INI memang kunjungan diam-diam. Tidak ada upacara kenegaraan dan
dentuman meriam 17 kali. Tapi sejumlah menteri dan pejabat
tinggi kelihatan menyambut kedatangannya di bandar udara Halim
Perdanakusuma 7 Desember lalu. Sang tamu adalah Perdana Menteri
Sun Yun-suan dari Taiwan bersama rombongan yang tiba dengan
pesawat khusus Boeing 747 langsung dari Taipei. Selama lima hari
di Indonesia, mobil "tamu negara" dari Taiwan itu bahkan tidak
memasang bendera negaranya.
Acara PM Sun di Indonesia tidak berbeda dengan kunjungan kepala
pemerintahan lainnya. Pembicaraan pertama dilakukan dengan Menlu
Mochtar Kusumaatmadja. Kemudian PM Sun, 68 tahun, yang
didampingi antara lain menteri ekonomi, wakil menteri pertahanan
dan luar negeri dan beberapa pejabat tinggi mengadakan
pembicaraan dengan Presiden Soeharto di Cendana Selasa malam
pekan lalu. Selesai pembicaraan sekitar satu jam, rombongan dari
Taiwan itu langsung menghadiri jamuan makan malam yang
diselenggarakan oleh Wapres Adam Malik di Hotel Mandarin.
Selama di Indonesia, PM Sun, yang di negaranya dijuluki "arsitek
kemakmuran" juga mengadakan serangkaian pembicaraan dengan
Menteri Ekuin/Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro, Menhankam
Jenderal M. Jusuf, Menteri Perdagangan Radius Prawiro dan
Mensesneg Sudharmono. Sedang rombongan lain juga mengadakan
kontak dengan beberapa pejabat tinggi Indonesia.
Kunjungan diam-diam itu agaknya dilakukan karena antara
Indonesia dan Taiwan tidak ada hubungan diplomatik. "Namun
hubungan kedua negara baik sekali," kata seorang pejabat Taiwan
di tempat menginapnya Hotel Mandarin sebelum meninggalkan
Jakarta. Ia menolak diwawancarai. Tapi kabarnya ada tiga masalah
pokok yang dibicarakan selama PM Sun berada di Indonesia:
politik, hankam dan ekonomi.
Di bidang politik, Taiwan rmenyatakan keprihatinannya karena
Amerika Serikat merencanakan menjual peralatan militer kepada
RRC. "Pihak Indonesia mendengarkan saja," kata seorang pejabat
Indonesia. Taiwan tampaknya berminat mengisi "kekosongan"
hubungan diplomatik Indonesia-RRC yang dibekukan sejak 1967 itu.
"Kedua negara sama-sama memusuhi komunisme. Jadi ada kesamaan
pandangan," kata sumber TEMPO dari delegasi Taiwan.
Indonesia, kelihatan berhati-hati menjawab keinginan Taiwan itu.
"Indonesia tetap menganut satu Cina," kata Menlu Mochtar
membantah tuduhan kantor berita RRC Xinhua yang menyebut
Indonesia tidak lagi mengikuti politik satu Cina karena menerima
kunjungan delegasi Taiwan itu. "Kunjungan itu tidak resmi,"
tambah Mochtar.
Di bidang pertahanan, Taiwan menawarkan peralatan militer
buatannya. Beberapa peralatan yang dipakai Indonesia seperti
senapan M-16, pesawat tempur F-5E dan beberapa jenis kendaraan
lapis baja telah dibuat atau dirakit di Taiwan.
Walau hubungan Indonesia-Taiwan hanya bertingkat kamar dagang,
kerjasama ekonomi dan perdagangan cukup meningkat. "Dalam urutan
perdagangan luar negeri Taiwan, Indonesia menduduki urutan
keenam dalam tahun 1979," kata seorang pejabat Kamar Dagang
Indonesia di Taipei. Volume perdagangan kedua negara mengalami
kenaikan tajam, dari US$ 68,42 juta pada 1971 menjadi US$
1.025,5 juta tahun 1980.
Tawangmangu
Sejak 1977, neraca perdagangan Indonesia-Taiwan mengalami
surplus. Pada semester pertama 1981 surplus mencapai US$ 103,5
juta,-berasal dari ekspor US$ 298,5 juta dan impor US$ 195 juta.
Komoditi yang dijual Indonesia ialah hasil pertanian, hasil
hutan, minyak mentah dan gas alam. Dari Taiwan, Indonesia
membeli mesin, peralatan angkutan, perlengkapan elektronik,
kertas, dan alat pabrik: semen, tekstil, gula dan kimia.
Kerjasama teknik antara Dewan Pembangunan Pertanian Taiwan
dengan Departemen Pertanian Indonesia telah dirintis sejak
beberapa tahun lalu berupa proyek pertanian terpadu di Sleman
dan Gunung Kidul, Yogyakarta, serta Kecamatan Pagu dan Pujon di
Ja-Tim. PM Sun sendiri ketika berada di Indonesia sempat
menjenguk proyek kerjasama pertanian itu di Yogyakarta sebelum
beristirahat semalam di Tawangmangu, Sala. Sementara itu,
Indonesia juga 1mengirim beberapa pejabat dan tim pertanian
untuk mengadakan studi perbandingan di Taiwan. Bahkan Depdagri
Indonesia secara rutin juga mengirim tenaga untuk mengikuti
kursus agraria di sana.
PM Sun, setibanya kembali di Taipei tidak menjelaskan secara
terperinci hasil kunjungannya. Tapi ia menyebut kunjungan itu
atas undangan Wapres Adam Malik. Pernyataan ini cukup
mengagetkan para pejabat Indonesia. "Dia sendiri yang mau ke
sini," kata Mochtar sambil membanting pintu mobilnya selesai
melapor Presiden Senin siang lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini