Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sun datang tanpa bendera

Kunjungan tidak resmi pm taiwan sun yun sun ke indonesia, membicarakan 3 masalah pokok: politik, hankam dan ekonomi.

19 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI memang kunjungan diam-diam. Tidak ada upacara kenegaraan dan dentuman meriam 17 kali. Tapi sejumlah menteri dan pejabat tinggi kelihatan menyambut kedatangannya di bandar udara Halim Perdanakusuma 7 Desember lalu. Sang tamu adalah Perdana Menteri Sun Yun-suan dari Taiwan bersama rombongan yang tiba dengan pesawat khusus Boeing 747 langsung dari Taipei. Selama lima hari di Indonesia, mobil "tamu negara" dari Taiwan itu bahkan tidak memasang bendera negaranya. Acara PM Sun di Indonesia tidak berbeda dengan kunjungan kepala pemerintahan lainnya. Pembicaraan pertama dilakukan dengan Menlu Mochtar Kusumaatmadja. Kemudian PM Sun, 68 tahun, yang didampingi antara lain menteri ekonomi, wakil menteri pertahanan dan luar negeri dan beberapa pejabat tinggi mengadakan pembicaraan dengan Presiden Soeharto di Cendana Selasa malam pekan lalu. Selesai pembicaraan sekitar satu jam, rombongan dari Taiwan itu langsung menghadiri jamuan makan malam yang diselenggarakan oleh Wapres Adam Malik di Hotel Mandarin. Selama di Indonesia, PM Sun, yang di negaranya dijuluki "arsitek kemakmuran" juga mengadakan serangkaian pembicaraan dengan Menteri Ekuin/Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro, Menhankam Jenderal M. Jusuf, Menteri Perdagangan Radius Prawiro dan Mensesneg Sudharmono. Sedang rombongan lain juga mengadakan kontak dengan beberapa pejabat tinggi Indonesia. Kunjungan diam-diam itu agaknya dilakukan karena antara Indonesia dan Taiwan tidak ada hubungan diplomatik. "Namun hubungan kedua negara baik sekali," kata seorang pejabat Taiwan di tempat menginapnya Hotel Mandarin sebelum meninggalkan Jakarta. Ia menolak diwawancarai. Tapi kabarnya ada tiga masalah pokok yang dibicarakan selama PM Sun berada di Indonesia: politik, hankam dan ekonomi. Di bidang politik, Taiwan rmenyatakan keprihatinannya karena Amerika Serikat merencanakan menjual peralatan militer kepada RRC. "Pihak Indonesia mendengarkan saja," kata seorang pejabat Indonesia. Taiwan tampaknya berminat mengisi "kekosongan" hubungan diplomatik Indonesia-RRC yang dibekukan sejak 1967 itu. "Kedua negara sama-sama memusuhi komunisme. Jadi ada kesamaan pandangan," kata sumber TEMPO dari delegasi Taiwan. Indonesia, kelihatan berhati-hati menjawab keinginan Taiwan itu. "Indonesia tetap menganut satu Cina," kata Menlu Mochtar membantah tuduhan kantor berita RRC Xinhua yang menyebut Indonesia tidak lagi mengikuti politik satu Cina karena menerima kunjungan delegasi Taiwan itu. "Kunjungan itu tidak resmi," tambah Mochtar. Di bidang pertahanan, Taiwan menawarkan peralatan militer buatannya. Beberapa peralatan yang dipakai Indonesia seperti senapan M-16, pesawat tempur F-5E dan beberapa jenis kendaraan lapis baja telah dibuat atau dirakit di Taiwan. Walau hubungan Indonesia-Taiwan hanya bertingkat kamar dagang, kerjasama ekonomi dan perdagangan cukup meningkat. "Dalam urutan perdagangan luar negeri Taiwan, Indonesia menduduki urutan keenam dalam tahun 1979," kata seorang pejabat Kamar Dagang Indonesia di Taipei. Volume perdagangan kedua negara mengalami kenaikan tajam, dari US$ 68,42 juta pada 1971 menjadi US$ 1.025,5 juta tahun 1980. Tawangmangu Sejak 1977, neraca perdagangan Indonesia-Taiwan mengalami surplus. Pada semester pertama 1981 surplus mencapai US$ 103,5 juta,-berasal dari ekspor US$ 298,5 juta dan impor US$ 195 juta. Komoditi yang dijual Indonesia ialah hasil pertanian, hasil hutan, minyak mentah dan gas alam. Dari Taiwan, Indonesia membeli mesin, peralatan angkutan, perlengkapan elektronik, kertas, dan alat pabrik: semen, tekstil, gula dan kimia. Kerjasama teknik antara Dewan Pembangunan Pertanian Taiwan dengan Departemen Pertanian Indonesia telah dirintis sejak beberapa tahun lalu berupa proyek pertanian terpadu di Sleman dan Gunung Kidul, Yogyakarta, serta Kecamatan Pagu dan Pujon di Ja-Tim. PM Sun sendiri ketika berada di Indonesia sempat menjenguk proyek kerjasama pertanian itu di Yogyakarta sebelum beristirahat semalam di Tawangmangu, Sala. Sementara itu, Indonesia juga 1mengirim beberapa pejabat dan tim pertanian untuk mengadakan studi perbandingan di Taiwan. Bahkan Depdagri Indonesia secara rutin juga mengirim tenaga untuk mengikuti kursus agraria di sana. PM Sun, setibanya kembali di Taipei tidak menjelaskan secara terperinci hasil kunjungannya. Tapi ia menyebut kunjungan itu atas undangan Wapres Adam Malik. Pernyataan ini cukup mengagetkan para pejabat Indonesia. "Dia sendiri yang mau ke sini," kata Mochtar sambil membanting pintu mobilnya selesai melapor Presiden Senin siang lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus