BANDAR Betsy, masih ingat? Ya, ia adalah sebuah perkebunan di
Sumatera Utara, di bilangan Kabupaten Simalungun, Kecamatan
Bandar. Yaitu salah satu kebun milik PTP IV Gunung Pamela.
Sewaktu masih berstatus PPN (sekitar 1960) Bandar Betsy terkenal
sebagai kebun teladan.
Tapi peristiwa berdarah 14 Mei 1965 yang terkenal itu,
menjadikan desa ini banyak dibicarakan orang. Peltu Sudjono,
seorang petugas keamanan diperbantukan di perkebunan itu, gugur
dalam perkelahian melawan orang-orang BTI/PKI.
Status perkebunan itu memang sebelumnya tanah garapan.
Perkebunan mengambil alih setelah membayar ganti rugi kepada
para penggarap di atas tanah seluas 24 Ha itu. Tapi setelah
semuanya dianggap selesai, BTI mulai menyulut gara-gara: hasil
musyawarah ganti rugi itu dianggap tidak sah. Dan serta merta
mereka menanam apa saja di atas tanah yang sudah ditraktor
bersih oleh pihak perkebunan. Masing-masing pihak bertahan.
Ketegangan segera pula tumbuh. Puncaknya adalah pengeroyokan
terhadap Peltu Sudjono. Ia gugur.
Kemudian di tempat Sudjono gugur didirikan sebuah tugu. Lengkap
dengan patungnya. Di sekitar tugu dihiasi taman bunga dan kolam.
Tapi semuanya itu sekarang sudah suram. Bunga-bunga tak tampak
lagi, begitu juga kolam tak pernah berisi air lagi. Bahkan cat
yang melekat di patung Sudjono sendiri di sana-sini sudah
terkelupas. Rumput liar pun mulai mengganas.
Tapi semua itu belum termasuk jalan yang menghubungkan tempat
itu dengan dunia luar. Kawasan itu mestinya dapat dicapai hanya
dalam waktu 3/4 jam dari Pematang Siantar. Karena jalan rusak,
menghabiskan waktu 2 jam. Jangan lagi dikata jika musim hujan.
Sebab sepanjang 15 Km dari jalur 45 dari Pematang Siantar itu
sepanjang sejarahnya belum pernah dijamah aspal.
Tak Sebanding
Meskipun setiap peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Kabupaten
Simalungun boleh dikata selalu diadakan di Tugu Sudjono, berita
mengenai perbaikan jalan itu secara mantap belum terdengar.
Pihak perkebunan memang sesekali menjamahnya. Tapi "untuk
perbaikan menyeluruh mana kami mampu" ujar MM Pasaribu,
Administrator Perkebunan Bandar Betsy.
Perkebunan Bandar Betsy dikelilingi beberapa desa dan
kebun-kebun milik swasta. Di bawah pengawasan 11 orang tenaga
staf, perkebunan seluas 6.038 Ha ini seluruhnya ditanami pohon
karet.
Tapi sampai sekarang masalah tanah garapan yang menyebabkan
Peltu Sudjono gugur tampaknya belum selesai benar. Sebab masih
ada ganti rugi bagian tanah tadi yang belum dibereskan pihak
perkebunan. Seperti tanah garapan di blok 39-40. Sejak 1968
areal ini diambilalih pihak perkebunan. Musyawarah terus
dilakukan. Tapi masalahnya tetap bertele-tele sekitar soal
jumlah ganti rugi. Sampai sekarang.
"Ganti rugi itu tak sebanding," kata Basryansah (42) kepala
penggarap dari Desa Gunung Serawan. Katanya, menurut perjanjian
penggarap yang tanahnya telah diambilihalih akan diberikan
tempat penampungan. "Buktinya sampai sekarang penampungan itu
belum juga disediakan," tutur Basryansah pula. Akibatnya para
penggarap yang meliputi 900 kepala keluarga itu tak mau angkat
kaki.
Pihak perkebunan agaknya memang tak tergopoh-gopoh merampungkan
masalah itu. Artinya masalah ini sudah cukup lama diserahkan
kepada instansi yang menanganinya secara hukum. Tunggu saja
sampai saatnya. Meskipun mulai terdengar suara adanya beberapa
orang pejabat yang telah berhasil memperoleh sebagian dari tanah
yang disengketakan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini