Lima belas LSM sepakat memelopori pemboikotan terhadap produk-produk tujuh perusahaan di Semarang. Menteri KLH mendukung. INI baru pertama kali terjadi. Di Semarang, awal minggu kedua April lalu, 15 lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari Jakarta dan Jawa Tengah meneken kesepakatan untuk memboikot barang-barang dagangan produk tujuh perusahaan di Semarang, Jawa Tengah, karena dianggap merugikan penduduk sekitarnya. Mulai pekan ini Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang merupakan forum komunikasi antar-LSM, menempuh langkah nyata. "Kami akan melancarkan kampanye boikot secara nasional," ujar M.S. Zulkarnaen, Direktur Eksekutif Walhi, dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu pekan lalu. Misalnya dengan menyebarkan daftar 13 jenis produk yang layak tidak dibeli. Antara lain sabun mandi, kecap, mi, asam nitrat, dan kertas. Langkah itu telah memperoleh dukungan sekitar 100 LSM di seluruh Indonesia. Duduk perkaranya bukan lantaran barang-barang dagangan itu mengancam nyawa konsumen atau tergolong haram, melainkan karena "proses produksinya" telah merugikan penduduk di sekitarnya. Menurut anggapan LSM-LSM itu, Kali Tapak tercemar berat lantaran limbah yang ditumpahkan ke sungai. Belum lagi tumpukan sampah yang menggunung di dukuh berpenduduk 200 keluarga itu. Di muara Kali Tapak terdapat sekitar 110 hektare tambak ikan -umumnya bandeng yang menjadi sumber rezeki utama 200 keluarga warga Dukuh Tapak. Telah bertahun-tahun mereka mengeluh karena panen ikan selalu menjengkelkan. "Dulu, sebelum tercemar, tiga hektare tambak saya bisa menghasilkan satu ton ikan. Sekarang, paling-paling cuma tiga kuintal," keluh Ahmad Sueb, seorang warga Dukuh Tapak. Bau busuk akibat limbah dan sampah juga menyebar hingga ke permukiman penduduk. Itu adalah "berkah" adanya sejumlah pabrik di Kecamatan Semarang Tugu sejak 1977. Mula-mula memang hanya satu perusahaan (PT Semarang Diamond Chemical). Tetapi, sejak daerah itu ditetapkan Pemda sebagai kawasan industri pada 1981, muncul tujuh pabrik yang tersebar di areal seluas 600 hektare. PT Semarang Diamond Chemical (pabrik senyawa kimia kalsium nitrat), PT Kemas Teguh Indah Sakti (produsen karton pembungkus), PT Makara Dewa Wisesa (pendinginan udang ekspor), PT Sukasari (produsen kecap merek Piring Lombok), PT Bukit Perak (pabrik sabun merek Asepso, Jhonson), PT Agung Perdana Teguh Indah (pabrik tekstil, batik, dan finishing), dan PT Apolo (pabrik perajutan). Berbagai usaha telah ditempuh untuk mencari jalan keluar. Mula-mula langsung ke pemerintah daerah dan pihak perusahaan. Gagal. Akhirnya, mereka mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang dan kepada sejumlah LSM. Setelah mengadakan pendekatan dengan DPRD dan Pemda Kodya Semarang, sejak November 1990 LBH telah tiga kali mempertemukan penduduk dengan pihak pabrik. Penduduk menuntut Rp 1,9 milyar ganti rugi untuk 14 tahun, dan meminta pencemaran dihentikan. Sebaliknya, pihak produsen membantah bahwa mereka telah mencemarkan lingkungan. Sampai ancaman boikot dikeluarkan pun mereka masih membantah. Bantahan itu rupanya menggusarkan LBH dan LSM. "Hasil survei Walhi Jakarta pada 1977 jelas menunjukkan air Kali Tapak mengandung zat H2S dan amonium," ujar Sumedi Prawirodirdjo, Ketua LBH Semarang. Ini diperkuat oleh hasil penelitian KLH Universitas Diponegoro Semarang pada 1989. "Air limbah yang cokelat kehitam-hitaman jelas memperlihatkan adanya polusi yang serius," kata Prof. Dr. Ir. Sidharta, Kepala Pusat Penelitian KLH Universitas Diponegoro. Sidharta, misalnya, menunjuk nilai BOD (Biological Oxygen Demand pada 1985 mencapai 375 mg/liter. Ini jelas jauh di atas nilai maksimal BOD yang hanya 20 mg/liter -batas ambang untuk membudidayakan biota tambak. Gagasan kampanye boikot itu merupakan jawaban atas anjuran Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) Emil Salim untuk melancarkan gerakan green consumers yang bermaksud membangkitkan peran aktif konsumen untuk membentuk perilaku kaum pengusaha. Gerakan itu bertujuan agar secara etis mereka bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan akibat proses produksinya. "Juga, agar produsen mematuhi ketentuan standar upah yang diberikan kepada pekerja," tambah Zaim Saidi, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. "Saya memahami sepenuhnya kejengkelan LSM-LSM itu," kata Menteri pada harian Suara Pembaruan, ketika mendengar aksi itu. Emil Salim lalu membeberkan dosa perusahaan-perusahaan yang akan diboikot. Desember 1990, misalnya, mereka berjanji untuk mematuhi prinsip-prinsip Program Kali Bersih (Prokasih). Yang keberatan adalah Pemda Semarang. Belum lagi ancaman Walhi itu dibuktikan, Wali Kota Semarang, Soetrisno buru-buru memberi tanggapan. Ia mengingatkan bahwa ada ribuan karyawan -jumlah karyawan di tujuh perusahaan itu sekitar lima ribu orang -yang butuh makan. "Nah, jika boikot sampai terjadi, itu namanya membunuh rakyat," ujarnya. Namun, "Bagaimanapun pencemaran tidak bisa dibenarkan," kata Emil Salim pada Silawati dari TEMPO. Dari pihak perusahaan, memang ada yang mulai merasa cemas. Misalnya PT Agung Perdana Tugu Indah. Namun, ada juga yang santai-santai saja. Contohnya, PT Kemas Teguh Indah Sakti. "Terlalu pagi seruan aksi boikot itu," ujar Margono kepala bagian personalia perusahaan pembuat karton pembungkus sabun Rinso, Supermi, dan lain-lain itu. Begitu pula suara Bambang Adi Nugraha, Kepala Personalia PT Makara Dewa Wisesa. "Kalau berpengaruh, paling-paling hanya 10 persen dari total produk." Nugraha tidak memandang sepele aksi boikot itu. Ia malah menyarankan agar LSM menempuh jalan pengadilan. Dan itu memang akan dilakukan juga oleh LSM. Priyono B. Sumbogo dan Bandelan Amarudin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini