Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soekarwo dan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) ditetapkan Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur sebagai pemeÂnang pemilihan gubernur 2013-2018. Kemenangan itu digugat pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman Surjadi SumaÂwiredja ke Mahkamah Konstitusi. Namun gubernur inkumben itu yakin kemenangannya tak tergoyahkan. "Kami ikuti prosesnya di MK," katanya.
Soekarwo mengkritik sikap Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang meloloskan Khofifah sebagai calon gubernur dan menghukum KPU, yang sebelumnya menyatakan Khofifah tak lolos verifikasi. Menurut dia, peradilan etik seperti DKPP pun harus tetap berdasarkan hukum yang sudah ada. "Aturan hukum yang sudah ada ini disingkirkan, lalu membuat peradilan etik," ujar Soekarwo mengkritik pandangan Ketua DKPP Jimly Asshidiqie. Akibatnya, kepastian hukum menjadi tidak ada.
Selama hampir dua jam, pria yang biasa disapa Pakde ini melayani pertanyaan wartawan Tempo Agus Supriyanto, Endri Kurniawati, dan Agita Sukma Listyanti di Gedung Grahadi, Surabaya, Kamis malam dua pekan lalu. Ia berbicara dalam perspektif luas mengenai politik, ekonomi, sosiologi, dan hukum.
Selamat atas penetapan Anda sebagai gubernur periode 2013-2018. Lima tahun ke depan bakal seperti apa Jawa Timur?
Pembangunan kami teruskan. Kami beberapa kali berdiskusi dengan Bank Dunia, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), karena pada 2011 kami mendapat penghargaan dari Bank Dunia, pertumbuhan yang inklusif. Tumbuh tapi inklusif (merata) karena kemiskinan dan pengangguran berkurang.
Angka kemiskinan Jawa Timur masih sangat tinggi?
Untuk turun 1 persen, diperlukan Rp 60 triliun. Mereka (PBB) berpendapat penurunÂan 1 persen very excellent. Maret 2009, ketika saya masuk, kemiskinan 16,68 persen. Maret 2013, 12,55 (persen). Artinya, ada penurunan 4,13 (persen). Satu persen rata-rata per tahun.
Bagaimana prospek investasi di sektor minyak dan gas?
Mengenai industri migas sebetulnya kami punya konsep. Kami ingin masukkan pasal dalam undang-undang mengenai konsep saham teritori. Kalau participating interest seperti sekarang, mana ada duit kita? Kalau given sebagai golden share atau golden dividen, oke kita. Kami ngotot tetap mengusulkan saham teritori untuk daerah penghasil. Usul ini sudah sampai Jakarta, diskusi dengan DPR dan macam-macam tapi kok belum bunyi juga.
Di tambang emas Tumpang Pitu, Banyuwangi, berhasil mendapatkan golden Âshare….
Daerah mendapat 15 persen (Banyuwangi 10 persen). Menurut saya, ini jadi benchmark. Dari segi public policy bagus sekali. Tapi prosesnya ramai itu. Saya ke Australia digeruduk orang-orang Intrepid ÂMines Ltd (investor Tumpang Pitu yang tersingkir).
Pola ini Anda dorong untuk diterapkan sepenuhnya juga ke sektor migas?
Harus dikonstruksikan secara yuridis formal. Kalau Tumpang Pitu sekarang ini kan mendapat saham karena kebaikan hati saja. Kalau negara, ya, harus yuridis.
Jawa Timur sempat kekurangan sapi. Yang betina banyak disembelih.
Tidak begitu. Sapi betina itu harganya 60 persen lebih murah daripada harga sapi jantan. Makanya orang banyak membeli sapi betina. Setiap tahun Jawa Timur memerlukan 510 ribu sapi. Sekitar 194 ribu dibawa ke Jakarta, 109 ribu ke Jawa Barat, dan 66 ribu untuk Kalimantan. Jadi ada kebutuhan 800-900 ribu ekor per tahun. Kami masih ada surplus. Kelahiran bayi sapi 1,3-1,4 juta ekor. Tapi, begitu harga daging naik kemarin, truk dari Bandung dan Jakarta masuk semua di pasar ngangÂkutin sapi.
Kalau kedelai boleh impor?
Kedelai ini berbeda. Saya turun ke lapangan ke Bondowoso, Situbondo, Jember, orang sedikit yang tertarik menanam kedelai. Saya usul ke Menteri Perdagangan Gita Wirjawan agar diatur harga eceran tinggi untuk kedelai agar petani tertarik menanam.
Anda memantau perkembangan di Puger, Jember?
Saya memantau perkembangan semua. Jadi sistem global sekarang ini, yang satu ada aliran serba boleh, ada aliran serba tidak boleh. Ketemu maka yang terjadi tubrukan. Maka sebetulnya pendapat saya yang satu itu bukan murni permasalahan agama, melainkan masalah kesejahteraan dan lain-lain.
Anda melihat kalangan Islam di Jawa Timur yang pluralis belakangan cenderung mengeras?
Makanya wakil gubernur itu harus Gus Ipul. Dia orang muda Gusdurian. Selain nasabnya keturunan pendiri NU (Nahdlatul Ulama), dia ini egaliter, gaya komunikasinya cair. Peran dia merangkul semua. Kalau sekarang aliran serba boleh dan aliran serba tidak boleh masuk semua ke sini, harus ada yang di tengah seperti Gus Ipul.
Gus Ipul disiapkan sebagai pengganti Anda nantinya?
Iya, saya siapkan. Saya pendukung utama. Di Jawa Timur itu harus kumpulan Islam dan nasionalis. Komposisi itu harus terus.
Jawa Timur getol sekali menutup lokalisasi di semua daerah.
Iya, menutup, tapi bukan menggusur. Di Pasuruan, lokalisasi digropyok oleh Habib X, lalu dibakar. Tapi, menurut saya, tidak bisa seperti itu. Saya diskusi panjang dengan Pak Soetandyo Wignjosoebroto (sosiolog Universitas Airlangga) bagaimana solusinya. Beliau menyarankan jangan dihancurkan, tapi bagaimana mereka diajak ngomong maunya apa. Lalu kami diskusi bersama Majelis Ulama Jawa Timur 2010, dan disepakati dibentuk Ideal, Ikatan Dai Khusus Lokalisasi. Jadi mulai dengan pendekatan-pendekatan, dilatih keterampilan. Ada proses panjang tanpa kekerasan. Kami yang biayai, bupati dan wali kota yang melakukan pendekatan. Ini kan pendekatan sosiologis yang menarik.
Ada evaluasi seberapa efektif pendekatan ini?
Sekarang pekerja seks di Surabaya tinggal 3.800 dari sebelumnya 7.200. Di Dolly, mereka minta kompensasi lebih tinggi karena merasa lebih bagus (tertawa).
Tapi yang dianggap sukses menutup lokalisasi kok wali kota?
Tidak apa-apa. Tapi itu semua dari kami uangnya, dana bantuan sosial dari pemerintah provinsi.
Masalah pengungsi Syiah Sampang belum juga tuntas….
Mereka harus tetap dipulangkan. Tapi prosesnya harus pelan-pelan karena ini problemnya kultural. Jadi mereka harus ketemu dulu dengan keluarganya. Berangsur ada 7 orang, 2 orang, lalu 20 orang kembali. Kami dibantu tim dari IAIN melakukan pendekatan. Jangan sampai di rumahnya di sana terus terusir. Namun jangan juga dipulangkan tapi dijaga tentara dan polisi.
Khofifah Indar Parawansa belum merasa pemilihan gubernur selesai….
Enggak apa-apa, dilanjutkan di Mahkamah Konstitusi. Enggak ada masalah buat kami. Serahkan saja ke MK.
Khofifah menyampaikan bukti ke MK soal adanya pelanggaran sistematis dan masif.
Ya, ditunjukkan saja. Saya tiap saat berpidato di kantor gubernur, jangan ada birokrat yang terlibat di politik. Wong saya ngajak ajudan harus konsultasi ke Bawaslu dan KPU, boleh enggak. Kalau boleh, baru saya ajak. Saya malu kalau saya mengajar hukum tata negara kemudian saya tidak uswah, tidak bisa menjadi contoh. Sekarang kami serahkan ke MK sesuai dengan fungsinya MK.
Anda sempat masuk radar 15 besar konvensi calon presiden Partai Demokrat.
Wah… radarnya enggak pas frekuensinya. Kalau saya meninggalkan Jawa Timur, pemilih bisa marah. Belum kerja, ditinggal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo