Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Soedjatmoko Gagal ?

Pemilihan Dirjen Unesco ramai dengan banyak calon. Soedjatmoko, calon dari Indonesia tersisih. Sahabzada Yakub Khan dari Pakistan mengundurkan diri. Muncul calon lain, Frederico M. Zaragoza.

24 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGAPA kandidat Indonesia, Soedjatmoko, kalah di pertarungan awal pemilihan Direktur Jenderal UNESCO? Jawabannya ternyata macam-macam. Sikap pemerintah Jepang yang tak mendukung calon Indonesia dianggap sebagai salah satu faktor penyebab kegagalan. "Pak Soedjatmoko punya masalah pribadi dengan pemerintah Jepang ketika menjabat rektor Universitas PBB di Tokyo," kata Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja, pekan lalu. Pemerintah Indonesia, yang semula beranggapan Jepang mendukung calon kita, menyesalkan perubahan sikap Tokyo itu. Menlu Mochtar secara tidak langsung menuduh pemerintah Jepang berkampanye agar Soedjatmoko tak terpilih. Betulkah? Jepang membantah tuduhan itu. "Semula Jepang berusaha mencari calon tunggal dari Asia," kata Kuroda, kepala seksi UNESCO pada kementerian pendidikan Jepang. Ternyata, Asia menampilkan lebih dari satu calon -- dari Muangthai, Filipina, Indonesia, dan Pakistan. Hasil lobi Indonesia hanya menghasilkan calon tunggal dari ASEAN. Sehingga, Asia punya dua calon, dari Indonesia dan Pakistan, bertarung di gelanggang pemilihan. Pilihan Jepang jatuh kepada Sahabzada Yakub Khan dari Pakistan. Sebab, "Dia mempunyai keahlian seorang administrator, dapat diterima negara Barat, dan punya kemungkinan paling besar untuk mengalahkan M'Bow," kata Yoshikazu Kaneko, kepala seksi UNESCO pada kementerian luar negeri Jepang. Dalam soal administrasi, Mahtar Amadau M'Bow, yang terpilih sebagai Dirjen UNESCO pada 1984 dan menduduki posisi itu selama dua periode, memang terkenal kacau. Karena itu, Jepang, salah satu donatir utama UNESCO, berusaha mencari calon yang dapat menumbangkan tokoh dari Nigeria itu. Selain itu, M'Bow tak disenangi karena dinilai terlalu anti-Barat. Adalah di bawah kepemimpinan M'Bow Amerika Serikat memutuskan untuk menarik diri dari badan internasional yang mengurus masalah pendidikan dan kebudayaan ini. Setelah AS, menyusul Inggris menyatakan penarikan diri dan badan yang beranggotakan 158 negara itu. Dengan keluarnya AS dan Inggris, hampir sepertiga dana UNESCO yang diperoleh lewat iuran negara-negara anggota berhenti mengalir. "Pada pemilihan di UNESCO, yang penting adalah kesetiaan regional," kata Yusuf Wanandi, Direktur Pusat Pengkajian Masalah Internasional dan Strategis (CSIS). Menurut Yusuf, badan eksekutif yang bertugas memilih calon Direktur Jenderal UNESCO terbagi atas 5 kelompok: Asia, Afrika, Eropa Barat dan AS, Amerika Latin serta blok Timur (Uni Soviet dan sekutunya). Menurut aturan urutan, periode sekarang adalah masa untuk kepemimpinan wakil Asia. Tapi suara kelompok Asia terpecah antara menyokong calon Indonesia dan calon Pakistan. Dan calon Pakistan, Khan dinilai banyak anggota kelompok lebih baik dari Soedjatmoko. Ia dinilai lebih mungkin menarik kembali AS dan Inggris menjadi anggota. Akhirnya, Khan mengundurkan diri, karena merasa tak akan mendapatkan dukungan suara dari negara-negara Eropa Utara dan Amerika Selatan, yang tak menyukai latar belakang militernya. Pengunduran diri Khan, yang saat ini menjabat Menteri Luar Negeri Pakistan sekaligus membuka peluang bagi M'Bow untuk bertahan. Apalagi kelompok Afrika, yang jumlahnya cukup besar, tetap bersatu mendukung pencalonannya menantang calon Eropa Frederico Mayor Zaragoza. Merasa M'Bow bakal bisa mengalahkan Zaragoza, sejumlah negara Eropa mengancam akan menyusul sikap AS dan Inggris bila kandidat asal Nigeria ini terpilih lagi. M'Bow mengalah dan mengundurkan diri, karena negara-negara blok Timur juga tak menyokongnya. Walhasil, Zaragoza, 53 tahun, doktor biokimia asal Spanyol, menjadi calon tunggal. Tapi itu belum berarti Zaragoza pasti menduduki kursi Direktur Jenderal UNESCO. "Saya dengar, kelompok Afrika ingin menghadangnya pada sidang pleno," kata Menlu Mochtar. Calon yang diajukan 50 anggota badan eksekutif UNESCO itu masih harus mendapat dukungan mayoritas dalam sidang pleno yang akan diikuti utusan 158 negara anggota. Setelah itu, baru calon terpilih disahkan sebagai dirjen UNESCO pada 7 November nanti. Akan berhasilkah negara-negara di Eropa menggagalkan pengangkatan Zaragoza? Yusuf Wanandi memperkirakan, kelompok Afrika tak cukup kuat untuk melakukan hal itu dalam pleno. Kalau toh mereka berhasil calon yang diperkirakan bakal menggantikan M'Bow adalah mereka yang tak terlibat dalam pemilihan sebelumnya. Dan itu berarti peluang bagi Soedjatmoko untuk tampil masih terbuka, sekalipun sangat tipis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus