Setya masuk kategori pelanggaran berat. Selain itu, Setya terancam tak boleh dikunjungi oleh keluarga atau pengacara-pengacaranya selama menjalani isolasi. "Ia akan diisolasi, tak boleh berhubungan dengan dunia luar penjara, tak boleh dikunjungi siapa pun selama sebulan," kata dia di Jakarta, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sanksi untuk Setya, kata Ade, tak hanya berbentuk isolasi. Menurut dia, warga binaan lembaga pemasyarakatan yang melanggar tata tertib akan dikenai sanksi lain. Salah satunya, kata dia, dicabutnya hak-hak dia sebagai narapidana, misalnya, tak mendapatkan remisi. "Jika seorang narapidana, misalnya telah mendapatkan surat pembebasan bersyarat, bisa saja usul pembebasan bersyaratnya ditunda atau bahkan dicabut," kata Ade.
Setya dipergoki "kabur" setelah menjalani perawatan medis di Rumah Sakit Santosa, Bandung, Jumat lalu. Ketika akan kembali ke Sukamiskin, terpidana 15 tahun penjara itu turun dari lantai delapan rumah sakit ke lantai dasar dengan dalih hendak membayar rekening tagihan rumah sakit.
Petugas lembaga pemasyarakatan yang menjaganya belakangan menyadari bahwa bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini kabur. Foto Setya bersama istrinya sedang berada di toko bahan bangunan mewah di Padalarang pun menyebar viral di media sosial.
Petugas yang menjaga Setya, kata Ade, juga akan dikenai sanksi. Petugas ini dianggap lalai dalam menjalankan tugas, sehingga Setya kabur tanpa pengawasan selama beberapa jam. "Petugas pengawalan seharusnya melaksanakan tugas, melekat. Namun mereka tak melakukannya," kata dia.
Ade mengatakan belum dapat memastikan sanksi yang akan dijatuhkan untuk petugas tersebut. Sebab, kata dia, Direktorat Jenderal perlu memeriksa latar belakang dan motif sehingga petugas itu lalai. "Sanksinya bisa dalam bentuk teguran, turun pangkat, dipindahkan tugasnya, hingga pemecatan," kata dia.
Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Pemasyarakatan, Junaedi, mengatakan, saat insiden itu terjadi, Setya dikawal dua petugas lembaga pemasyarakatan dan seorang polisi. "Mereka seharusnya memberikan penjagaan melekat," kata dia.
Pengacara Setya, Maqdir Ismail, menyatakan belum sempat menjenguk kliennya itu. "Soal ancaman (sanksi) dari Kementerian Hukum dan HAM, kita lihat saja faktanya nanti," kata Maqdir.
Firman Wijaya, pengacara Setya lainnya, menyatakan tak mungkin kliennya berniat kabur dari rumah sakit. Menurut Firman, Setya minta izin berobat. "Jadi, tidak mungkin kabur. Beliau mantan Ketua DPR, seorang politikus, dan pengusaha nasional. Saya kira beliau jauh dari rasa itu," kata Firman.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan pemerintah berencana membuat satu lembaga pemasyarakatan khusus untuk koruptor, pelaku kejahatan narkotik, dan terorisme. "Kami sudah memikirkan bagaimana kalau menggunakan pulau-pulau terpencil. Kalau dibawa di pulau, masak dia mau berenang?" ujar Wiranto. EGI ADYATAMA | HALIDA BUNGA FISANDRA | DEWI NURITA | REZKI ALVIONITASARI
Koruptor yang Pernah Pelesiran ke Luar Penjara
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo