Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta subsider 3 bulan kurungan kepada mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung. Majelis hakim menilai Syafruddin terbukti menghapus piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim yang menyebabkan negara rugi Rp 4,58 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua majelis hakim, Yanto, menyatakan Syafruddin menerbitkan Surat Keterangan Lunas meski mengetahui Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya terhadap keterangan tidak benar atau misrepresentasi piutang BDNI kepada petambak Dipasena di Lampung. Piutang petambak senilai Rp 4,8 triliun itu merupakan salah satu aset yang diserahkan Sjamsul ke BPPN untuk melunasi utang BLBI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perbuatan Syafruddin menerbitkan Surat Keterangan Lunas telah menghilangkan hak tagih negara atas piutang tersebut dan telah memperkaya Sjamsul Nursalim," kata hakim Yanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Vonis terhadap Syafruddin ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Hakim Anwar menambahkan, Syafruddin telah terbukti melakukan korupsi bersama sejumlah pihak. Di antaranya Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Sjamsul Nursalim, dan Itjih Nursalim. "Terdakwa tidak sendiri, tapi dilakukan bersama-sama dengan pihak lain yang masih membutuhkan pembuktian," ujar dia.
BDNI merupakan salah satu bank sekarat yang mendapatkan suntikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sekitar Rp 144,5 triliun ketika krisis melanda pada 1997-1998. Ketika itu, BDNI mendapatkan kucuran dana sekitar Rp 30,9 triliun. Namun BDNI tak mampu membayar seluruh utang, sehingga Sjamsul memiliki tunggakan sebesar Rp 4,8 triliun. Untuk membayar utang, Sjamsul menyerahkan aset piutang petambak Dipasena. Namun ternyata sebagian piutang adalah kredit macet.
Sjamsul melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, pernah menyatakan telah melunasi utang BDNI menggunakan skema master settlement and acquisition agreement sejak 1998. Sedangkan Dorodjatun, saat bersaksi dalam persidangan pada pertengahan Juli lalu, mengatakan tidak pernah diberi tahu oleh Syafruddin bahwa Sjamsul belum melunasi utang.
Syafruddin langsung mengajukan permohonan banding seusai pembacaan vonis tersebut. "Satu hari pun saya dihukum, kami akan melawan. Kami akan langsung minta tim kuasa hukum untuk langsung menyiapkan berkas banding," kata dia. Ia mengklaim pengeluaran SKL sudah sesuai dengan prosedur dan tidak melanggar aturan. Dasarnya adalah Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 dan keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan. "Saya hanya melaksanakan keputusan pemerintah." AJI NUGROHO | ARKHELAUS WISNU
Jalan Panjang Vonis
Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis terhadap bekas Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, dengan hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta. Meski membutuhkan pembuktian, majelis hakim menilai Syafruddin telah terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.
1997-1998
BDNI menerima dana BLBI sebesar Rp 30,9 triliun. Bantuan lain dalam bentuk pinjaman dan deposito, sehingga total utang mencapai Rp 47,2 triliun.
Agustus 1998
Bank Indonesia membekukan BDNI karena tidak bisa melunasi utangnya hingga tenggat April 1998.
Mei 1999
BPPN meminta Sjamsul menyerahkan aset miliknya, di antaranya hak tagih atas utang petambak udang Dipasena senilai Rp 4,8 triliun.
November 1999
BPPN mengevaluasi nilai aset Sjamsul.
April 2002
Syafruddin Temenggung menjadi Kepala BPPN.
Desember 2002 
Presiden Megawati Soekarnoputri menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang kepastian hukum bagi obligor BLBI yang sudah melunasi kewajibannya. BDNI masuk daftar 20 bank daftar calon penerima Surat Keterangan Lunas (SKL).
26 April 2004
Kepala BPPN Syafruddin Temenggung mengeluarkan SKL atas nama Sjamsul. KPK menelusuri bahwa Sjamsul masih berutang sekitar Rp 3,7 triliun.
22 Oktober 2008
KPK menerima laporan kasus dugaan korupsi BLBI.
April 2013
KPK menyelidiki kasus BLBI.
25 April 2017
KPK menetapkan Syafruddin Temenggung sebagai tersangka kasus penerbitan SKL bagi Sjamsul Nursalim.
25 Agustus 2017
BPK merampungkan audit investigasi atas pemberian SKL untuk Sjamsul Nursalim. Hasilnya, ditemukan kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun.
14 Mei 2018
KPK mendakwa Syafruddin Arsyad Temenggung melakukan tindak pidana korupsi dalam penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim. KPK mempersoalkan penerbitan SKL BLBI yang dikeluarkan BPPN dan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti.
3 September
KPK menuntut Syafruddin dengan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar atau subsider 6 bulan kurungan.
24 September
Majelis hakim Tipikor menjatuhkan vonis 13 tahun penjara dan denda Rp 700 juta atau subsider 3 bulan kurungan terhadap Syafruddin. Syafruddin mengajukan permohonan banding.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo