Tak Lagi Gubuk di Hutan Pemerintah meluncurkan transmigrasi jenis baru: transmigrasi industri. BROSUR itu menarik, penuh warna-warni, mirip yang dikeluarkan perusahaan real estate. Ada gambar rumah, dengan berbagai tipe. Tapi, jangan silap. Ini brosur transmigrasi. Karena promosi yang menarik inilah, Totok Supriyanto, 32 tahun, tergiur mengadu nasib ke Palu, Sulawesi Tengah. Ongkos jalan ke daerah transmigrasi di Palu dan biaya hidup selama enam bulan ditanggung Departemen Transmigrasi. Cicilan rumahnya juga bisa dibayar melalui KIK (Kredit Investasi Kecil). Memang, Totok bukan transmigran biasa. Ia punya usaha konstruksi baja, antara lain membuat siku-siku untuk keperluan pembangunan rumah, yang dikerjakannya di LIK (Lingkungan Industri Kecil) Bugangan Baru, Semarang. Tapi, akhir-akhir ini, usahanya seret. "Kerja di Jawa, terlalu banyak saingan," ujarnya. Ia lalu memutuskan untuk menggiring keluarga dan kelima buruhnya, untuk menjadi transmigran industri di LIK Lembah Palu, Nagaya. Ini, memang, transmigrasi model baru. Jawa Tengah dipilih pertama kali sebagai pilot proyek oleh Departemen Transmigrasi, untuk pemberangkatan transmigrasi industri ini. Transmigrasi industri, yang merupakan transmigrasi swakarsa ini, memakai pola industri dan jasa. "Rencana ini, sebetulnya, sudah ada sejak tiga tahun lalu," ujar Djunaidi, Kepala Kanwil Departemen Transmigrasi Jawa Tengah. Daerah sasaran pertama, dipilih Palu, Sulawesi Tengah. PT Tanah Makmur, pengelola LIK (Lingkungan Industri Kecil) Bugangan Baru, Semarang, Februari mendatang siap menangani proyek pemberangkatan 30 Kepala Keluarga (KK) ini. Tony Djamin Ceha, Direktur PT Tanah Makmur, yakin LIK pertama di Palu akan sukses. Maka, ia tak segan merogoh koceknya sebesar Rp 5 milyar untuk membangun lahan LIK yang telah disediakan gratis oleh Pemda Sulawesi Tengah. Departemen Perindustrian bertugas menempa para transmigran. Setiap KK akan memperoleh tanah siap pakai seluas 300 m2, dengan luas bangunan 70 m2. Nanti, barang yang dihasilkan di lahan itu dipasarkan kepada masyarakat Palu dan sekitarnya. Maksimal, tiap KK bisa menggandeng lima buruh plus keluarganya sendiri. Harapan Tony, paling tidak, seputar 900 jiwa akan terangkut ke Palu. Dan Tony boleh tersenyum lega, karena ternyata peminat untuk menjadi transmigran industri cukup banyak. Di areal di Kelurahan Tondo, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, telah disiapkan tanah seluas 108 ha. Empat macam tipe rumah ditawarkan kepada calon transmigran, dengan harga mulai dari Rp 15 juta. Uang muka yang wajib disetor sebesar 10%, dan bisa diangsur selama 10 tahun. Letak LIK Lembah Palu Nagaya ini, menurut Menteri Transmigrasi Soegiarto, cukup strategis. Dekat pusat kota, pelabuhan udara, dan pelabuhan laut. Artinya, "Transportasi dan pemasaran mudah dilakukan," ujar Soegiarto. Yang lebih penting lagi, menurut Soegiarto, citra transmigrasi tak lagi gubuk di tengah hutan, tapi rumah tembok di kota. Gagasan transmigrasi model baru ini muncul setelah pemerintah melihat kurangnya tenaga terampil di luar Jawa. "Bahan baku cukup, tapi kurang tenaga terampil. Bikin kompor tradisional saja tidak bisa," ujar Soegiarto. Selain itu, kopra, kedelai, pasir, kayu, rotan, dan batu sungguh berlimpah di Palu. Pemda DKI tak mau ketinggalan. Pengiriman tenaga terampil siap pakai dari DKI akan dimulai 1990-1991. Sasarannya adalah Riau. Tahap pertama, DKI akan mengirimkan 50 KK -- tersebar ke enam unit permukiman transmigrasi yang khusus disediakan Pemda Riau. Kamis pekan lalu, Gubernur KDKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto dan Gubernur Riau Soeripto menandatangani kesepakatan transmigrasi jasa ini. Linda Djalil, Sri Pudystuti R., Ahmadie Thaha (Jakarta), dan Slamet Subagyo (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini