Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Siraman Air di Bara Puger

Kedua pihak yang bertikai atas nama agama di Puger, Jember, meneken kesepakatan damai. Dugaan soal penambangan pasir besi di Pantai Paseban sempat muncul sebagai pemantik konflik

23 September 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA pria berbaju batik dan bercelana panjang itu berhadapan dengan empat lelaki berbusana koko dan bersarung. Kedua kelompok itu dipisahkan ruangan kosong berjarak tiga meter. Wajah mereka menyiratkan ketegangan. Hampir seperempat jam berlalu, tak ada tegur sapa atau tatapan mata di antara mereka. Yang ada saling melirik atau berbisik sesama anggota kelompok.

Sesaat keheningan menyergap gedung aula Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Puger, Kabupaten Jember, tempat kedua kelompok bertemu, Rabu pagi pekan lalu. Di luar gedung, ratusan polisi dan tentara bersenjata lengkap berjaga-jaga.

Dua orang berbatik itu adalah Habib Isa Mahdi al-Habsyi (anak Habib Ali bin Umar al-Habsyi) dan Ustad Abdul Rohim dari Pondok Pesantren Darus Sholihin, yang diduga beraliran Syiah. Sedangkan mereka yang bersarung adalah Ustad Achmad Fauzi Samsul Hadi, Hariyanto, Achmadi, dan Ustad Djufri Umar. Keempatnya warga Nahdliyin beraliran Sunni. Fauzi adalah Rais Syuriah Ranting Nahdlatul Ulama Desa Puger Kulon. Kedua kelompok dipertemukan dan didamaikan setelah pecah konflik yang menewaskan Eko Mardi Santoso, kerabat Fauzi, akibat bacokan senjata tajam pada Rabu dua pekan lalu.

"Monggo, lho, sambil dicicipi kue dan minumannya," ujar M.Z.A. Djalal, Bupati Jember, memecahkan keheningan. Ia datang ke aula bersama pejabat Musyawarah Pimpinan Daerah Kabupaten Jember. Tak berapa lama, bersama Djalal dan rombongan, kedua kelompok melakukan pertemuan tertutup selama sekitar satu setengah jam. Menjelang azan zuhur, pertemuan beres. Pintu ruangan terbuka dan penandatanganan kesepakatan damai diteken. Meski sempat terlihat kikuk, Isa Mahdi dan Fauzi akhirnya bersalaman dan berangkulan sambil melempar senyum.

"Ini perdamaian awal sambil menunggu ikhtiar perdamaian permanen yang kami upayakan dalam sebulan ke depan," ucap Djalal. Dalam sebulan ke depan, kedua kubu sepakat tidak akan melakukan kegiatan yang melibatkan massa, tidak saling memprovokasi, dan tidak akan melibatkan orang atau pihak lain dari luar Puger. "Kedua kubu juga sepakat penegakan hukum dilakukan aparat jalan terus sesuai dengan prosedur," katanya.

Isa Mahdi, yang bermarkas di pesantren Darus Sholihin, Dusun Mandaran 1, Desa Puger Kulon, dan Fauzi, yang jemaahnya biasa berkumpul di Musala Nurul Musthofa di Dusun Mandaran 2, Desa Puger Kulon, mengiyakan pernyataan Djalal. Jarak markas kedua kubu tak sampai 1 kilometer.

"Kami ingin semua konflik diakhiri dan siap mengikuti semua poin kesepakatan," ujar Fauzi. Isa Mahdi berharap perdamaian ini bisa menjadi permanen. Meski Habib Alibin Umar al-Habsyi tidak hadir dalam acara itu, Isa menegaskan bahwa ayahnya setuju. "Abah sedang sakit.Tadi beliau menandatangani perjanjian itu di rumah disaksikan Muspida," katanya.

n n n

RONI, 30 tahun, tak bisa melupakan insiden yang terjadi Rabu sore dua pekan lalu. "Ngeri, Mas. Banyak orang konvoi, bawa celurit dan pedang," ucapnya kepada Tempo. Bersama teman-temannya, buruh tempat pengawetan dan penjualan ikan yang terletak sekitar 400 meter sebelah barat pesantren Darus Sholihin itu segera menghentikan pekerjaannya. Pintu gerbang cool storage dan rumah juragannya segera ditutup. Sampai malam, mereka tak berani keluar dari rumah. Di luar, polisi dan tentara berjaga-jaga.

Suasana yang bikin miris itu dipicu konflik antara pengikut Habib Ali al-Habsyi dan Ustad Achmad Fauzi Samsul Hadi pada hari yang sama. Kondisi tambah gawat ketika Eko Mardi Santoso, 45 tahun, ditemukan tewas akibat bacokan senjata tajam. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai nelayan ini adalah anggota jemaah pengajian Nurul Musthofa. Ia juga suami salah satu keponakan Ustad Fauzi.

Samsul, warga Puger, memberi kesaksian, saat massa Isa Mahdi datang, Eko sedang menjaga perahu milik juragannya, Haji Hatim. "Mereka langsung membacok dengan senjata tajam. Ada juga yang melemparinya dengan batu," katanya. Massa yang mengendarai sepeda motor juga membakar dua perahu. Salah satunya milik Haji Hatim.

Kerusuhan di Puger itu dipicu oleh rencana pesantren Darus Sholihin menggelar karnavalperingatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-68. Namun rencana itu dilarang Musyawarah Pimpinan Kecamatan Puger karena dinilai berpotensi menimbulkan konflik dengan massa yang tidak senang terhadap pesantren Darus Sholihin.

Menurut Kepala Kepolisian Sektor Puger Mahrobi Hasan, polisi sudah berusaha menenangkan panitia dan peserta karnaval agar membatalkan atau menunda rencana mereka. Pasalnya, Muspika sudah meminta pesantren Darus Sholihin membatalkanacara karena situasi di Puger dinilai belum kondusif setelah terjadi bentrokan antara penghuni pesantren dan warga tahun lalu. "Karena itu, kami coba mengamankan, tapi dianggap menghalangi," ujarnya.

Sekitar pukul 12.30, karena hanya ada sekitar 20 polisi dan tidak bersenjata, barikade yangdipasang polisi di jalan raya Puger Kulon jebol. Acara karnaval yang diikuti sekitar500 murid pesantren itu terus berlangsung dari kompleks pesantren menuju sekitaralun-alun Kecamatan Puger.

Sekitar pukul 14.00, massa—yang belakangan diketahui pendukung Ustad Fauzi—mendatangi kompleks pesantren Darus Sholihin yang sepi. Dengan membawa pentungan dan senjata tajam, mereka langsung mengobrak-abrik bangunan pesantren. Beberapa bagian bangunan masjid,kantor, dan kamar santri rusak. Puluhan sepeda motor milik murid dan wali murid pesantren yang diparkirdi tempat itu juga dirusak dan dibakar.

Tak terima, aksi anarkistis itu dibalas tindakan serupa oleh pengikut Ali al-Habsyi. Selain melempari sejumlah rumah yang ditengarai sebagai pengikut Fauzi, mereka mendatangi tempat pelelangan ikan Puger. Di pesisir pantai Puger, di dekat tempat pelelangan ikan, Eko kehilangan nyawanya. Hingga kini polisi masih menyelidiki bentrokan kedua kubu ini. Sedikitnya 20 orang ditetapkan sebagai tersangka.

n n n

Lokasinya sekitar 60 kilometer arah barat Kecamatan Puger. Di pesisir Pantai Paseban, Kecamatan Kencong, itulah rencananya investor PT Agtika Dwi Sejahtera akan melakukan penambangan pasir besi. Ketika Tempo mendatangi pesisir Paseban, Rabu pekan lalu, belum ada sedikit pun penambangan di sana. Musababnya, hingga kini warga dan perangkat desa setempat berkukuh menolak rencana penambangan pasir besi itu. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jember juga telah memutuskan tak boleh ada kegiatan eksploitasi pasir besi di Paseban.

Isu rencana penambangan pasir besi di Paseban sempat muncul dan dikaitkan dengan konflik yang terjadi di Puger. "Isu Sunni-Syiah hanya cover," ujar sumber Tempo di Nahdlatul Ulama Jawa Timur. Pengasuh Pondok Pesantren Darus Sholihin, Ali bin Umar al-Habsyi, dikabarkan menolak rencana penambangan pasir besi tersebut. Namun Isa Mahdi membantah hal itu. "Kami tak ada urusan dengan itu. Kami berfokus mendidik santri dan murid kami. Titik," katanya.

Kepala Desa Paseban Sunandjar juga membantah isu tersebut. "Kasus Puger tak ada kaitannya dengan di sini. Sama sekali tidak ada dan memang tidak perlu dikaitkan dengan konflik Puger," ucapnya. Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya Mayor Jenderal Ediwan Prabowo segendang sepenarian. Menurut dia, konflik di Puger pada Rabu dua pekan lalu merupakan kelanjutan dari konflik yang terjadi pada Mei 2012.

Menurut mantan Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar NU KH Hasyim Muzadi, konflik di Puger tak bisa hanya diselesaikan secara hukum. Pasalnya, konflik itu juga dipicu oleh faktor perbedaan paham dan keyakinan masyarakat. "Harus lebih dikuatkan kerja sama ulama dengan aparat," katanya saat melayat dan tahlilan di rumah almarhum Eko, Senin pekan lalu. "Biarlah aparat menyelesaikan soal hukumnya, sedangkan ulama ikut menyelesaikan akarnya."

Fanny Febiana, Mahbub Djunaidy, Kukuh S. Wibowo, Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus