Si Monsoon Datang Lagi CURAH hujan yang tumpah di Semarang, dan menimbulkan banjir bandang, ternyata tak terlalu tinggi: hanya 247 mm/hari. Biasanya malah mencapai 300 mm/hari. "Curah hujan sekarang bukan yang tertinggi. Masih mungkin lebih tinggi, dan diramalkan akan terjadi pada Februari ini. Tapi bisa juga curah hujan nanti tidak lebih tinggi," kata Suryadi W.H., Kepala Subdit Ramalan Jasa Meteorologi Badan Meteorologi dan Geofisika Departemen Perhubungan. Di Jakarta, awal tahun ini, curah hujan yang cuma mencapai 109 mm/hari juga bukan yang tertinggi. Biasanya bisa 200-an. Tapi di Indonesia, meski curah hujannya tak terbilang tinggi, bila mencapai di atas agka 100 saja sudah bisa menimbulkan genangan. Curah hujan yang bisa menimbulkan genangan alias banjir memang bisa diduga sejak awal, seperti jamaknya setiap kali musim hujan seperti sekarang. Alkisah, curah hujan paling tinggi terjadi hari-hari ini (Januari-Februari). Hujan deras disertai angin kencang biasanya akan menyerang kawasan Sulawesi dan Kepulauan Nusa Tenggara. "Jadi, tidak istimewa, setiap tahun siklusnya memang selalu begitu," kata Suryadi. Selama minggu-minggu ini, curah hujan (29 Januari-awal Februari) akan sedikit kurang. Tapi kita harus waspada pada minggu berikutnya: curah hujan akan tinggi kembali, dan kemungkinan besar bakal mengundang bah. Air dari langit yang mengguyur bumi kita biasanya tak lama, kurang dari dua jam, tapi curah hujannya tinggi. "Itu memang ciri hujan tropis yang turun di Indonesia. Juga seperti yang menimpa Semarang," ujar Suryadi. Keadaan ini diperburuk oleh arus udara menggigil dari daratan Asia yang lagi musim dingin, yang disebut arus Monsoon. Minggu depan, arus Monsoon ini akan datang lagi. Keadaan yang jelek itu diperburuk oleh amukan badai tropis di atas Lautan Hindia, 950 km di selatan Nusa Tenggara. Maka, hujan akan turun disertai angin kencang. Angin kencang melanda Denpasar dan Ampenan, melaju dengan kecepatan 30 knot (1 knot = 1,8 km/jam). Penyebab badai tropis yang ganas ini ialah naiknya suhu air laut di Lautan Hindia. Kanaikan suhu ini menyebabkan penguapan. Dalam jumlah besar dan dengan gerakan sangat cepat, uap yang membubung ke udara menimbulkan gerakan udara yang berputar. Hingga terjadilah angin kencang. Akibat buruk yang ditimbulkan oleh ganasnya badai tropis tersebut ialah naiknya permukaan air laut. Dan lantaran badai yang sangat kencang, terjadi pula gelombang pasang yang bisa mencapai lebih kurang lima meter. Tentu saja, itu sangat membahayakan lalu lintas pelayaran. "Saat ini ada tiga kejadian alam yang perlu diwaspadai," kata Suryadi. Yaitu: pertama, hujan besar yang mengguyur sepanjang pantai utara Jawa Barat sampai Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, yang bisa dipastikan menimbulkan banjir bandang. Kedua, badai tropis yang sangat kencang yang melanda Bengkulu, sepanjang pantai selatan Jawa dan Nusa Tenggara. Ketiga, ombak besar yang mengempas Lautan Hindia sebelah selatan, Laut Jawa, dan Laut Sulawesi terutama di Masalembo, akibat mengamuknya badai tropis itu. Lebih rinci, Suryadi menggambarkan tiga macam badai tropis yang mempengaruhi Indonesia. Pertama, yang muncul di Lautan Hindia, di sebelah selatan Kepulauan Nusa Tenggara, dan melanda kepulauan ini pada Desember sampai Maret mendatang. Kedua, yang terjadi di Teluk Benggala, di Lautan Hindia, sebelah barat Sumatera, dan yang biasanya menggempur Sumatera bagian utara, terutama Aceh, pada bulan Mei sampai Agustus. Ketiga, yang terjadi di Lautan Pasifik dan menyerang Kepulauan Maluku dan Sulawesi Utara, pada Agustus sampai September. Dengan demikian, sesungguhnya badai tropis selalu ''bertamu'' berulang kali, berputar mengelilingi negeri kita. Dan ini bukan hal yang luar biasa, sebab dari tahun ke tahun siklus alam seperti itu memang selalu berlangsung. Seperti kata Suryadi, "Negeri kita ini memang dikelilingi oleh badai tropis." Setidaknya, dengan mengetahui posisi Indonesia di tengah gejolak alam seperti itu orang bisa lebih waspada. Omong-omong, apakah peristiwa jatuhnya pesawat punya penerbangan Airfast di NTB disebabkan amukan badai tropis tadi? "Wah, saya tak bisa memastikannya. Tapi, pada saat pesawat tersebut jatuh, memang badai tropis sedang terjadi," kata Suryadi. Menurut ahli cuaca itu, pilot pasti tahu ada badai tropis. Sebab, di setiap pelabuhan udara ada pos yang memberikan data cuaca. "Siapa tahu, pilot merasa saat itu cuaca masih dianggap cukup aman untuk melanjutkan penerbangan," katanya. Kalau benar begitu, itu bukan karena pesawat terjebak badai tropis. Tapi itulah yang namanya musibah. Budiman S. Hartoyo dan Rustam F. Mandayun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini